2.1 Kompetensi Guru
Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen akan memiliki dampak
yang sangat besar untuk dunia pendidikan Indonesia . Sasaran utamanya adalah
peningkatan mutu pendidikan, peningkatan mutu pendidikan dibangun dari berbagai
aspek, Guru adalah adalah salah satu faktor yang menentukan
untuk mencapai tujuan peningkatan kualitas tersebut.
Keinginan kuat pemerintah memperbaiki mutu pendidikan tidak hanya ditunjukan dengan undang-undang saja melainkan penyiapan anggaran untuk kesejahteraan guru dan dosen, berbagai program dan pelatihan guru serta investasi jangka panjang dengan menyediakan, membangun dan memperbaiki sarana prasarana pendidikan.
Keinginan kuat pemerintah memperbaiki mutu pendidikan tidak hanya ditunjukan dengan undang-undang saja melainkan penyiapan anggaran untuk kesejahteraan guru dan dosen, berbagai program dan pelatihan guru serta investasi jangka panjang dengan menyediakan, membangun dan memperbaiki sarana prasarana pendidikan.
Guru yang semula adalah jabatan, melalui Undang-undang ini
ditingkatkan menjadi Profesi,
artinya seseorang belum bisa dinyatakan sebagai guru jika belum memenuhi
beberapa persyaratan syarat-syarat
tersebut adalah:
Guru wajib memiliki:
Guru wajib memiliki:
1.
Kualifikasi akademik
Kualifikasi adalah ijazah jenjang pendidikan akademik yang
harus dimiliki oleh guru sesuai dengan jenis, jenjang, dan satuan pendidikan
formal di tempat penugasan. Kualifikasi akademik ditunjukkan dengan ijazah yang
merefleksikan kemampuan yang dipersyaratkan bagi guru untuk melaksanakan tugas
sebagai pendidik pada jenjang, jenis, dan satuan pendidikan atau mata pelajaran
yang diajarkannya sesuai standar nasional pendidikan, yaitu:
a)
Untuk guru pada pendidikan usia dini, memiliki kualifikasi
akademik pendidikan minimal diploma empat (D-IV) atau sarjana strata satu (S-1)
dengan latar belakang pendidikan tinggi di bidang pendidikan anak usia dini,
kependidikan dini atau psikologi.
b)
Untuk guru pada pendidikan SD/MI, memiliki kualifikasi
akademik pendidikan minimal diploma empat (D-IV) atau sarjana strata satu (S-1)
dengan latar belakang pendidikan tinggi di bidang pendidikan SD/MI,
kependidikan lain atau psikologi.
c)
Untuk guru pada pendidikan SMP/MTs. atau bentuk lain yang
sederajat memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimal diploma empat (D-IV)
atau sarjana strata satu (S-1) dengan latar belakang pendidikan tinggi dengan
program pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan.
d)
Untuk guru pada pendidikan SMA/MA atau bentuk lain yang
sederajat memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimal diploma empat (D-IV)
atau sarjana strata satu (S-1) dengan latar belakang pendidikan tinggi di
bidang pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan.
e)
Untuk guru pada pendidikan SDLB/SMPLB atau bentuk lain yang
sederajat, memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimal diploma empat
(D-IV) atau sarjana strata satu (S-1) dengan latar belakang pendidikan tinggi dengan
program pendidikan khusus atau sarjana yang sesuai dengan mata pelajaran yang
diajarkan.
f)
Untuk guru pada pendidikan MAK/SMK atau bentuk lain yang
sederajat memiliki kualifikasi akademik
pendidikan minimal diploma empat (D-IV) atau sarjana strata satu (S-1) dengan
latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang sesuai dengan
mata pelajaran yang diajarkan.
2.
Kompetensi
Kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan,
dan prilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diwujudkan oleh guru
dalam melaksanakan tugas keprofesionalan
dan ditampilkan melalui unjuk kerja. Mentri Pendidikan Nasional melalui
keputusannya nomor 045/U/2002 menyebutkan kompetensi sebagai seperangkat
tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab dalam melaksanakan tugas-tugas sesuai
dengan pekerjaan tertentu. Sehingga komptensi guru dapat diartikan sebagai
kebulatan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang terwujud tindakan cerdas dan
penuh tanggung jawab dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran.
Menurut Undang-undang nomor 14 tahun 2005 dan Peraturan Pemerintah nomor 19
tahun 2005 serta peraturan pemerintah nomor 74 tahun 2008 tentang guru disebutkan bahwa kompetensi guru meliputi
komptensi personal, komptensi paedagogik, kompetensi professional, dan
kompetensi sosial.
3.
Sertifikat pendidik
Sertifikat pendidik diperoleh guru melalui program
sertifikasi guru. Program sertifikasi guru adalah program yang berisi proses
pemberian sertifikat pendidik untuk guru. Guru yang telah mengikuti dan
dinyatakan lulus akan memperoleh sertifikat guru sebagai tenaga professional.
Secara garis besar program sertifikasi guru dibedakan menjadi:
a.
Program sertifikasi untuk guru yang telah ada (guru dalam
jabatan)
b. Program
sertifikasi untuk calon guru.
4.
Sehat jasmani dan rohani
Seorang guru dikatakan sehat jasmani dan rohani setelah yang
bersangkutan mengikuti prosedur uji kesehatan dan dinyatakan dengan surat keterangan dari
dokter.
5.
Kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional
Seperti telah diamanatkan dalam
Undang-undang nomor 14 tahun 2005 bahwa guru mempunyai peran dan kedudukan yang
strategis dalam pembangunan nasional di bidang pendidikan, oleh karenanya
profesi keguruan perlu dikembangkan sebagai profesi yang bermartabat. Sebagai
tenaga professional, guru dituntut mampu melaksanakan pendidikan nasional dan
mewujudkan tujuan pendidikan nasional
yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
bertakwa kepada Tuhan yang Mahaesa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, serta menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung
jawab.
Sebagai kompensasi dari tuntutan tersebut maka pemerintah
memberikan anggaran lebih untuk kesejahteraan dan perlindungan profesionalisme guru.
Guru yang profesional harus memiliki
kompetensi. Peraturan pemerintah nomor 74 tahun 2008 tentang guru menyebutkan
bahwa kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku
yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh Guru dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan. Kompetensi guru bersifat holistic. dan kompetensi yang harus dimiliki oleh guru
meliputi kompetensi pedagogik, profesional, sosial dan personal.
1. Kompetensi pedagogik
Kompetensi
pedagogik merupakan kemapuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik
yang sekurang-kurangnya meliputi:
a. pemahaman wawasan atau landasan
kependidikan;
b. pemahaman terhadap peserta didik;
c. pengembangan kurikulum atau silabus;
d. perancangan pembelajaran;
e. pelaksanaan pembelajaran yang
mendidik dan dialogis;
f. pemanfaatan teknologi pembelajaran;
g. evaluasi hasil belajar; dan
h. pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan.
Secara rinci masing-masing subkompetensi dijabarkan menjadi
indikator-indikator esensial sebagai berikut:
Subkompetensi memahami peserta didik secara mendalam
memiliki indikator esensial memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip
perkembangan kognitif, memahami peserta didik dengan memanfaatkan
prinsip-prinsip kepribadian, dan mengidentifikasi bekal ajar awal peserta
didik.
Subkompetensi merancang pembelajaran, didalamnya termasuk
memahami landasan pendidikan untuk kepentingan pembelajaran. Subkompetensi ini
memiliki beberapa indikator, diantaranya adalah memahami landasan kependidikan,
menerapakan teori belajar dan pembelajaran, menentukan strategi pembelajaran
berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai dari
materi ajar, serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan stategi yang
dipilih.
Subkompetensi melaksanakan pembelajaran
memiliki indikator menata latar (setting)
pembelajaran dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif.
Subkompetensi merancang dan
melaksanakan evaluasi pembelajaran memiliki indikator merancang dan
melaksanakan evaluasi proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan
berbagai metode, menganalisis hasil evaluasi proses dan hasil untuk menentukan
tingkat ketuntasan belajar, dan memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk
perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum.
Subkompetensi mengembangkan peserta
didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensinya memiliki indikator
memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai potensi akademik, dan
memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi non-akademik.
Kompetensi
Pedagogik merupakan salah satu jenis kompetensi yang mutlak perlu
dikuasai guru. Kompetensi
Pedagogik pada dasarnya adalah kemampuan guru dalam mengelola
pembelajaran peserta didik. Kompetensi
Pedagogik merupakan kompetensi khas, yang akan membedakan guru dengan
profesi lainnya dan akan menentukan tingkat keberhasilan proses dan hasil
pembelajaran peserta didiknya. Kompetensi ini tidak diperoleh secara tiba-tiba
tetapi melalui upaya belajar secara terus menerus dan sistematis, baik pada
masa pra jabatan (pendidikan calon guru) maupun selama dalam jabatan, yang
didukung oleh bakat, minat dan potensi keguruan lainnya dari masing-masing
individu yang bersangkutan.
Berkaitan dengan kegiatan Penilaian Kinerja Guru terdapat 7
(tujuh) aspek dan 45 (empat puluh lima) indikator yang berkenaan penguasaan
kompetensi pedagogik. Berikut ini disajikan ketujuh aspek kompetensi pedagogik beserta indikatornya:
A. Menguasai karakteristik peserta
didik.
Guru mampu mencatat dan menggunakan
informasi tentang karakteristik peserta didik untuk membantu proses
pembelajaran. Karakteristik ini terkait dengan aspek fisik, intelektual,
sosial, emosional, moral, dan latar belakang sosial budaya:
1. Guru dapat mengidentifikasi
karakteristik belajar setiap peserta didik di kelasnya,
2. Guru memastikan bahwa semua peserta
didik mendapatkan kesempatan yang sama untuk berpartisipasi aktif dalam
kegiatan pembelajaran,
3. Guru dapat mengatur kelas untuk
memberikan kesempatan belajar yang sama pada semua peserta didik dengan
kelainan fisik dan kemampuan belajar yang berbeda,
4. Guru mencoba mengetahui penyebab
penyimpangan perilaku peserta didik untuk mencegah agar perilaku tersebut tidak
merugikan peserta didik lainnya,
5. Guru membantu mengembangkan potensi
dan mengatasi kekurangan peserta didik,
6. Guru memperhatikan peserta didik
dengan kelemahan fisik tertentu agar dapat mengikuti aktivitas pembelajaran,
sehingga peserta didik tersebut tidak termarjinalkan (tersisihkan, diolok‐olok, minder, dsb).
B.
Menguasasi teori belajar dan
prinsip pembelajaran yang mendidik.
Guru mampu menetapkan berbagai pendekatan, strategi, metode,
dan teknik pembelajaran yang mendidik secara kreatif sesuai dengan standar
kompetensi guru. Guru mampu menyesuaikan metode pembelajaran yang sesuai dengan
karakteristik peserta didik dan memotivasi mereka untuk belajar:
1. Guru memberi kesempatan kepada
peserta didik untuk menguasai materi pembelajaran sesuai usia dan kemampuan
belajarnya melalui pengaturan proses pembelajaran dan aktivitas yang
bervariasi,
2. Guru selalu memastikan tingkat
pemahaman peserta didik terhadap materi pembelajaran tertentu dan menyesuaikan
aktivitas pembelajaran berikutnya berdasarkan tingkat pemahaman tersebut,
3. Guru dapat menjelaskan alasan
pelaksanaan kegiatan/aktivitas yang dilakukannya, baik yang sesuai maupun yang
berbeda dengan rencana, terkait keberhasilan pembelajaran,
4. Guru menggunakan berbagai teknik
untuk memotiviasi kemauan belajar peserta didik,
5. Guru merencanakan kegiatan pembelajaran
yang saling terkait satu sama lain, dengan memperhatikan tujuan pembelajaran
maupun proses belajar peserta didik,
6. Guru memperhatikan respon peserta
didik yang belum/kurang memahami materi pembelajaran yang diajarkan dan
menggunakannya untuk memperbaiki rancangan pembelajaran berikutnya.
C. Pengembangan kurikulum.
Guru mampu menyusun silabus sesuai dengan tujuan
terpenting kurikulum dan menggunakan RPP sesuai dengan tujuan dan lingkungan
pembelajaran. Guru mampu memilih, menyusun, dan menata materi pembelajaran
yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik:
1. Guru dapat menyusun silabus yang
sesuai dengan kurikulum,
2. Guru merancang rencana pembelajaran
yang sesuai dengan silabus untuk membahas materi ajar tertentu agar peserta
didik dapat mencapai kompetensi dasar yang ditetapkan,
3. Guru mengikuti urutan materi
pembelajaran dengan memperhatikan tujuan pembelajaran,
4. Guru memilih materi pembelajaran
yang: (1) sesuai dengan tujuan pembelajaran, (2) tepat dan mutakhir, (3) sesuai
dengan usia dan tingkat kemampuan belajar peserta didik, (4) dapat dilaksanakan
di kelas dan (5) sesuai dengan konteks kehidupan sehari‐hari peserta didik.
D. Kegiatan pembelajaran yang
mendidik.
Guru mampu menyusun dan melaksanakan rancangan pembelajaran
yang mendidik secara lengkap. Guru mampu melaksanakan kegiatan pembelajaran
yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Guru mampu menyusun dan
menggunakan berbagai materi pembelajaran dan sumber belajar sesuai dengan
karakteristik peserta didik. Jika relevan, guru memanfaatkan teknologi
informasi komunikasi (TIK) untuk kepentingan pembelajaran:
1. Guru melaksanakan aktivitas
pembelajaran sesuai dengan rancangan yang telah disusun secara lengkap dan
pelaksanaan aktivitas tersebut mengindikasikan bahwa guru mengerti tentang
tujuannya,
2. Guru melaksanakan aktivitas
pembelajaran yang bertujuan untuk membantu proses belajar peserta didik, bukan
untuk menguji sehingga membuat peserta didik merasa tertekan,
3. Guru mengkomunikasikan informasi
baru (misalnya materi tambahan) sesuai dengan usia dan tingkat kemampuan
belajar peserta didik,
4. Guru menyikapi kesalahan yang
dilakukan peserta didik sebagai tahapan proses pembelajaran, bukan semata‐mata kesalahan yang harus dikoreksi.
Misalnya: dengan mengetahui terlebih dahulu peserta didik lain yang
setuju/tidak setuju dengan jawaban tersebut, sebelum memberikan penjelasan
tentang jawaban yamg benar,
5. Guru melaksanakan kegiatan
pembelajaran sesuai isi kurikulum dan mengkaitkannya dengan konteks kehidupan
sehari‐hari peserta didik,
6. Guru melakukan aktivitas
pembelajaran secara bervariasi dengan waktu yang cukup untuk kegiatan
pembelajaran yang sesuai dengan usia dan tingkat kemampuan belajar dan mempertahankan
perhatian peserta didik,
7. Guru mengelola kelas dengan efektif
tanpa mendominasi atau sibuk dengan kegiatannya sendiri agar semua waktu
peserta dapat termanfaatkan secara produktif,
8. Guru mampu audio‐visual (termasuk tik) untuk
meningkatkan motivasi belajar peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Menyesuaikan aktivitas pembelajaran yang dirancang dengan kondisi kelas,
9. Guru memberikan banyak kesempatan
kepada peserta didik untuk bertanya, mempraktekkan dan berinteraksi dengan
peserta didik lain,
10. Guru mengatur pelaksanaan aktivitas
pembelajaran secara sistematis untuk membantu proses belajar peserta didik.
Sebagaicontoh: guru menambah informasi baru setelah mengevaluasi pemahaman
peserta didik terhadap materi sebelumnya, dan
11. Guru menggunakan alat bantu
mengajar, dan/atau audio‐visual (termasuk tik) untuk
meningkatkan motivasi belajar pesertadidik dalam mencapai tujuan pembelajaran.
E.
Pengembangan
potensi peserta didik.
Guru mampu menganalisis potensi pembelajaran setiap
peserta didik dan mengidentifikasi pengembangan potensi peserta didik melalui
program embelajaran yang mendukung siswa mengaktualisasikan potensi
akademik, kepribadian, dan kreativitasnya sampai ada bukti jelas bahwa peserta
didik mengaktualisasikan potensi mereka:
1. Guru menganalisis hasil belajar berdasarkan
segala bentuk penilaian terhadap setiap peserta didik untuk mengetahui tingkat
kemajuan masing‐masing.
2. Guru merancang dan melaksanakan
aktivitas pembelajaran yang mendorong peserta didik untuk belajar sesuai dengan
kecakapan dan pola belajar masing‐masing.
3. Guru merancang dan melaksanakan
aktivitas pembelajaran untuk memunculkan daya kreativitas dan kemampuan
berfikir kritis peserta didik.
4. Guru secara aktif membantu
peserta didik dalam proses pembelajaran dengan memberikan perhatian kepada
setiap individu.
5. Guru dapat mengidentifikasi dengan
benar tentang bakat, minat, potensi, dan kesulitan belajar masing-masing
peserta didik.
6. Guru memberikan kesempatan belajar
kepada peserta didik sesuai dengan cara belajarnya masing-masing.
7. Guru memusatkan perhatian pada
interaksi dengan peserta didik dan mendorongnya untuk memahami dan menggunakan
informasi yang disampaikan.
F. Komunikasi dengan peserta didik.
Guru mampu berkomunikasi secara efektif, empatik dan santun
dengan peserta didik dan bersikap antusias dan positif. Guru mampu
memberikan respon yang lengkap dan relevan kepada komentar atau
pertanyaan peserta didik:
1. Guru menggunakan pertanyaan untuk
mengetahui pemahaman dan menjaga partisipasi peserta didik, termasuk memberikan
pertanyaan terbuka yang menuntut peserta didik untuk menjawab dengan ide dan
pengetahuan mereka.
2. Guru memberikan perhatian dan
mendengarkan semua pertanyaan dan tanggapan peserta didik, tanpamenginterupsi,
kecuali jika diperlukan untuk membantu atau mengklarifikasi
pertanyaan/tanggapan tersebut.
3. Guru menanggapi pertanyaan peserta
didik secara tepat, benar, dan mutakhir, sesuai tujuan pembelajaran dan isi
kurikulum, tanpa mempermalukannya.
4. Guru menyajikan kegiatan
pembelajaran yang dapat menumbuhkan kerja sama yang baik antarpeserta didik.
5. Guru mendengarkan dan memberikan
perhatian terhadap semua jawaban peserta didik baik yang benar maupun yang
dianggap salah untuk mengukur tingkat pemahaman peserta didik.
6. Guru memberikan perhatian terhadap
pertanyaan peserta didik dan meresponnya secara lengkap danrelevan untuk
menghilangkan kebingungan pada peserta didik.
G. Penilaian dan Evaluasi.
Guru mampu menyelenggarakan penilaian proses dan hasil
belajar secara berkesinambungan. Guru melakukan evaluasi atas efektivitas
proses dan hasil belajar dan menggunakan informasi hasil penilaian dan evaluasi
untuk merancang program remedial dan pengayaan. Guru mampu menggunakan hasil
analisis penilaian dalam proses pembelajarannya:
1. Guru menyusun alat penilaian yang
sesuai dengan tujuan pembelajaran untuk mencapai kompetensi tertentu seperti
yang tertulis dalam RPP.
2. Guru melaksanakan penilaian dengan
berbagai teknik dan jenis penilaian, selain penilaian formal yang dilaksanakan
sekolah, dan mengumumkan hasil serta implikasinya kepada peserta didik, tentang
tingkat pemahaman terhadap materi pembelajaran yang telah dan akan dipelajari.
3. Guru menganalisis hasil penilaian
untuk mengidentifikasi topik/kompetensi dasar yang sulit sehingga diketahui
kekuatan dan kelemahan masing‐masing peserta didik untuk keperluan
remedial dan pengayaan.
4. Guru memanfaatkan masukan dari
peserta didik dan merefleksikannya untuk meningkatkan pembelajaran selanjutnya,
dan dapat membuktikannya melalui catatan, jurnal pembelajaran, rancangan
pembelajaran, materi tambahan, dan sebagainya.
5. Guru memanfatkan hasil penilaian
sebagai bahan penyusunan rancangan pembelajaran yang akan dilakukan selanjutnya.
2. Kompetensi Profesional;
Kompetensi
profesional merupakan kemampuan Guru dalam menguasai pengetahuan bidang ilmu
pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan budaya yang diampunya yang
sekurang-kurangnya meliputi penguasaan:
a. materi pelajaran secara luas dan
mendalam sesuai dengan standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran,
dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu; dan
b. konsep dan metode disiplin keilmuan,
teknologi, atau seni yang relevan, yang secara konseptual menaungi atau koheren
dengan program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata
pelajaran yang akan diampu.
Setiap subkompetensi tersebut diatas
memiliki indikator yang berbeda. Subkompetensi menguasai subtansi keilmuan yang
terkait dengan bidang studi memiliki indikator memahami materi yang ada dalam
kurikulum sekolah, memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang menanungi
atau koheren dengan materi ajar, memahahi hubungan konsep antar mata pelajaran
terkait, dan menerapkan konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari.
Subkompetensi menguasi struktur dan
metode keilmuan memiliki indikator menguasai langkah-langkah penelitian dan
kajian kritis untuk memperdalam pengetahuan /materi bidang studi secara
profesional dalam konteks secara global.
3. Kompetensi Sosial
Kemampuan guru dalam komunikasi secara efektif dengan
peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali, dan
masyarakat. Diharapkan guru dapat berkomunikasi secara simpatik dan
empatik dengan peserta didik, orang tua peserta didik, sesama pendidik dan
tenaga kependidikan, dan masyarakat, serta memiliki kontribusi terhadap
perkembangan siswa, sekolah dan masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi (ICT) untuk berkomunikasi dan pengembangan diri.
Kompetensi
sosial merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat yang
sekurang-kurangnya meliputi kompetensi untuk:
a. berkomunikasi
lisan, tulis, dan/atau isyarat secarasantun;
b.
menggunakan
teknologi komunikasi dan informasisecara fungsional;
c.
bergaul
secara efektif dengan peserta didik, sesamapendidik, tenaga kependidikan,
pimpinan satuan pendidikan, orang tua atau wali peserta didik;
d.
bergaul
secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma serta sistem
nilaiyang berlaku; dan
e.
menerapkan
prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan.
4. Kompetensi Kepribadian (Personal)
Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal guru yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil,
dewasa, arif dan berwibawa, menjadi
teladan bagi peserta didik dan berahlak mulia. Secara rinci subkompetensi
terbebut dapat dijabarkan sebagai beikut:
Subkompetensi kepribadian yang mantap dan stabil memiliki indikator
bertindak sesuai dengan norma hokum, bertindak sesuai dengan norma sosial,
bangga sebagai guru, dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan
norma.
Subkompetensi kepribadian yang dewasa mempunyai indikator menampilkan
kemandirian dalam bertindak sebagai pendidikan dan memiliki etos kerja sebagai
guru.
Subkompetensi
kepribadian yang arif memiliki indikator menampilkan tindakan yang didasarkan
pada kemanfaatan peserta didik, sekolah dam masyarakat serta menunjukkan
keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.
Subkompetensi
kepribadian yang berwibawa memiliki indikator memiliki prilaku yang
berpenagaruh positip terhadap peserta didik dan memiliki prilaku yang disegani.
Subkompetensi
berakhlak mulia dan menjadi teladan memiliko indikator bertindak sesuai dengan
norma religious (iman dan takwa, jujur, ikhlas, suka menolong) dan memiliki
prilaku yang diteladani peserta didik.
Subkompetensi
evaluasi diri dan pengembangan diri memiliki indikator memiliki kemampuan untuk
berintrospeksi dan mampu mengembangkan potensi diri secara maksimal.
2.2 Guru dan Kompetensi Sosial
Keberhasilan pembelajaran kepada
peserta didik sangat ditentukan oleh guru, karena guru adalah pemimpin
pembelajaran, fasilitator, dan sekaligus merupakan pusat inisiatif
pembelajaran. Itulah sebabnya, guru harus senantiasa mengembangkan kemampuan
dirinya. Guru perlu memiliki standar profesi dengan menguasai materi serta
strategi pembelajaran dan dapat mendorong siswanya untuk belajar
bersungguh-sungguh. Selain
standar profesi, guru perlu memiliki standar sebagai berikut:
1. Standar intelektual: guru harus
memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai agar dapat melaksanakan
tugas dan kewajibannya dengan baik dan profesional.
2. Standar fisik: guru harus sehat
jasmani, berbadan sehat, dan tidak memiliki penyakit menular yang membahayakan
diri, peserta didik dan lingkungannya.
3. Standar psikis: guru harus sehat
rohani, artinya tidak mengalami gangguan jiwa ataupun kelainan yang dapat
mengganggu pelaksanaan tugas profesionalnya.
4. Standar mental: guru harus memiliki
mental yang sehat, mencintai, mengabdi, dan memiliki dedikasi yang tinggi pada
tugas dan jabatannya.
5. Standar moral: guru harus memiliki
budi pekerti luhur dan sikap moral yang tinggi.
6. Standar sosial: guru harus memiliki
kemampuan untuk berkomunikasi dan bergaul dengan masyarakat lingkungannya.
7. Standar spiritual: guru harus
beriman kepada Allah yang diwujudkan dalam ibadah dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk
dapat memperoleh hasil yang baik dalam suatu rangkaian kegiatan pendidikan dan
pembelajaran, seorang guru dituntut untuk memiliki kualifikasi tertentu yang
disebut juga kompetensi. Yang dimaksud dengan kompetensi adalah seperangkat
pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan
dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Berarti
kompetensi mengacu pada kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui
pendidikan; kompetensi guru menunjuk kepada performance dan perbuatan yang
rasional untuk memenuhi spesifikasi tertentu di dalam pelaksanaan tugas-tugas
pendidikan.
Kompetensi bagi guru untuk tujuan pendidikan secara umum
berkaitan dengan empat aspek, yaitu kompetensi: a) paedagogik, b) profesional,
c) kepribadian, d) sosial. Kompetensi ini bukanlah suatu titik akhir dari suatu
upaya melainkan suatu proses yang berkembang dan belajar sepanjang hayat
(lifelong learning process).
Kompetensi
paedagogik dan profesional meliputi penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi
pendidikan, serta kemahiran untuk melaksanakannya dalam proses belajar
mengajar. Kompetensi ini dapat ditumbuhkan dan ditingkatkan melalui proses
pendidikan akademik dan profesi suatu lembaga pendidikan. Namun, kompetensi
kepribadian dan sosial, yang meliputi etika, moral, pengabdian, kemampuan
sosial, dan spiritual merupakan kristalisasi pengalaman dan pergaulan seorang
guru, yang terbentuk dalam lingkungan keluarga, masyarakat dan sekolah tempat
melaksanakan tugas.
Pengembangan
kompetensi kepribadian (personal) dan sosial ini sulit dilakukan oleh lembaga
resmi karena kualitas kompetensi ini ditempa serta dipengaruhi oleh kondisi dan
situasi masyarakat luas, lingkungan dan pergaulan hidup termasuk pengalaman
dalam tugas. Padahal, berbagai lingkungan tersebut seringkali merupakan “tempat
yang bermasalah dan berpenyakit masyarakat”, seperti hedonis, KKN,
materialistis, pragmatis, jalan pintas, kecurangan, dan persaingan yang tidak
sehat. Dalam lingkungan yang demikian, nilai-nilai yang telah diperoleh di
lembaga pendidikan, dan telah membentuk karakter peserta didik “yang baik” bisa
luntur setelah berinteraksi dengan masyarakat. Siaran televisi misalnya, sangat
kuat pengaruhnya pada budaya dan gaya
hidup anak-anak, remaja dan pemuda. Contoh konkritnya, program “Smack Down”
yang telah memakan banyak korban, bahkan korbannya adalah anak-anak yang masih
duduk di bangku sekolah sekolah dasar. Dengan demikian guru tidak hanya
dituntut untuk menguasai bidang ilmu, bahan ajar, metode pembelajaran,
memotivasi peserta didik, memiliki keterampilan yang tinggi dan wawasan yang
luas terhadap dunia pendidikan, tetapi juga harus memiliki pemahaman yang
mendalam tentang hakikat manusia, dan masyarakat.
2.3 Kompetensi Sosial Seorang Guru
1. Learning to know (belajar untuk mengetahui), artinya
belajar itu harus dapat memahami apa yang dipelajari bukan hanya dihafalkan
tetapi harus ada pengertian yang dalam.
2. Learning to do (belajar, berbuat/melakukan), setelah kita memahami dan
mengerti dengan benar apa yang kita pelajari lalu kita melakukannya.
3.
Learning to be (belajar menjadi seseorang). Kita harus
mengetahui diri kita sendiri, siapa kita sebenarnya? Untuk apa kita hidup?
Dengan demikian kita akan bisa mengendalikan diri dan memiliki kepribadian
untuk mau dibentuk lebih baik lagi dan maju dalam bidang pengetahuan.
4. Learning to live together (belajar hidup bersama). Sejak
Tuhan Allah menciptakan manusia, harus disadari bahwa manusia tidak dapat hidup
sendiri tetapi saling membutuhkan seorang dengan yang lainnya, harus ada
penolong. Karena itu manusia harus hidup bersama, saling membantu, saling
menguatkan, saling menasehati dan saling mengasihi, tentunya saling menghargai
dan saling menghormati satu dengan yang lain.
Pada butir ke 4 di atas, tampaklah bahwa kompetensi sosial
mutlak dimiliki seorang guru. Yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah
kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul
secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan,
orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar (Standar Nasional
Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat 3 butir d). Karena itu guru harus dapat
berkomunikasi dengan baik secara lisan, tulisan, dan isyarat; menggunakan
teknologi komunikasi dan informasi; bergaul secara efektif dengan peserta
didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik;
bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.
Memang
guru harus memiliki pengetahuan yang luas, menguasai berbagai jenis bahan
pembelajaran, menguasai teori dan praktek pendidikan, serta menguasai kurikulum
dan metodologi pembelajaran. Namun sebagai anggota masyarakat, setiap guru
harus pandai bergaul dengan masyarakat. Untuk itu, ia harus menguasai psikologi
sosial, memiliki pengetahuan tentang hubungan antar manusia, memiliki
keterampilan membina kelompok, keterampilan bekerjasama dalam kelompok, dan
menyelesaikan tugas bersama dalam kelompok.
Sebagai individu yang berkecimpung dalam pendidikan dan juga
sebagai anggota masyarakat, guru harus memiliki kepribadian yang mencerminkan seorang
pendidik. Guru harus bisa digugu dan ditiru. Digugu maksudnya bahwa pesan-pesan
yang disampaikan guru bisa dipercaya untuk dilaksanakan dan pola hidupnya bisa
ditiru atau diteladani. Guru sering dijadikan panutan oleh masyarakat, untuk
itu guru harus mengenal nilai-nilai yang dianut dan berkembang di masyarakat
tempat melaksanakan tugas dan bertempat tinggal.
Sebagai
pribadi yang hidup di tengah-tengah masyarakat, guru perlu memiliki kemampuan
untuk berbaur dengan masyarakat misalnya melalui kegiatan olahraga, keagamaan,
dan kepemudaan. Keluwesan bergaul harus dimiliki, sebab kalau tidak,
pergaulannya akan menjadi kaku dan berakibat yang bersangkutan kurang bisa
diterima oleh masyarakat.
Bila guru memiliki kompetensi sosial,
maka hal ini akan diteladani oleh para murid. Sebab selain kecerdasan
intelektual, emosional dan spiritual, peserta didik perlu diperkenalkan dengan
kecerdasan sosial (social intelegence), agar mereka memiliki hati nurani, rasa
perduli, empati dan simpati kepada sesama. Pribadi yang memiliki kecerdasan
sosial ditandai adanya hubungan yang kuat dengan Allah, memberi manfaat kepada
lingkungan, dan menghasilkan karya untuk membangun orang lain. Mereka santun
dan peduli sesama, jujur dan bersih dalam berperilaku.
Sumber kecerdasan adalah intelektual sebagai pengolah
pengetahuan antara hati dan akal manusia. Dari akal muncul kecerdasan
intelektual dan kecerdasan bertindak yang memandu kecerdasan bicara dan kerja.
Sedangkan dari hati muncul kecerdasan spiritual, emosional dan sosial.
Sosial inteligensi membentuk manusia yang setia pada
kebersamaan. Apabila ada satu warganya yang menderita merupakan penderitaan
bersama. Sebaliknya apabila ada kebahagiaan menjadi/merupakan kebahagiaan
seluruh masyarakat. Dalam tingkatan nasional, sosial intelegensi membimbing
para pemimpin untuk selalu peka terhadap kesulitan rakyatnya dengan
mengutamakan kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat.
Cara mengembangkan kecerdasan sosial di
lingkungan sekolah antara lain: diskusi, hadap masalah, bermain peran, kunjungan
langsung ke masyarakat dan lingkungan sosial yang beragam. Jika kegiatan dan
metode pembelajaran tersebut dilakukan secara efektif maka akan dapat
mengembangkan kecerdasan sosial bagi seluruh warga sekolah, sehingga mereka
menjadi warga yang peduli terhadap kondisi sosial masyarakat dan ikut
memecahkan berbagai permasalahan sosial yang dihadapi oleh masyarakat.