I. PENDAHULUAN
Sistem bioreaktor anaerob merupakan sistemyang komplek dan mudah menjadi tidak stabil akibat gangguan dari luar.
Bioreaktor anaerob sendiri merupakan suatu proses biologi yang mengubah substrat atau limbah organik menjadi gas metan (CH4) dan
karbondioksida (CO2).
Salah satu tujuan dari bioreaktor adalah untuk memaksimalkan
laju gas metan yang dihasilkan, yang dapat digunakan sebagai sumber energi
alternatif. Sistem ini dipengaruhi oleh banyak variabel baik pada inputannya,
semisal jumlah substrat organik dan perubahan temperatur, maupun pada variabel
outputnya, semisal laju aliran gas metan ataupun gas karbondioksida.
Salah satu gangguan yang menjadi perhatianpada bioreaktor adalah konsentrasi Volatile
Fatty Acids (VFA) yang terdapat secara alami pada limbah organik.
Peningkatan konsentrasi VFA menyebabkan laju gas metan yang dihasilkan
meningkat sesaat, namun disisi lain menyebabkan pH sistem turun. pH sistem yang
turun dapat menyebabkan sistem tidak stabil, bahkan pada kondisi terburuk dapat
menyebabkan kondisi kematian pada mikroba dalam bioreaktor atau yang dikenal
dengan kondisi washout.
Dalam rangka memperoleh laju gas metan yang
maksimum, maka efek dari perubahan konsentrasi VFA dapat dimanfaatkan untuk
mengoptimalkan laju gas metan dengan cara melakukan perubahan set point pada bioreaktor.
Sistem kontrol prediktif adalah sistem
kontrol yang dapat memprediksi proses sampai beberapa langkah ke depan sehingga
dapat menentukan sinyal kontrol sepanjang waktu tertentu. Sistem kontrol yang
seperti ini cocok digunakan untuk mengontrol suatu sistem MIMO yang melibatkan beberapa variabel proses yang
saling berinteraksi seperti
halnya pada bioreaktor. Sistem kontrol prediktif juga memungkinkan perubahan set point dilakukan secara otomatis
Untuk melakukan perubahan set point maka diperlukan suatu strategi
pengawasan untuk mengetahui apakah sistem berada dalam kondisi stabil ataukah tidak. Salah satu teknik pengawasan yang umum
digunakan adalah Statistic Process Control (SPC), dimana tujuan utama SPC disini adalah untuk menentukan
apakah suatu sistem berada dalam kondisi terkontrol secara statistik atau
tidak. Dalam penerapan SPC untuk
sistem yang bersifat MIMO seperti plant bioreaktor ini, maka akan lebih efektif
jika menggunakan Multivariate Statistic Process Control (MSPC). Dimana salah satu grafik kontrol
yang terdapat pada MSPC adalah Multivariate Cumulative Sum (MCUSUM) yang bekerja dengan tidak hanya
memperhatikan kondisi saat ini, namun juga memperhatikan kondisi sebelumnya.
Dari paparan latar belakang di atas, maka permasalahan yang
diangkat dalam makalah ini
adalah bagaimana merancang algoritma
strategi pengawasan untuk sistem Generalized
Predictive Control (GPC) dalam rangka mengoptimalkan laju gas metan pada bioreaktor anaerob dengan menggunakan grafik kontrol MCUSUM.
Sehingga tujuan
dari makalah ini adalah dapat merancang algoritma strategi pengawasan
berdasarkan Multivariate Cumulative Sum (MCUSUM) yang berfungsi untuk mengoptimalkan
laju gas metan pada proses Bioreaktor Anaerob (MIMO) dengan tetap menjaga
kestabilan sistemnya.
Beberapa
batasan masalah yang terdapat pada makalah kali ini adalah:
1. Plant yang digunakan ialah simulator plant bioreaktor anaerob yang
kontinyu untuk mengolah limbah Venasse.
2. Variabel
yang dimonitor ialah laju
aliran gas metan dan pH
3. Data yang
digunakan untuk membangun strategi pengawasan SPC adalah data hasil simulasi model
bioreaktor
Algoritma sistem kontrol prediktif yang digunakan adalah Generalized Predictive Control (GPC)
hasil penelitian dari Katherin Indriawati [1].
II.
TEORI DASAR
2.1 Bioreaktor Anaerob
Bioreaktor anaerob merupakan suatu tangki yang efektif untuk mengolah limbah
organik pada industri, dimana hasil samping dari pengolahan limbah ini berupa
gas metan (CH4).
Proses pada bioreaktor ini dengan memanfaatkan aktifitas dari mikroorganisme pada
lingkungan tanpa udara (anaerob). Mikroorganisme dapat tumbuh dengan mengkonsumsi nutrisi
atau substrat yang tersedia, pada kondisi lingkungan (temperatur, pH) yang
mendukung. Substrat disini dapat
berupa limbah organik.
Proses yang terjadi di dalam bioreaktoranaerob adalah proses fermentasi limbah oleh mikrorganisme dan dapat pula
disebut sebagai anaerobic digestion
(pencernaan anaerob). Proses
fermentasi merupakan proses degradasi suatu komponen menjadi komponen lain yang
berbeda sifat secara kimia dan fisika yang diakibatkan kinerja dari
mikroorganisme. Anaerobic digestion (AD) juga dapat didefinisikan sebagai
konversi bahan organik menjadi gas metan, karbon dioksida, dan lumpur melalui
penggunaan bakteri dalam lingkungan yang oksigennya banyak dikurangi. Dapat
pula dikatakan bahwa AD adalah proses
penguraian senyawa organik menjadi
komponen kimia yang lebih sederhana tanpa menggunakan oksigen.
Tahapan fermentasi pada
bioreaktor anaerob dapat
dikelompokkan menjadi empat tahapan proses, yaitu hidrolisis, acidogenesis,
acetogenesis, dan metanogenesis. Deskripsi dari masing-masing proses dapat
direpresentasikan seperti gambar 1.
Gambar 1. Skema fermentasi bioreaktor anaerob [2]
Tahap
pembentukan gas metana dilakukan dengan suatu konsorsium bakteri anaerob yang
sangat spesifik dalam hal konsumsi substrat, reproduksi, pertumbuhan dan
kondisi lingkungan. Dengan demikian pada tahap ini diperlukan waktu untuk
membentuk gas metana dari asam yang sudah terbentuk. Sejumlah spesies bakteri akan
terlibat di dalam konversi organik kompleks menjadi gas metana. Untuk
mempertahankan sistem dalam keadaan anaerobic,
yang akan menstabilkan limbah organik secara efisien, bakteri metanogenesis dan nonmetanogenesis harus
dalam kesetimbangan dinamik. Untuk menciptakan kondisi demikian, reaktor
semestinya tanpa oksigen terlarut dan sulfide.
pH juga harus dijaga dalam rentan 6.6 –7.6 dan alkalinity harus cukup untuk menjamin pH tidak akan turun dibawah
6.2.
Diantara keempat tahap yang ada : hydrolisis, acidogenesis, acetogenesis,
dan metanogenesis, tahapan metanogenesis adalah tahap yang paling
lambat. Pada tahapan metanogenesis penurunan asam asetat (acetat acids) menjadi gas metana (CH4)
memerlukan waktu yang lama, sehingga jika terjadi fluktuasi yang berlebihan
dari substrat yang masuk kedalam bioreaktor maka akan dapat mengganggu
kestabilan proses. Banyaknya fluktuasi substrat
yang masuk pada kondisi tertentu dapat menyebakan kematian bakteri, peristiwa
inilah yang disebut fenomena pencucian bioreactor
(wash-out).
2.2
Multivariate Statistical Process Control (MSPC)
Statistical
process control (SPC) adalah suatu
teknik yang digunakan untuk mengevaluasi performansi suatu proses. Salah satu
perangkat SPC yang sering digunakan
adalah grafik kontrol. Pada proses kontinu, seperti di industri kimia, grafik
kontrol yang digunakan umumnya adalah grafik individual – moving range (MR),
yang merupakan salah satu jenis grafik kontrol Shewhart.
Jika
sebuah proses tidak terkontrol secara statistik, distribusi output akan
bervariasi dari waktu ke waktu. Distribuasi output proses merupakan variabel
dan tidak dapat diprediksi. Pada kasus ini, proses dipengaruhi tidak hanya oleh
variasi sebab alami, tetapi juga oleh variasi sebab khusus (special/assignable
cause variation). Variasi ini disebabkan oleh penyebab non random. Jika
diketahui penyebab variasi sebab khusus mempengaruhi proses, penyebab ini harus
diidentifikasi dan dieliminasi agar kondisi terkontrol secara statistik dapat
dipertahankan.
Pada
SPC, tujuan utama adalah menentukan
apakah suatu sistem berada pada kondisi terkontrol secara statistik atau tidak.
Jika tidak, kondisi tersebut harus dicapai dengan mengeliminasi variasi sebab
khusus. Oleh karena itu, proses harus dimonitor dan penanganan harus dilakukan
sesegera mungkin jika proses terdeteksi bergerak ke kondisi tidak terkontrol
(out of statistical control).
Namun
SPC hanya digunakan pada kasus yang
diamati dipandang sebagai univariate, yang berarti menggunakan asumsi hanya ada
satu variabel output proses yang diamati. Pada kenyataannya kebanyakan proses
monitoring ataupun kontrol melibatkan beberapa variabel yang saling
berhubungan. Menerapkan SPC untuk
setiap variabel yang berhubungan tidaklah efisien, dan dapat menyebabkan
kesimpulan yang salah [3]. Oleh karenanya perlu diterapkan SPC yang memperhitungkan antara variabel-variabel yang saling
berhubungan, yaitu Multivariate Statistic Process Control (MSPC).
MSPC ini menyederhanakan proses yang
rumit dengan banyak variabel menjadi lebih sederhana. Seperti halnya pada SPC, maka semua jenis grafik kontrol yang ada di SPC setelah dikembangkan juga terdapat
pada MSPC. Sehingga pada MSPC dikenal beberapa grafik kontrol
seperti multivariate
Shewhart, multivariate CUSUM, dan multivariate EWMA [4]
Skema kontrol MCUSUM memonitor kejadian kumulatif dari penyimpangan
atau pergeseran proses dengan menggunakan jumlah deviasi dari pengamatan
terhadap suatu titik referensi. Skema MCUSUM dapat langsung mendeteksi pergeseran yang sedang
besarnya (dalam orde 1 𝜎), bahkan
melebihi kemampuan pendekatan metode Shewhart.
Pada
MCUSUM, deviasi
kumulatif dari target diperiksa apakah tetap berada dalam batas yang ditentukan
atau tidak. Karena deviasi adalah kumulatif, CUSUM mampu mendeteksi
deviasi yang sangat kecil lebih cepat.
Cara
CUSUM kedua yang diusulkan oleh
Crosier [5] adalah CUSUM vector.
Nilai vector dapat diperoleh dengan mengganti nilai besaran scalar dari
univariate CUSUM dengan vector yang
diberikan sebagai berikut
(1)
dimana
dan
.
Cara ini menghasilkan sinyal jika
yang dipilih
berdasarkan nilai ARL in-kontrol yang telah tersedia lewat simulasi. Melihat
fakta bahwa performa ARL dari grafik ini tergantung pada non-centrality
parameter, Crosier merekomendasikan bahwa nilai
.
Kedua
CUSUM yang diusulkan oleh Crosier
memungkinkan penggunanya menggunakan perbaikan peningkatan dari CUSUM sebelumnya. Diantara metode CUSUM yang diusulkan oleh Crosier,
metode yang berdasarkan nilai vektor memilki performa ARL yang lebih baik dibanding
metode skalar [6].
III. METODOLOGI PENELITIAN
Secara umum strategi pengawasan pada bioreaktor anaerob
dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2 Diagran alir rancangan strategi pengawasan
3.1
Pembuatan Grafik Kontrol Multivariate
Cumulative Sum (MCUSUM)
Dalam makalah ini digunakan
grafik kontrol MCUSUM seperti pertama
kali diusulkan oleh Crosier (1988). Cara MCUSUM
kedua yang diusulkan oleh Crosier ini adalah CUSUM vektor. Nilai vektor dapat diperoleh dengan mengganti nilai
besaran skalar dari univariat CUSUM
dengan vector yang diberikan sebagai seperti pada persamaan (1).
Data yang digunakan dalam
grafik kontrol MCUSUM ini adalah pH
dan laju gas metan keluaran dari simulator bioreaktor anaerob. Dimana kedua variabel
diatas adalah proses variabel (PV) pada plant. Simulator tersebut adalah hasil pemodelan
bioreaktor bersifat kontinyu, yaitu limbah organic secara terus menerus masuk
ke dalam bioreaktor. Pemodelan bioreaktor tersebut berdasarkan pada persamaan yang
diperoleh dari studi literatur.
Dalam makalah ini nilai
disini diambil dari data kedua proses variabel
(PV) sepanjang waktu berjalan. Nilai
untuk pH adalah konstan sebesar tujuh
sedangkan
untuk laju gas metan diambil mengikuti dari
nilai set point yang berubah-rubah
sepanjang waktu.
Sedangkan untuk penentuan nilai
digunakan sebesar delta kali besar deviasi dibagi dua
seperti yang direkomendasikan Crosier [5]. Dimana delta yang digunakan disini adalah
sebesar dua. Disini berarti pergeseran
pada rerata proses sebesar satu kali deviasi atau lebih
dapat dideteksi secara langsung.
Gambar 3 Subsystem Simulink untuk MCUSUM.
Sinyal grafik kontrol akan
menunjukkan kondisi out of control
ketika nilai
yang didapat
melebihi nilai h.
sendiri adalah sebuah bilangan hasil T statistic dari masing-masing
variabel yang diamati yaitu antara pH dan laju gas metan pada
sistem. Nilai h disini ditentukan melalui uji coba simulasi berulang-ulang didapatkan
nilai sebesar limabelas. Dimana nilai yang cukup tinggi disini mengingat bahwa
nantinya pola perubahan
yang tampak
pada grafik kontrol MCUSUM ini, yang
diakibatkan oleh perubahan keadaan konsentrasi VFA atau pun Zin akan digunakan
untuk strategi pengawasan. Jika digunakan nilai h yang relatif kecil maka bukan tidak mungkin pola tersebut akan
tereduksi terlebih dulu sehingga tidak dapat dimanfaatkan.
3.2
Pembuatan Strategi Pengawasan
Strategipengawasan disini digunakan untuk menghasilkan perubahan set point sehingga didapat laju gas metan yang lebih optimal.
Algoritma perubahan set point dibuat
berdasarkan laju gas metan yang dihasilkan sistem. Hal ini dikarenakan hanya set point dari laju gas metan saja yang
akan dirubah-rubah. Data laju gas metan yang dihasilkan dimasukkan dalam
persamaan CUSUM baik untuk yang menghasilkan
perubahan set point naik maupun yang
menghasilkan perubahan set point
turun.
Hasil dari algoritma ini akan berupa sinyal
referensi tracking set point yang dapat
bertambah (naik) ataupun berkurang (turun) menyesuaikan dengan laju gas metan
yang dihasilkan bioreaktor yang dipengaruhi oleh kandungan alami dari limbah
yang masuk. Dalam penelitian makalah ini kandungan alami yang diasumsikan
mengalami perubahan adalah Volatile fatty
acid (VFA) dan alkalinitas total limbah.
Keluaran dari algoritma perubahan set point belum dapat langsung digunakan
secara maksimal untuk perubahan set point.
Hal ini mengingat perlu diperhatikannya juga kestabilan sistem, karena bukan tidak
mungkin penggunaan langsung dari algoritma tersebut membuat kondisi sistem
menjadi tidak stabil atau kurang baik dalam mencapai tujuan menghasilkan laju
gas metan yang optimal. Oleh karena itu algoritma tersebut harus dipadukan
dengan hasil dari grafik kontrol MCUSUM.
Logika strategi pengawasan
yang digunakan adalah jika (if)
hasil MCUSUM berada dalam kondisi
diluar batas tertentu dan (and) pada
saat itu juga algoritma perubahan setpoint terdapat perubah set point maka (then) nilai perubahan setpoint tersebut diijinkan untuk dilakukan.
Sedang jika tidak diijinkan (else)
maka tidak akan terjadi perintah perubahan set
point.
3.3
Implementasi Strategi Pengawasan
Untukmengetahui efek dari implementasi Strategi pengawasan maka dalam makalah ini
dilakukan beberapa kondisi pengujian. Namun sebelumnya juga dilakukan pengujian
sistem plant bioreaktor untuk keadaan open
loop.
Hal ini untuk menunjukkan beberapa hal,
diantaranya kondisi stabil dan kondisi tidak stabil dari bioreaktor sebagai
akibat perubahan variabel yang dimanipulasi. Variabel yang dimanipulasi adalah
laju dilusi dari S2 (atau
limbah yang masuk) yaitu D1,
dan laju dilusi dari larutan penyangga (buffer)
bikarbonat, NaHCOO3, yaitu D2.
Larutan penyangga digunakan untuk mengembalikan nilai pH pada kondisi daerah
kerja (6 – 8) agar tidak terjadi kondisi washout.
Untuk pengujian pada kondisi closed loop terdapat dua kondisi
perlakuan yang diberikan. Pertama diberikan perubahan konsentrasi VFA pada
waktu ke seratus dari yang semula 93.6 mmol/l menjadi 143.6 mmol/l kemudian
pada waktu ke dua ratus menjadi 193.6 mmol/l kemudian pada waktu ke tiga ratus
turun lagi menjadi 143.6 mmol/l lalu pada waktu ke empat ratus naik menjadi
233.6 mmol/l. Pada kondisi kedua sama seperti kondisi pertama namun ditambah dengan
perubahan Zin pada waktu ke tiga ratus limapuluh dari yang semula 66.963 mmol/l
menjadi 60 mmol/l kemudian pada waktu ke empat ratus limapuluh berubah menjadi
74 mmol/l. Pengujian pada kondisi closed
loop ini dilakukan baik saat tanpa strategi pengawasan dan saat dengan
strategi pengawasan.
IV. HASIL
DAN ANALISA
4.1 Hasil Simulasi Bioreaktor Open loop
Hasil dari simulasi pemodelan
bioreaktor yang telah dibuat dapat diketahui dengan cara merubah inputan pada
bioreaktor, yaitu D1 (laju dilusi) dan D2 (laju
bikarbonat).
Gambar 4 Hasil simulator pada keadaan open loop.
Dari gambar diatas tampak
bahwa pada keadaan tersebut bioreaktor berada dalam kondisi stabil, dimana pH
nya berada diatas 6.9 dan menghasilkan gas metan.
Gambar 5. Hasil simulator dengan variasi inputan D1.
Gambar 5 adalah hasil
simulasi saat D1 yang semula sebesar 0.0142 pada saat ke seratus dirubah
menjadi 0.0145. Tampak bahwa penambahan D1 (laju dilusi) yang berarti
pengenceran menyebabkan pH menjadi turun drastis sehingga menyebabkan sistem
menjadi tidak stabil bahkan sampai keadaan washout. Tampak bahwa pada saat
tersebut tidak lagi dihasilkan gas metan.
Gambar 6. Hasil simulasi
ketika ada peningkatan konsentrasi VFA (S2)
Gambar 6 adalah hasil
simulasi saat terjadi perubahan konsentrasi VFA yang terdapat secara alami
dalam limbah, dalam hal ini dimisalkan perubahan terjadi pada saat ke tiga
ratus. Tampak bahwa adanya peningkatan konsentrasi VFA menyebabkan pH sistem
menjadi turun namun juga mengakibatkan terjadinya peningkatan laju gas metan
yang dihasilkan.
4.2
Hasil Grafik Kontrol MCUSUM
Berikut
ini adalah grafik kontrol MCUSUM yang
diaplikasikan pada kondisi closed loop.
Gambar 7. Hasil
Grafik kontrol MCUSUM.
Gambar 7 menunjukkan pola MCUSUM yang terdeteksi untuk sistem
dengan perlakuan perubahan VFA pada waktu ke 100, 200, 300, dan 400. Tampak
bahwa grafik MCUSUM dapat menunjukkan
pola pendeteksian terhadap peristiwa tersebut, yaitu berupa spike pada waktu
terjadi perubahan yang kemudian cenderung kembali ke pola semula..
Gambar 8. Hasil Grafik
kontrol MCUSUM saat terdapat
perubahan Zin
Gambar 8 menunjukkan grafik kontrol MCUSUM sistem dimana pada waktu ke 100,
200, 300, dan 400 terjadi perubahan konsentrasi VFA. Dan juga terjadi perubahan
Zin pada waktu ke 350 dan 450. Tamapak bahwa perubahan Zin pada waktu ke 350
dan 450 menyebabkan perubahan pola MCUSUM
yang cenderung naik mulai dari waktu ke 350 dan turun kembali pada waktu ke
450. Hal ini karena pola pH yang turun akibat penurunan Zin pada waktu ke 350
yang terdeteksi semakin out of control tetapi kemudian Zin dinaikkan kembali
pada waktu ke 450 sehingga pH mendekati ke arah stabil sehingga MCUSUM pun mendeteksi pola penurunan.
4.3
Hasil Implementasi Strategi Pengawasan
Pada
bagian ini akan ditampilkan hasil simulasi sistem bioreaktor ketika tanpa
menggunakan strategi pengawasan dan dengan strategi pengawasan.
Gambar 9. Hasil laju gas metan simulasi
tanpa strategi pengawasan.
Gambar 9 adalah hasil
simulasi bioreaktor tanpa strategi pengawasan. Dimana dalam simulasi diberikan
perubahan konsentrasi VFA limbah pada waktu ke 100, 200, 300, dan 400. Serta
perubahan Zin pada waktu ke 350 dan 450. Dari gambar tampak bahwa pada waktu
100, 200, dan 400 terjadi perubahan laju gas metan yang dihasilkan namun karena
set point yang digunakan tetap, maka
PV akan berusaha kembali ke set point.
Gambar 10. Hasil pH simulasi tanpa ada
strategi pengawasan
Seperti halnya gambar 9.
Grafik respon diatas didapat pada perlakuan yang sama. Dimana tampak bahwa pada
waktu 100, 200, dan 400 terjadi penurunan pH karena konsentrasi VFA yang
meningkat. Tampak bahwa tanpa strategi pengawasan dalam hal ini respon pH
cenderung jauh dari set point pH
sebesar 7.
Gambar 11. Hasil laju gas metan simulasi
dengan strategi pengawasan.
Tampak pada grafik respondiatas untuk perlakuan yang sama seperti pada gambar 8. bahwa dengan adanya
strategi pengawasan dapat menyebabkan perubahan nilai set point yang otomatis dan cenderung mengikuti pola akibat
perubahan VFA yang terjadi, sehingga jika dibandingkan dengan yang tanpa
strategi pengawasan tampak jelas bahwa laju gas metan yang dihasilkan akan
meningkat dan berusaha mengejar set point
yang diberikan. Tampak bahwa untuk perlakuan yang sama set point terakhir berada pada kisaran 3.8 dibandingkan dengan 2.74
yang tetap tanpa perubahan set point.
Dari hasil gambar 12 jika
dibandingkan dengan gambar 10. tampak bahwa kecenderungan pH tidak lagi
meningkat terus namun sempat turun dikarenakan adanya perubahan set point pada laju gas metan. Tampak
bahwa pada waktu ada perubahan VFA seperti pada waktu ke 300 menyebabkan pH
turun sehingga tidak terus naik seperti pada gambar 4.7.
Gambar 12. Hasil pH simulasi
saat dengan strategi pengawasan.
Hal lain yang diamati disini
adalah total produksi gas metan yang dihasilkan selama simulasi untuk keadaan
yang sama, dalam hal ini yang dibandingkan adalah berdasarkan gambar 9. dan
gambar 11. Total gas metan yang dihasilkan ketika tanpa strategi pengawasan
(gambar 9.) adalah 1375.0805 l sedang dengan strategi pengawasan akan
menghasilkan 1706.6492 l Sehingga dengan adanya strategi pengawasan ini
diperoleh peningkatan produksi gas metan sebesar 331.5687 l atau 24.11%.
V.
KESIMPULAN
Dari penelitian
yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
·
Telah berhasil dibuat strategi pengawasan yang dapat
melakukan perubahan set point secara
otomatis pada sistem.
· Dapat dihasilkan
peningkatan laju gas metan yaitu set
point pada sekitar 3.8 mmol/l/hari, dibanding tanpa strategi pengawasan
yang hanya 2.74 mmol/l/hari sesuai settingan awal.
· Dengan strategi pengawasan untuk waktu yang
sama diperoleh peningkatan produksi gas metan sebesar 331.5687 mmol/liter atau
24.11%. Dari yang sebelumnya sebesar 1375.0805 mmol/liter menjadi 1706.6492 mmol/liter.
DAFTAR PUSTAKA
[1] K.
Indriawati, Multivariable Predictive Control of The Anaerob Digestion Based
Generalized Predictive Control Algorithm. Seminar Nasional APTECS,
Surabaya, 2009
[2] J.F.Béteau, T. Soehartanto, F. Chaume., ”Model
Based Selection of An Appropriate Control Strategy Application To An Anaerobic
Digester”. Mathematical Modelling of
Systems Vol. 1, No. 1, pp. 000-111., 1996
[3] D.C. Montgomery, Introduction to Statistical
Quality Control, 5th ed., John Wiley & Sons, NY, 2005
0 Response to "KUMPULAN MAKALAH INDUSTRI IMPLEMENTASI METODE MULTIVARIATE CUMULATIVE SUM (MCUSUM) UNTUK PENENTUAN SETPOINT KONTROL PREDIKTIF PADA BIOREAKTOR ANAEROB"
Post a Comment