1.1 Latar Belakang
Perkembangan
perusahaan yang semakin meningkat pesat mengakibatkan semakin meluasnya unit usaha
yang berada dalam jangkauannya. Meluasnya unit usaha dalam perusahaan menuntut
pihak manajemen atau pemilik untuk menentukan orang-orang tertentu yang mampu dan bersedia diberi
tanggungjawab yang lebih dalam pengelolaan unit usaha tersebut.
Terutama
untuk perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek, kompleksitas yang ada pada
perusahaan tersebut relatif tinggi diantaranya adalah jumlah karyawan yang
banyak, lokasi atau wilayah operasional yang luas, dan pengelolaan yang lebih
profesional karena perusahaan tersebut adalah perusahaan yang sahamnya dimiliki
umum, maka masyarakat umum tersebut senantiasa akan memantau setiap
perkembangan usahanya. Luasnya perusahaan menuntut adanya pemberian wewenang
atau tanggung jawab kepada bawahannya untuk menjalankan usaha yang lebih
profesional. Pembagian wewenang yang diberikan atasan atau pemilik kepada
bawahan/manajer disebut dengan desentralisasi. Galbraith (1973) mengungkapkan
bahwa perlu adanya pemberian atau pembagian kekuasaan yang terdesentralisasi,
karena dalam struktur yang terdesentralisasi para manajer atau bawahan
diberikan wewenang dan tanggungjawab yang lebih besar dalam pengambilan
keputusan dan melakukan kegiatan, hal ini berbeda jika dalam struktur yang
tersentralisasi. Dengan adanya pembagian kekuasaan yang terdesentralisasi, maka
para manajer memiliki kesempatan untuk berpartisipasi secara aktif dalam proses
penyusunan anggaran.
Waterhouse
dan Tiessen (1978) mendefinisikan desentralisasi sebagai pendelegasian wewenang
atau pembagian kekuasaan pada tingkatan yang lebih rendah dalam organisasi
untuk memberikan bidang kekuasaan yang luas atau kebijaksanaan-kebijaksanaan
atas kegiatan perusahaan. Desentralisasi ini mungkin hanya terjadi sebagai
akibat adanya tanggapan terhadap kondisi lingkungan atau teknologi dalam
subunit organisasi khusus. Dengan demikian, desentralisasi dibutuhkan untuk
mengantisipasi lingkungan yang semakin komplek dan penuh dengan ketidakpastian.
Tingkat ketidakpastian yang lebih tinggi dapat diantisipasi selain dengan
sistem anggaran yang fleksibel, juga dengan pembagian kekuasaan dalam struktur
organisasi.
Luthans
(2002) menyatakan bahwa adanya pelimpahan wewenang atau tanggungjawab dalam
pelaksanaan tugas mengakibatkan manajer yang berada dibawahnya akan
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan disamping akan terjadi pemberdayaan
sumber daya manusia (bawahannya), sehingga akan meningkatkan motivasi manajer
dalam melaksanakan kegiatannya yang pada akhirnya secara signifikan akan
memiliki pengaruh positif terhadap peningkatan kinerjanya.
Peningkatan motivasi yang ada pada seseorang akan
memberikan dampak pada orang tersebut untuk berperan aktif
didalam setiap aktifitasnya guna mencapai kinerja yang diinginkan. Hal ini
sejalan dengan Mitchell (1982) yang menyatakan bahwa motivasi sebagai derajat,
sampai dimana seorang individu ingin dan berusaha untuk melaksanakan suatu
tugas atau pekerjaan dengan baik Apabila seorang manajer memiliki motivasi yang
tinggi, maka secara sukarela ia akan memperbaiki aktifitasnya jika apa yang
dicapai tidak sesuai dengan apa yang diharapkan atau direncanakan, begitu juga
sebaliknya. Hal ini sesuai dengan teori Cognitive Dissonance yang
dikemukakan oleh Festinger (1957).
Motivasiyang timbul pada setiap manajer akan medorong para manajer berperan aktif atau
berpartisipasi didalam aktifitas perencanaan baik sebagai penyusun rencana,
pelaksana maupun evaluasi terhadap rencana atau anggaran yang disusun. Hanson (1966) menjelaskan bahwa Anggaran
merupakan suatu pernyataan formil yang dibuat oleh manajemen tentang
rencana-rencana baik kegiatan maupun keuangan yang akan dilakukan pada masa
yang akan datang dalam suatu periode tertentu. Setiap manajer dalam aktifitas
hariannya senantiasa dihadapkan dengan berbagai kegiatan. Agar kegiatan yang
dilakukan lebih terarah, maka diperlukan adanya suatu pedoman yang bisa dipakai
sebagai dasar untuk evaluasi hasil kegiatan yang telah dilakukan. Pedoman atau
dasar yang digunakan sebagai acuan untuk melakukan kegiatan adalah pedoman
kegiatan yang dibuat sebelum kegiatan tersebut dilaksanakan. Pedoman tersebut
dituangkan kedalam anggaran.
Schiff
dan Lewin (1970) mengemukakan bahwa anggaran yang telah disusun memilki dua
peranan, yang meliputi : (1) Anggaran berperan sebagai perencanaan, yaitu bahwa
anggaran tersebut berisi tentang ringkasan rencana-rencana kegiatan organisasi
di masa yang akan datang, dan (2) Anggaran berperan sebagai kriteria
kinerja, yaitu
anggaran dipakai sebagai sistem pengendalian untuk mengukur kinerja manajerial.
Seiring dengan peranan anggaran tersebut, Argyris (1952) juga menyimpulkan
bahwa kunci dari kinerja yang efektif adalah apabila tujuan dari anggaran
tercapai dan partisipasi dari bawahan memegang peranan penting dalam pencapaian
tujuan tersebut.
Partisipasi
manajer dalam penyusunan anggaran dapat dilihat pada tingkat seberapa jauh
keterlibatan dan pengaruh individu (manajer) dalam proses penyusunan anggaran
(Brownell (1982a)). Partisipasi penyusunan anggaran mungkin akan efektif dalam kondisi karyawan mempunyai motivasi yang
positif, begitu pula sebaliknya (Mia (1988)). Sedangkan Kinerja
manajerial yang akan dicapai oleh manajer meliputi aktifitas atau
kegiatan-kegiatan manajerial yang meliputi : perencanaan, investigasi,
pengkoordinasian, evaluasi, pengawasan, pengaturan staff (staffing),
negosiasi dan perwakilan/reprensentasi (Mahoney, dkk (1963)).
2. TINJAUAN
PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa partisipasi penyusunan anggaran
dan kinerja manajerial
memiliki hubungan positif dan signifikan diantaranya adalah Brownell (1982b)
yang melakukan penelitian lapangan terhadap 48 manajer pusat biaya tingkat
menengah yang bekerja pada perusahaan manufaktur skala besar di San Fransisco.
Brownell dan McInnes (1986) dengan menyebarkan 224 kuesioner pada manajer
tingkat menengah dan yang dianalisis akhir tinggal 108 manajer. Mia (1988)
Mengadopsi pendekatan kontinjensi untuk menguji keefektifan hubungan antara
partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja manajerial. Variabel kontinjensi
yang digunakan adalah Sikap Manajerial (terhadap pekerjaan dan perusahaan
mereka) dan motivasi (terhadap pekerjaan). Variabel kontinjensi tersebut
bertindak sebagai variabel moderating dalam hubungan antara partisipasi
penyusunan anggaran dengan kinerja manajerial. Gull dkk (1995), hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa perusahaan yang memiliki tingkat
desentralisasi yang tinggi
dalam pembagian kekuasaannya
menunjukkan
pengaruh yang positif terhadap hubungan antara partisipasi anggaran dengan
kinerja manajerial.
Penelitian
yang dilakukan di Indonesia Nazaruddin (1998) menemukan bahwa tingkat
desentralisasi yang tinggi memerlukan keselarasan dengan dukungan informasi
akuntansi manajemen agar meningkatkan kinerja manajerial. Demikian pula Riyadi
(2000) menemukan bahwa motivasi tidak dapat berperan sebagai variabel
moderating dalam hubungan antara partisipasi anggaran dengan kinerja manajerial,
sedangkan desentralisasi dapat berperan sebagai variabel moderating dalam
melihat hubungan kedua variabel tersebut.
Penelitian lain yang menunjukkan bahwa partisipasi
penyusunan anggaran mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja
manajerial tetapi sifatnya lemah atau tidak signifikan diantaranya penelitian
yang dilakukan Milani (1975) dengan menganalisis 82 manajer. Hasil penelitian
lain yang memberikan hasil serupa adalah penelitian yang dilakukan Riyanto
(1996).
2.2
Kerangka Dasar Teoritis
Kerangka
dasar teoritis yang dipakai sebagai acuan dalam pelaksanaan penelitian adalah
sebagai berikut :
2.2.1 Desentralisasi
Struktur organisasi yang dalam pembagian kekuasaannya
bersifat desentralisasi memberikan gambaran bahwa pimpinan
puncak mendelegasikan wewenang dan pertanggung jawaban pada bawahannya, dan
bawahan tersebut diberi kekuasaan atau wewenang untuk membuat berbagai macam
keputusan.
Bruns
dan Waterhouse (1975) menunjukkan bahwa manajer atau bawahan dalam organisasi
yang terdesentralisasi merasa dirinya orang yang lebih berpengaruh, lebih
berpartisipasi dalam perencanaan anggaran, dan merasa dipuaskan dengan kegiatan
yang berhubungan dengan anggaran. Sebaliknya dalam organisasi yang
tersentralisasi, manajer merasa dirinya dianggap kurang bertanggungjawab,
sedikit terlibat dalam perencanaan anggaran, dan mengalami tekanan dari atasan,
mereka merasa anggaran sebagai sesuatu yang kurang berguna dan membatasi
keleluasaan mereka (Brownell
(1982a)).
Merchant (1978) yang menguji hubungan antara sentralisasi dengan desain sistem
anggaran, menemukan dukungan yang kuat bahwa desain sistem anggaran akan
efektif dalam perusahaan yang terdesentralisasi dan keterlibatan anggota yang
lebih rendah/bawahan dalam penyusunan anggaran. Dengan demikian, kemampuan yang
dimiliki perusahaan untuk menghubungkan sistem anggaran dengan desntralisasi
dalam struktur organisasi akan menentukan kinerja manajerial (Riyanto, 1996).
Luthans
(2002) mengemukakan bahwa adanya desentralisasi memberikan relevansi pada tingkatan dibawahnya lebih berpartisipasi
dalam pengambilan keputusan. Dengan adanya desentralisasi akan terjadi
pemberdayaan karyawan (empowerment of employees) karena dalam
desentralisasi tersebut karyawan lebih banyak dilibatkan dalam berbagai
kegiatan terutama dalam pengambilan keputusan. Selain hal tersebut desentralisasi juga akan memberikan motivasi pada
bawahan untuk lebih berperan aktif dalam setiap kegiatan operasional
maupun manajerial perusahaan, yang pada akhirnya secara ekstrim merupakan
bagian penting dalam produktifitas.
2.2.2 Motivasi
Gray
dan Frederick (1984) mengemukakan bahwa motivasi merupakan hasil proses-proses
yang bersifat internal atau eksternal bagi seorang individu, yang menimbulkan
sikap entusias dan persistensi untuk mengikuti arah tindakan-tindakan tertentu.
Teori
cognitive dissonance yang dikemukakan oleh Festinger (1957) menyatakan
bahwa karyawan yang memiliki motivasi lebih baik (tinggi) akan memperbaiki
kesalahan atau rasa kekhawatiran psikologisnya, jika kinerja mereka rendah
(dibawah tingkat pengharapannya). Untuk mengurangi kesalahan dan rasa
kekhawatiran tersebut, mereka mencoba secara sukarela dengan memperbaiki
kinerja mereka (Calder dan Ross (1976); Hamner dan Organ (1978)). Partisipasi
penyusunan anggaran sebagai suatu mekanisme dalam pertukaran informasi
memungkinkan karyawan untuk memperoleh pengertian yang lebih jelas tentang
pekerjaan mereka, selain itu partisipasi tersebut juga membantu mereka untuk
memperbaiki kinerjanya (Hopwood (1976)).
Berdasarkan
uraian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa seorang manajer yang memiliki
motivasi tinggi, maka secara sukarela akan berpartisipasi aktif dalam
menyusun
anggaran guna memperbaiki ketidaksesuaian yang terjadi sebelumnya. Dengan
partisipasi yang tinggi dalam penyusunan anggaran, maka kinerja yang akan
diperoleh akan tinggi pula. Motivasi mempunyai pengaruh terhadap hubungan
antara partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja manajerial. Dalam
kelompok manajer dengan motivasi tinggi akan terdapat hubungan yang positif dan
signifikan antara partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja manajerial.
Pengaruh motivasi terhadap partisipasi dan kinerja manajerial diadopsi dari
model yang dikemukakan oleh Porter – Lawler.
2.2.3 Partisipasi Anggaran
Partisipasi
merupakan perilaku, pekerjaan, dan aktifitas yang dilakukan oleh manajer selama
aktifitas berlangsung (Barki dan Hardwick (1994)).Partisipasi yang diberikan
manajer dalam setiap aktifitasnya dapat dituangkan dalam berbagai kegiatan dan
dalam berbagai peran. Kegiatan tersebut bisa diwujudkan dalam bentuk
partisipasi terhadap proses penyusunan anggaran.
Anggaran
adalah suatu pernyataan formal yang dibuat oleh manajemen tentang rencana-rencana yang akan dilakukan pada masa
yang akan datang dalam suatu periode tertentu, dimana rencana tersebut akan
digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan kegiatan selama periode
tersebut (Hanson (1966)).
Agar
pelaksanaan anggaran sesuai dengan apa yang telah ditentukan terlebih dahulu,
maka keterlibatan dari pihak-pihak yang terkait tidak dapat dihindari lagi,
dengan kata lain partisipasi dari bawahan ikut berperan dalam penyusunan
anggaran ini.
Brownell (1982a)
menjelaskan bahwa partisipasi manajer dalam proses penyusunan anggaran
merupakan proses dimana para manajer dinilai kinerjanya dan akan memperoleh
penghargaan berdasarkan target anggaran yang dicapai, keterlibatan dan
mempunyai pengaruh pada penyusunan target anggaran tersebut.
2.2.4 Kinja Manajerial
Bernardin
dan Russel (1993) mengemukakan bahwa Performance is defined as the record of
outcomes produced on specified job function or activity during a specified time period. Dari pernyataan tersebut dapat diterjemahkan yaitu bahwa performance
(kinerja) menekankan pada pengertian prestasi sebagai hasil keluaran
(outcome) dari suatu pekerjaan dan kontribusi mereka pada organisasi (result
oriented).
Kinerja
manajerial yang diperoleh manajer merupakan salah satu faktor yang dapat
dipakai untuk meningkatkan efektifitas organisasi. Ada dua metode kuesioner
yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja manajerial yaitu : a. Kuesioner “selfrating” yaitu penilaian kinerja manajerial yang dilakukan oleh manajer yang
bersangkutan, kuesioner ini dikembangkan oleh Mahoney dkk. (1963). Instrumen
yang digunakan menggunakan delapan bidang aktifitas manajemen dan satu
pengukuran kinerja secara keseluruhan. Kedelapan bidang aktifitas tersebut
meliputi : perencanaan, investigasi, pengkoordinasian, evaluasi, pengawasan,
pengaturan staff (staffing), negosiasi dan perwakilan/representasi. b.
Kuesioner “superior rating”, yaitu kuesioner dimana kinerja manajer
dinilai atau dievaluasi oleh atasannya. Kuesioner “self rating” lebih sering digunakan dengan alasan : pertama “self
rating memberikan penilaian yang lebih anonymity yang tidak
dapat dijamin jika menggunakan “superior rating”, kedua, atasan/pimpinan
secara khusus kurang memberikan informasi yang baik yang bersifat lebih
subyektif (Heneman (1974)). Sedangkan kritik yang diberikan terhadap“self
rating” adalah adanya kecenderungan bias dalam kemurahan hati (leniency
bias).
Partisipasi
bawahan dalam penyusunan anggaran dan peran anggaran sebagai pengukur kinerja
memiliki kaitan yang cukup erat. Topik tersebut merupakan pokok bahasan yang
selalu menarik peneliti untuk mengetahui lebih jauh hubungan antara partisipasi
penyusunan anggaran dengan kinerja manajerial.
3.
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konseptual
Luthans
(2002) mengemukakan bahwa adanya desentralisasi memberikan relevansi pada
tingkatan dibawahnya lebih berpartisipasi dalam pelaksanaan kegiatan
pengambilan keputusan selain memberikan motivasi pada bawahan untuk
meningkatkan produktifitasnya. Pernyataan ini seiring dengan hasil penelitian
yang
Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI)
Cabang Surabaya Koordinator Jawa
Timur 9
Simposium
Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005
dilakukan oleh Bruns dan Waterhouse (1975) yang menunjukkan bahwa
manajer dalam organisasi
yang terdesentralisasi merasa dirinya orang yang lebih berpengaruh, lebih
berpartisipasi dalam perencanaan anggaran dan merasa dipuaskan dengan kegiatan
yang berhubungan dengan anggaran.
Lebih
lanjut hubungan antara motivasi, partisipasi dan kinerja manajerial, peneliti
mengadopsi dari The Porter-Lawler motivation model yang dimodifikasi
dengan hasil penelitian dan teori-teori yang mendukung penelitian.
1
|
||||||||||||||
Value of reward
|
Abilities and traits
|
Perceived equitable rewards
|
||||||||||||
.
—-----------------------------
|
-•-.^
|
M
|
||||||||||||
Intrinsic
f reward _
|
||||||||||||||
i
|
Motivation
|
—►
|
Effort
|
^
|
'
|
Perfor-
/ mance \J
|
> —►
|
Satisfactio
|
||||||
~^k-^
|
||||||||||||||
\
|
i
|
k
|
+
|
/
|
\ Extrinsic _|
reward --------- |
|||||||||
Partisipasi
|
—'
|
|||||||||||||
Perceived
effort-reward
Probability
----------- *-------
|
||||||||||||||
- . _ __ . _____
|
— ■ ~~
|
|||||||||||||
Role perceptions
|
||||||||||||||
'
|
'
|
|||||||||||||
Gambar 1 : Kerangka Berpikir Teoritis Penelitian Keterangan
:- : Dasar Teori Penelitian
Hasil penelitian
yang dilakukan Bruns dan Waterhouse (1975) dan Luthans (2002) dapat digambarkan
sebagai berikut :
^ Partisipasi
|
||||
Kinerja
|
||||
Desentralisasi
|
||||
^ Motivasi
|
||||
Gambar 2 : Kerangka Berpikir Teoritis Penelitian
Sumber : Olahan Penulis Berdasarkan
model dasar teori
yang dikemukakan dalam The Porter-Lawler
motivation
model dan
dimodifikasi dengan menggabungkan dari hasil penelitian
terdahulu, maka
kerangka konseptual penelitian digambarkan sebagai berikut :
Desentralisasi
(X1)
^\. / Partisipasi
\ 7 Kinerja \
^V Anggaran )--------- N Manajerial
.--A. (X3) J \ (Y) J
V (X2) y
Gambar
3 : Kerangka Konseptual Penelitian
Dalam penelitian ini akan dikaji tentang pengaruh
desentralisasi, motivasi, dan partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja
manajerial. Adapun penjelasan dari masing-masing variabel tersebut
adalah sebagai berikut :
1.
Desentralisasi (X1).
Variabel ini berkaitan dengan pembagian kekuasaan dan tanggungjawab
yang diberikan oleh pimpinan kepada bawahannya, dan bawahan tersebut diberi
kekuasaan atau wewenang untuk membuat berbagai macam keputusan.
2.
Motivasi (X2). Dalam
penelitian ini, motivasi adalah sebagai derajat, sampai dimana seorang individu
ingin dan berusaha untuk melaksanakan suatu tugas atau pekerjaan dengan baik
(Mitchell (1982)).
3.
Partisipasi
Anggaran (X3). Partisipasi Anggaran dalam penelitian ini adalah
upaya atau
partisipasi manajer dalam rangka penyusunan anggaran yaitu pada tingkat
seberapa jauh keterlibatan dan pengaruh individu (manajer) dalam proses
penyusunan anggaran (Brownell (1982a)).
4.
Kinerja Manajerial
(Y). Variabel ini akan diarahkan pada Kinerja manajerial dalam kegiatan-kegiatan
manajerial yang meliputi : perencanaan, investigasi, pengkoordinasian, evaluasi, pengawasan, pengaturan staf (staffing), negosiasi
dan perwakilan (reprensentasi) (Mahoney, dkk (1963)).
3.2 Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang akan diajukan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut : H1 : Ada
pengaruh langsung desentralisasi terhadap motivasi pada perusahaan go publik
yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ)
H2 : Ada
pengaruh langsung desentralisasi terhadap partisipasi anggaran
pada
perusahaan go publik yang terdaftar di Bursa Efek
Jakarta (BEJ) H3 : Ada pengaruh
langsung motivasi terhadap partisipasi anggaran pada perusahaan go
publik yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) H4
: Ada pengaruh langsung partisipasi anggaran terhadap kinerja manajerial pada
perusahaan go publik yang terdaftar di Bursa Efek
Jakarta (BEJ) H5 : Ada pengaruh
langsung desentralisasi terhadap kinerja manajerial pada perusahaan
go publik yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ)
H6 : Ada pengaruh langsung motivasi terhadap kinerja manajerial pada
perusahaan go
publik yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) H7
: Ada pengaruh tidak langsung desentralisasi terhadap partisipasi anggaran
melalui
motivasi pada perusahaan go publik yang terdaftar di
Bursa Efek Jakarta (BEJ) H8 : Ada pengaruh tidak langsung
desentralisasi terhadap kinerja manajerial melalui
partisipasi anggaran pada perusahaan go publik yang
terdaftar di Bursa Efek
Jakarta (BEJ) H9 : Ada pengaruh tidak
langsung desentralisasi terhadap kinerja manajerial melalui
motivasi pada perusahaan go publik yang terdaftar di
Bursa Efek Jakarta (BEJ) H10 : Ada pengaruh tidak langsung motivasi
terhadap kinerja manajerial melalui
partisipasi anggaran pada perusahaan go publik yang
terdaftar di Bursa Efek
Jakarta (BEJ)
4. METODE
PENELITIAN 4.1 Populasi dan Sampel
Populasi
dalam penelitian ini adalah perusahaan go publik (emiten) yang terdaftar di
Bursa Efek Jakarta (BEJ) hingga akhir 2002 berjumlah 331 emiten. Alasan
dipilihnya perusahaan go publik karena perusahaan go publik adalah perusahaan
yang memiliki asset, asas legalitas dan prospek yang bagus, dan telah memenuhi
kriteria yang telah ditetapkan oleh BAPEPAM sehingga tingkat homogenitas dari
perusahaan go publik tersebut tinggi, begitu pula karakteristik dari responden
yang dipilih relatif memiliki homogenitas yang tinggi. Dalam penelitian ini
yang akan digunakan sebagai sampel adalah perusahaan go publik yang bergerak
dibidang industri dan terdaftar di Bursa Efek Jakarta sejumlah 203 perusahaan. Dari 203 emiten yang ada,
kuesioner
yang terkirim sejumlah 154 kuesioner, dan sisanya
sejumlah 49 kembali dengan alasan alamat tidak lengkap atau pindah alamat.
Kriteria
responden yang akan dipilih sebagai anggota sampel adalah para manajer yang
berada dalam perusahaan tersebut, yang memiliki kriteria: (1) Mempunyai atasan
dan bawahan, artinya manajer tersebut akan bertanggungjawab pada atasannya
secara langsung, dan manajer tersebut juga
mempunyai bawahan yang bisa membantu didalam melaksanakan kegiatannya,
dan (2) Mempunyai sumber daya (input) yang digunakan untuk menghasilkan suatu
output (produk, jasa atau omzet penjualan). Berdasarkan kriteria tersebut, maka
responden yang akan diambil sebagai anggota sampel adalah manajer produksi dan
manajer pemasaran atau penjualan.
4.2.
Variabel Penelitian
4.2.1. Klasifikasi
Variabel
Kerangka
konseptual penelitian yang telah dijabarkan pada bab terdahulu disusun
berdasarkan rancangan kerangka berpikir teoritis dengan memperhatikan variabel
eksogen dan variabel endogen yang direncanakan. Setiap variabel endogen maupun
variabel eksogen yang merupakan variabel yang tidak secara langsung dapat
dihitung (unobservable), dan masing-masing variabel ditentukan oleh
beberapa indikator yang dapat dihitung atau dinilai (observable).
Konstruk
yang dibangun dalam diagram alur pada bab terdahulu dibedakan kedalam dua
kelompok yaitu kelompok konstruk eksogen (exogenous construct) dan
kelompok konstuk endogen (endogenous
constructs). Kontruk eksogen yang lebih dikenal sebagai source
variable atau variabel bebas (independent variables) yang diprediksi
dari indikator yang telah ditentukan sebelumnya, setiap variabel diprediksikan
oleh indikator (observable variables) pada rancangan kuesioner. Konstruk
variabel eksogen tidak diprediksi oleh variabel lain tetapi digunakan untuk
memprediksi variabel endogen dalam diagram alur. Sedangkan variabel endogen
adalah variabel yang diprediksi oleh satu atau beberapa variabel yang ada, juga
masing-maisng diprediksi oleh indikator yang ditetapkan sebelumnya.
4.2.2. Definisi
Operasional Variabel
Kuesioner
yang dikirim pada responden merupakan kuesioner yang berisi instrumen-instrumen
yang pernah digunakan dalam penelitian-penelitian sebelumnya.
Instrumen-instrumen yang berada dalam kuesioner tersebut meliputi instrumen
untuk variabel desentralisasi
diukur dengan menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Vancil (1980)., motivasi diukur dengan menggunakan instrumen yang
dikembangkan oleh Lawler, dkk (1986)., instrumen partisipasi anggaran
yang digunakan untuk mengukur variabel ini diadopsi dari Milani (1975)., dan
kinerja manajerial diukur dengan menggunakan kuesioner “self-rating” yang
dikembangkan oleh Mahoney dkk (1963).
4.3
Analisis Data
Uraian
tentang cara yang digunakan dalam menganalisis data meliputi a. uji asumsi dan
b. Model dan Teknik analisis data. Adapun uji asumsi yang dilakukan adalah uji
normalitas dan uji data outlier, sedangkan Model dan Teknik Analisis data
statistik yang dipergunakan adalah Structural Equation Modeling (SEM).
Teknik SEM digunakan untuk menguji pengaruh secara simultan masing-masing
variabel desentralisasi dan motivasi terhadap partisipasi anggaran dan kinerja
manajerial. Seluruh analisis data akan dihitung dengan menggunakan program AMOS
Version 4.01. Untuk membuat pemodelan yang lengkap, mengikut langkah yang
disarankan oleh Ferdinand (2002)
5. ANALISIS HASIL
PENELITIAN 5.1 Data Penelitian
Jumlah kuesioner
yang disebar dan dipergunakan untuk analisis lebih lanjut untuk masing-masing
jenis usaha dapat digambarkan pada Tabel 1
Tabel 1 Sampel dan Jumlah Kuesioner
|
|||||
No. 1
|
Jenis
Usaha
|
Jumlah Emiten
|
Kuesioner Dikirim
|
Kuesioner Kembali
|
Prosentase
|
Industri Dasar
|
57
|
44
|
31
|
25,20%
|
|
2
|
Aneka Industri
|
40
|
30
|
24
|
19,51%
|
3
|
Industri Konsumer
|
42
|
31
|
20
|
16,26%
|
4
|
Manufaktur
|
64
|
49
|
48
|
39,03%
|
T o
t a l
|
203
|
154
|
123
|
100%
|
Klasifikasi responden berdasarkan departemen adalah
untuk manajer produksi sebesar 52 orang (42%), pemasaran sejumlah 42
orang ( 34%), keuangan sejumlah 12 orang (10%), dan lain-lain sejumlah 17 orang
(14%). Jumlah karyawan yang dibawah tanggungjawab manajer/responden rata-rata
138,9 orang dengan kisaran antara 10 – 1400 orang. Lamanya manajer memegang
jabatan yang sekarang rata-rata 3,67 tahun dengan kisaran antara 1 – 12 tahun.
Sedangkan jenjang pendidikan terakhir dari masing-masing manajer adalah jenjang
S-3 tidak ada, jenjang S-2 sejumlah 18 Orang (15%), jenjang S-1 sejumlah 74
orang (60%), jenjang D-3/Akademi sejumlah 15 orang (12%), dan lain-lain
sejumlah 16 orang (13%).
5.1.2
Diskripsi Variabel Penelitian
Diskripsi
responden variabel desentralisasi menunjukkan bahwa total rata-rata skore
indikator variabel desentralisasi sebesar 3,13. Diskripsi responden untuk
variabel motivasi yang melekat pada manajer apabila dilihat dari dimensi maupun
indikator-indikator yang ada menunjukkan nilai rata-rata sebesar 2,61 , yang
berarti nilai tersebut berada pada titik
tingkat motivasi yang tinggi. Diskripsi respoden berdasarkan variabel partisipasi
dalam proses penyusunan anggaran menunjukkan bahwa rata-rata skore indikator
dari variabel partisipasi sebesar 2,66. Dan diskripsi respoden berdasarkan
variabel kinerja menunjukkan bahwa bahwa rata-rata skore indikator kinerja
manajerial sebesar 2,80.
5.2
Analisis SEM dan Hasil Penelitian
5.2.1 Uji Asumsi
Berdasarkan hasil pengolahan
data diperoleh bahwa keseluruhan variabel yang diamati sebaran data
bergerombol di sekitar garis uji yang mengarah kekanan atas, dan tidak ada data
yang terletak jauh dari sebaran data. Sehingga data tersebut dapat dikatakan
normal. Setelah
diolah dengan menggunakan teknik SEM diperoleh hasil bahwa terdapat 81 variabel
yang digunakan, sehingga standar jarak Mahalanobis pada derajat bebas (df)
dengan tingkat signifikansi 0,01 atau χ2
(81;0,01) = 112,329. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai jarak mahalanobis
untuk semua kasus berada dibawah 112,329, sehingga dapat disimpulkan bahwa data
yang diperoleh atau semua kasus yang ada dapat diolah lebih lanjut. Hasil jarak
mahalanobis (mahalanobis distance)
5.2.2 Uji
Validitas dan Reliabilitas
Pengujian
validitas item ini dilakukan dengan menggunakan uji korelasi Product Moment.
r Tabel dengan taraf signifikansi (95%; 123) = 0,176 dan r Tabel untuk (99%;
123) = 0,230. Sedangkan hasil dari r hitung dari masing-masing variabel yang
diamati berada lebih besar dari r Tabel., hasil pengujian menyimpulkan bahwa
keseluruhan variabel yang diamati adalah valid.
Pengujian
reliabilitas untuk multi-indikator sebagaimana dianjurkan Hair dkk (2000)
menggunakan composite reliability atau construct reliability variance.
Nilai batas yang digunakan untuk menilai sebuah tingkat reliabilitas yang dapat
diterima adalah 0,70 (70%), Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh hasil
bahwa construct reliability keseluruhan angka yang dihasilkan lebih dari
0,7, sehingga dapat dikatakan bahwa keseluruhan variabel yang diamati adalah
reliabel.
5.2.3 Model Struktural
(Pengaruh Desentralisasi, Motivasi,
dan Partisipasi
Anggaran terhadap Kinerja)
Anggaran terhadap Kinerja)
Setelah
pengukuran setiap faktor (konstruk) baik dengan first order maupun
dengan second order canfirmatory
analysis, selanjutnya dengan
memasukkan seluruh indikator yang mengukur variabel/konstruk untuk
pengujian model lengkap yang menjelaskan pengaruh Desentralisasi, Motivasi dan
Partisipasi Anggaran terhadap Kinerja dengan menggunakan Model Persamaan
Struktural (Structural Equation Modeling). Hasil pengujian dengan model
persamaan struktural disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2
Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indices Model Struktural
dengan memasukkan seluruh indikator yang mengukur variabel/konstruk
dalam model analisis.
No.
|
Goodness of Fit Indices
|
Cut-off
Value 1)
|
Hasil Model2)
|
Evaluasi Model
|
1
|
Chi-Square
|
Relatif kecil
|
879,529
|
Kurang Baik
|
2
|
Probability
|
≥ 0,05
|
0,000
|
Kurang Baik
|
3
|
RMSEA
|
≤ 0,08
|
0,088
|
Kurang Baik
|
4
|
GFI
|
≥ 0,90
|
0,719
|
Kurang Baik
|
5
|
AGFI
|
≥ 0,90
|
0,672
|
Kurang Baik
|
6
|
CMIN/DF
|
≤ 2,00
|
1,942
|
Baik
|
7
|
TLI
|
≥ 0,95
|
0,628
|
Kurang Baik
|
8
|
CFI
|
≥ 0,94
|
0,660
|
Kurang Baik
|
Sumb
|
er : 1)
Hair (1995); Bentler (1983);
Arbukle (1997) dalam Ferdinand (2002)
|
2)
Hasil Pengolahan data Dari hasil evaluasi terhadap model yang diajukan ternyata
seluruh kriteria kurang baik kecuali CMIN/DF. Dengan demikian model tersebut
perlu dimodifikasi dengan berpedoman pada modification indices. Hasil
setelah dilakukan modifikasi tampak seperti pada Tabel 3.
Tabel 3 Evaluasi
Kriteria Goodness of Fit Indices Model Struktural dengan memasukkan
seluruh indikator yang mengukur variabel/konstruk dalam model analisis,
setelah modifikasi
Sumber : 1) Hair (1995); Bentler (1983); Arbukle (1997) dalam Ferdinand (2002) 2)
Hasil Pengolahan data
Berdasarkan
Tabel 3 dapat dikemukakan bahwa evaluasi kriteria goodness of fit
indices
ada
kriteria baik dan kurang baik. Hasil ini relatif lebih baik daripada model
sebelumnya
yang belum dimodifikasi, sehingga model analisis ini untuk mengukur
|
No.
1
2 3
4
5
6 7
8
Goodness of Fit Indices
Chi-Square
Probability
RMSEA
GFI
AGFI
CMIN/DF TLI
CFI
Cut-off Value 1) Hasil
Model2)
415,314
|
Relatif kecil
≥ 0,05
|
≤ 0,08
|
0,05 0,032
≥ 0,90
|
0,844
≥ 0,90
|
0,777
≤ 2,00
|
≥ 0,95
|
1,126 0,950
≥ 0,94
|
0,963
Evaluasi Model
Baik
Baik Baik
Kurang Baik
Kurang Baik
Baik Baik
Baik
variabel/konstruk
dari model analisis dapat diterima, dan mengacu pada asas parsimony bahwa
satu atau beberapa hasil evaluasi model yang baik, maka model tersebut
mengindikasikan model yang terbentuk baik.
Untuk
menguji hipotesis Hubungan Kausal antara Desentralisasi, Motivasi dan
Partisipasi Anggaran terhadap Kinerja, berikut ini disajikan koefisien jalur
untuk menunjukkan hubungan kausal antara
variabel tersebut. Hubungan tersebut ditunjukkan dalam Gambar 4 dan
Tabel 4
Gambar 4 Koefisien Jalur untuk Model Yang Telah dimodifikasi Catatan
: S : Signifikan NS : Non-Signifikan
Tabel 4 Koefisien Jalur (Regresi terstandar) Hubungan
antar Variabel
Jalur
|
Koefisien Jalur
|
Keterangan
|
Probability (p)
0,091 0,573
|
Tidak Signifikan Signifikan
|
X1 → X2
|
X1 → X3
|
0,391 0.046
0,042
|
Signifikan
|
X2 → X3
|
0,276
0,049
|
Signifikan
|
X3 → Y
|
0,358
0,035 0,000
|
Signifikan Signifikan
|
X1 → Y
|
0,204
X2 → Y 0,768
X2 → Y 0,768
Sumber
: Hasil Pengolahan data
Berdasarkan
model lengkap (memasukkan seluruh indikator dalam model struktur) yang telah
dimodifikasi sebagaimana tersaji pada Gambar 4 dan Tabel 4, maka tampak bahwa semua koefisien jalur signifikan
dengan tingkat siginifikansi 5%, kecuali koefisien jalur untuk pengaruh
Desentralisasi terhadap motivasi (X1 → X2)
menunjukkan hasil yang tidak signifikan.
6. PEMBAHASAN
6.1
Analisis SEM dan Uji Hipotesis
Berdasarkan
data yang disajikan di Tabel 3 pada bagian terdahulu, tampak bahwa setelah
dilakukan modifikasi model analisis maka model tersebut dapat diterima. Hal ini
didukung dengan nilai evaluasi kriteria goodness of fit indices untuk
GFI = 0,844 dan AGFI = 0,777 penilaian dari masing-masing kriteria tersebut
menunjukkan nilai yang kurang baik,
sedangkan yang memiliki nilai evaluasi model yang baik adalah chi-square
= 415,314, probability = 0,05, RMSEA = 0,032, CMIN/DF = 1,126, TLI =
0,950, dan CFI = 0,963. Pembahasan untuk masing-masing hipotesis disajikan pada
penjelasan berikut ini.
6.1.1
Pengaruh Desentralisasi terhadap Motivasi
Dari
hasil penelitian menunjukkan bahwa desentralisasi mempengaruhi motivasi dengan
koefisien jalur sebesar 0,091 pada tingkat atau nilai probability –nya
sebesar 0,391. Hasil penelitian ini menunjukkan pengaruh Desentralisasi
terhadap Motivasi tidak signifikan yang berarti bahwa hasil penelitian tidak
dapat mengkonfirmasi hipotesis 1. Tidak signifikannya pengaruh desentralisasi
terhadap motivasi disebabkan beberapa kemungkinan diantaranya adalah:
1.
Persepsi yang diterima manajer dalam
pengambilan keputusan yang dilimpahkan atasan berbeda antar satu manajer dengan
manajer lain.
2.
Timbulnya motivasi seseorang bisa
disebabkan dari faktor luar atau dari dalam diri orang tersebut. Desentralisasi
merupakan faktor luar yang kebijaksanaanya dipengaruhi oleh kebijaksanaan
perusahaan, karena dari faktor luar tersebut, sehingga tidak begitu kuat
mempengaruhi motivasi manajer.
3.
Desentralisasi yang diambil dalam
penelitian ini adalah seberapa besar manajer diberi wewenang untuk mengambil
keputusan dalam berbagai aktifitas, dan desentralisasi merupakan suatu
kebijaksanaan yang melibatkan berbagai pihak dalam perusahaan serta untuk
kepentingan perusahaan sehingga desentralisasi ini tidak terlepas dengan sistem
yang ada dalam perusahaan. Sementara motivasi
merupakan aktifitas individu yang bisa berpengaruh
atau tidak berpengaruh pada sistem yang sudah ada di Perusahaan.
6.1.2 Pengaruh
Desentralisasi terhadap Partisipasi Anggaran
Dari
hasil penelitian yang disampaikan pada bagian terdahulu, bahwa desentralisasi
secara sifnifikan mempengaruhi partisipasi pada tingkat signifikansi 5%.
Koefisien jalur dari pengaruh desentralisasi terhadap partisipasi sebesar 0,573
dengan nilai probability-nya sebesar 0,046. Hasil ini juga menunjukkan
bahwa desentralisasi memiliki pengaruh yang positif terhadap partisipasi anggaran,
semakin tinggi tingkat desentralisasi dalam pengambilan keputusan yang
diberikan kepada manajer, maka semakin tinggi pula partisipasi manajer dalam
keterlibatan penyusunan anggaran.
Hasil
penelitian ini mendukung teori-teori yang telah diajukan Luthans (2002) maupun hasil penelitian terdahulu, yaitu secara
signifikan desentralisasi mempengaruhi partisipasi dengan tingkat
signifikansi 5%. Artinya semakin tinggi tingkat desentralisasi yang diberikan,
maka semakin tinggi pula partisipasi manajer dalam proses penyusunan anggaran.
6.1.3 Pengaruh
Motivasi terhadap Partisipasi Anggaran
Pada
bagian hasil penelitian menunjukkan bahwa secara signifikan motivasi
mempengaruhi partisipasi pada tingkat signifikansi 5%, koefisien jalur pengaruh
motivasi terhadap partisipasi sebesar 0,276 dengan nilai probability –nya
sebesar 0,042. Artinya bahwa adanya
perubahan suatu motivasi akan mempengaruhi partisipasi anggaran sebesar
0,276 (sesuai dengan koefisien jalur).
Porter-Lawler
mengemukakan dalam teorinya the proter-Lowler motivation model, bahwa effort
(upaya) yang akan dilakukan manajer tergantung pada seberapa besar motivasi
yang ada atau timbul pada manajer. Upaya yang dilakukan manajer dalam
penelitian ini, diarahkan pada kegiatan partisipasi guna mencapai apa yang diinginkan.
Munculnya motivasi dipengaruhi nilai penghargaan yang akan diterima (value
of reward) dan usaha yang diperoleh atau dilakukan untuk mendapatkan
penghargaan tersebut.
Tinggi
rendahnya motivasi sangat mempengaruhi usaha atau partisipasi yang akan dilakukan
manajer. Dalam teori expectancy yang dikemukakan Vroom bahwa kekuatan
yang memotivasi
seseorang untuk bekerja giat dalam mengerjakan pekerjaannya tergantung dari
hubungan timbal balik antara apa yang ia inginkan dan butuhkan dari hasil
pekerjaan itu.
6.1.4 Pengaruh
Partisipasi Anggaran terhadap Kinerja Manajerial
Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa partisipasi
manajer dalam proses anggaran secara signifikan mempengaruhi kinerja
pada tingkat signifikansi sebesar 5%. Koefisien jalur dari pengaruh partisipasi
terhadap kinerja sebesar 0,358 dengan nilai probability sebesar 0,049.
Hasil penelitian ini memberikan arti bahwa semakin tinggi partisipasi manajer
dalam proses penyusunan anggaran, maka semakin tinggi pula kinerja manajerial
yang dicapai.
Brownell (1982a) menjelaskan bahwa partisipasi manajer
dalam proses penyusunan anggaran merupakan proses dimana para
manajer dinilai kinerjanya dan akan memperoleh penghargaan berdasarkan target
anggaran yang dicapai, keterlibatan dan mempunyai pengaruh pada penyusunan
target anggaran tersebut. Tingkat keterlibatan dan pengaruh manajer dalam
proses penyusunan anggaran merupakan kondisi yang membedakan antara anggaran partisipatif dan anggaran non-partisipatif
(Milani, 1975).
Dalam
The Porter-Lawler Motivation Model dikemukakan bahwa usaha yang
dilakukan seseorang akan mempengaruhi performance (kinerja). Semakin tinggi partispasi
yang diberikan manajer dalam proses penyusunan anggaran, maka semakin tinggi
pula kinerja manajerial yang dicapai. Hasil penelitian mendukung hipotesis 4
yang dikemukakan dan memperkuat teori maupun penelitian terdahulu.
6.1.5 Pengaruh
Desentralisasi terhadap Kinerja Manajerial
Hasil
analisis data menunjukkan bahwa secara signifikan desentralisasi mempengaruhi
kinerja manajeral dengan tingkat signifikansi sebesar 5%, koefisien jalur dari
pengaruh tersebut sebesar 0,204 dengan nilai probability sebesar 0,035.
Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat desentralisasi yang
diberikan pimpinan kepada bawahan atau manajer, maka semakin tinggi pula
kinerja manajerial yang diperoleh manajer tersebut. Hal ini berarti bahwa
pembagian kekuasaan yang terdesentralisasi mendorong para manajer/bawahan untuk
berpartisipasi aktif dalam penyusunan anggaran. Partisipasi yang diberikan
manajer dalam penyusunan anggaran
akan
mengakibatkan terjadinya peningkatan kinerja manajerial yang akan dicapai oleh
manajer/bawahan.
6.1.6 Pengaruh
Motivasi terhadap Kinerja Manajerial
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa koefisien yang menerangkan pengaruh langsung Motivasi
terhadap Kinerja Manajerial sebesar 0,768 dengan nilai probability sebesar
0,000. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi
motivasi yang ada pada diri manajer, maka semakin tinggi pula kinerja
manajerial yang dicapai. Teori cognitive dissonance yang dikemukakan
oleh Festinger (1957) menyatakan bahwa karyawan yang memiliki motivasi lebih
baik (tinggi) akan memperbaiki kesalahan atau rasa kekhawatiran psikologisnya,
jika kinerja mereka rendah (dibawah tingkat pengharapannya). Untuk mengurangi
kesalahan dan rasa kekhawatiran tersebut, mereka mencoba secara sukarela dengan
memperbaiki kinerja mereka (Calder dan Ross (1976); Hamner dan Organ (1978)).
Dengan demikian hasil penelitian ini mendukung teori-teori yang ada dan peneliti terdahulu bahwa semakin tinggi
motivasi yang ada pada diri manajer, maka semakin tinggi pula kinerja
manajerial yang dicapai manajer tersebut.
6.1.7 Pengaruh
Desentralisasi terhadap Partisipasi Anggaran melalui Motivasi
Penelitian
ini memberikan hasil bahwa pengaruh desentralisasi terhadap motivasi tidak signifikan, artinya bahwa desentralisasi
tidak mempengaruhi motivasi manajerial. Dari hasil penelitian ini menunjukkan
motivasi tidak mampu berfungsi sebagai variabel antara didalam pengaruh
desentralisasi terhadap partisipasi anggaran.
Dengan tidak adanya pengaruh desentralisasi terhadap motivasi, maka
peran motivasi dalam keterkaitan ini hanya berfungsi sebagai
variabel bebas terhadap partisipasi anggaran, karena secara signifikan motivasi
berpengaruh terhadap partisipasi anggaran dengan koefisien jalur sebesar 0,276.
Hasil penelitian ini juga mengkonfirmasi hasil penelitian Milani (1975) dan Mia
(1988) yang memberikan hasil bahwa Motivasi tidak dapat berperan sebagai
variabel antara (Intervening Variable)
6.1.8 Pegaruh
Desentralisasi terhadap Kinerja Manajerial melalui Partisipasi Anggaran
Pengaruh
tidak langsung desentralisasi terhadap kinerja manajerial terlihat pada Gambar
5. Pada gambar tersebut variabel partisipasi anggaran dapat berperan sebagai moderating
variable (variabel moderator).
0,573 (S)\ /
Part iSara ai V0,358 (S)
Gambar 5 : Pengaruh X1 terhadap Y melalui X3
Berdasarkan
sajian data yang ada pada tabel 4 dan Gambar 5 dapat disimpulkan bahwa secara
langsung Desentralisasi mempengaruhi Kinerja Manajerial dengan nilai koefisien
jalur 0,204 pada tingkat siginifikansi 5%, sedangkan untuk nilai efek tidak
langsung (indirect effect) yaitu pengaruh Desentralisasi terhadap
Kinerja Manajerial melalui Partisipasi Anggaran sebesar 0,573 x 0,358 = 0,205.
Berdasarkan perhitungan tersebut terlihat bahwa nilai pengaruh total sebesar
0,204 + 0,205 = 0,409 lebih besar dari nilai efek langsung yang senilai 0,204,
hal ini menunjukkan bahwa partisipasi Anggaran dapat berperan sebagai variable moderating
yang memperkuat pengaruh Desentralisasi terhadap Kinerja Manajerial.
6.1.9 Pengaruh Desentralisasi terhadap
Kinerja Manajerial melalui Motivasi
0,091 (NS)
|
Penelitian
ini memberikan hasil bahwa pengaruh desentralisasi terhadap motivasi tidak signifikan, artinya bahwa desentralisasi
tidak mempengaruhi motivasi. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
motivasi tidak mampu berfungsi sebagai variabel antara didalam pengaruh desentralisasi terhadap kinerja manajerial.
Untuk memperjelas keterkaitan dari masing-masing variabel tersebut
disajikan Gambar 6.
Gambar 6 :
Pengaruh X1 terhadap Y melalui X2
6.1.10 Pengaruh Motivasi thdp Kinerja
Manajerial melalui Partisipasi Anggaran
Pengaruh tidak langsung motivasi terhadap kinerja manajerial
terlihat pada Gambar 7. Pada gambar tersebut variabel
partisipasi anggaran dapat berperan sebagai intervening variable (variabel
antara).
Berdasarkan
sajian data yang ada pada Tabel 4 dan Gambar 7 dapat disimpulkan bahwa secara
langsung Motivasi mempengaruhi Kinerja Manajerial dengan nilai koefisien jalur
0,768 pada tingkat siginifikansi 5%, sedangkan untuk nilai efek tidak langsung
(indirect effect) yaitu pengaruh Motivasi terhadap Kinerja Manajerial
melalui Partisipasi Anggaran sebesar 0,276 x 0,358 = 0,099. Berdasarkan
perhitungan tersebut terlihat bahwa nilai pengaruh total adalah sebesar 0,768 +
0,099 = 0,867 adalah lebih besar dari nilai efek langsung yang senilai 0,768 ,
hal ini menunjukkan bahwa partisipasi Anggaran dapat berperan sebagai variabel moderating
yang memperkuat pengaruh Desentralisasi terhadap Kinerja Manajerial.
7. Simpulan dan
Keterbatasan Penelitian 7.1 Simpulan
Penelitian
yang dilakukan adalah melihat pengaruh desentralisasi, motivasi dan partisipasi
anggaran terhadap kinerja manajerial, yang mana topik ini merupakan penelitin yang ikut memberikan khasanah dalam
ilmu Akuntansi manajemen khususnya Akuntansi Keprilakuan.
Kerangka
konseptual penelitian mengadopsi teori yang dikemukakan oleh Luthans (2002) dan
The Porter-Lawler motivation model. Teori tersebut disentesakan atau
digabung dan disesuaikan dengan obyek penelitian, sehingga kerangka konseptual
tersebut menjadi dasar teoritis dalam pelaksanaan penelitian selain didukung
dengan penelitian terdahulu. Setelah dilakukan pengolahan, analisis dan
pembahasan, maka hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa dari
10 (sepuluh) hipotesis
yang diajukan, terdapat tiga hipotesis yang tidak
signifikan yaitu hipotesis 1, 7, dan 9, sedangkan hipotesis lainnya memberikan
hasil yang signifikan.
7.1 Keterbatasan Penelitian
Rancangan
konseptual model penelitian merupakan kombinasi dari teori maupun hasil
penelitian terdahulu. Teori yang diadopsi merupakan penggalan atau bagian dari The
Porter-Lawler Motivation Model. Adanya penggalan teori ini dikhawatirkan
akan memberikan pengaruh dalam hasil atau kesimpulan yang akan dikemukakan,
sehingga apabila hasil penelitian telah diperoleh, maka harus berhati-hati
didalam mengeneralisasi hasil penelitian.
Sampel
yang dipilih dalam penelitian ini adalah perusahaan industri yang telah
mendaftarkan diri sebagai perusahaan go-publik yang terdaftar di Bursa Efek
Jakarta (BEJ). Asumsi dipilihnya jenis usaha ini karena jenis usaha industri
merupakan aktifitas usaha yang relatif kompleks dalam operasional hariannya
diantaranya adalah aktifitas produksi yang melibatkan jumlah tenaga kerja yang
banyak, target produksi yang ditentukan baik meliputi kuantitas produksi maupun
kualitas produk yang dihasilkan serta target pemasaran yang harus diraih.
Melihat hal tersebut responden yang dituju adalah manajer produksi dan manajer pemasaran,
namun dalam kenyataannya responden yang telah mengembalikan kuesionernya
terdiri dari manajer yang berada dalam beberapa , yaitu departemen produksi
(42%), Pemasaran (34%), Keuangan (10%), dan lain-lain (17%). Keanekaragaman
departemen yang ada dikhawatirkan mempengaruhi persepsi responden dalam
memberikan jawaban pada kuesioner.
Variabel
motivasi mengacu pada teori yang dikemukakan Vroom yaitu teori expectancy, dimana dalam teori tersebut Motivasi dikelompokkan kedalam tiga
dimensi yaitu expectancy (E→P, instrumentality (P→O), dan valence.
Teori ini akan memberikan makna yang
berbeda jika teori motivasi yang digunakan berbeda, misalnya teori
keadilan (equity theory) atau teori yang lain.
Variabel kinerja dalam pengukurannya menggunakan self
rating atau self assessment yaitu penilaian
kinerja terhadap dirinya sendiri. Dalam pengukuran ini ada kecenderungan
individu tersebut memberikan nilai lebih baik pada dirinya sendiri
(leniancy bias), hal ini wajar karena
menyangkut kepentingan dan subyektifitas diri. Kondisi seperti ini sulit untuk
dihindari dan merupakan suatu sebagai konsekuensi kodrat manusia. Tidak menutup
kemungkinan akan memberikan hasil yang berbeda jika penilaian atau pengukuran kinerja manajerial menggunakan superior
rating atau penilaian kinerja yang dilakukan oleh atasannya
langsung
Argyris.
C., 1955, Organizational Leadership and Participation Management, The
Journal of Business, Vol. XXVII (january) : 1-7
Barki,
H, dan J. Hartwick, 1994, Measuring User Participation, user Involvement, and
user Attitude, MIS Quarterly, Maret : 59-62
Bass,
B. M. and Leavitt, H. J. 1963. Some experiments in Planning and Operating. Management
Science (July) Vol. 9. No. 4: 574-585
Bernardin,
H. John and Russe, E.A, 1993, Human Resources Management : An Experiential
Approach, Singapore, Mc Graw-Hill International Editions.
Birnberg,
J. G. Shields, M. D. and Young , S. M. 1990. The Caso for Multiple Methods in
Empirical Management Accounting Research (With An Illustration From Budget
Setting). Journal of Management Accounting Research Vol. 2: 33-66
Brownell,
P. 1981. Participation in Budgeting, Locus of Control and Organizational
Effectiveness. The Accounting Review, Vol. LVI No. 4 (October) : 844-860
Brownell.
P., 1982a, Participation in the Budgeting Process: When It Works and When It
Doesn’t, Journal of Accounting Literature, Vol 1: 124-153
Brownell.
P., 1982b, The Role of Accounting Data in Performance Evaluation, Budgetary
Participation, and Organizational Effectiveness, Journal of Accounting
Research, Vol. 20 (Spring): 12-27
Brownell.
P., and McInnes. M., 1986, Budgetary Participation, Motivation, and Managerial
Performance, The Accounting Review, Vol. LXI, October: 587-600
Bruns.
W. J., and Waterhouse. J. H., 1975, Budgetary Control and Organization
Structure, Journal of Accounting Research, Vol. 13 No. 2 (Autumn):
177-203
Bryan,
J. and Locke, E. A. 1967. Goal Setting as a Means of Increasing Motivation. Journal
of Applied Psychology. (June) : 274-277
Calder.
B. J., and Ross. M., 1976, Attitudes: Theories and Issues (Morristown,
NJ: General Learning Press)
Chia
Y. M., 1995, Decentralization, Management Accounting Systems (MAS) Information
Characteristic and Their Interaction Effects on Managerial Performance : A
Singapore Study, Journal of Business Finance and Accounting, Sept :
811-830
Emory.
G dan Cooper C., 1995, Business Research Method, 5th ed,
Richard Irwin, Chicago.
Ferdinand,
Augustin, 2000, Structural Equation Modeling Dalam Penelitian Manajemen.
Aplikasi Model-Model Rumit dalam Penelitian untuk tesis S-2 & Disertasi
S-3, Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Ferdinand,
Augustin, 2002, Structural Equation Modeling Dalam Penelitian Manajemen.
Aplikasi Model-Model Rumit dalam Penelitian untuk tesis Magister dan Doktor,
Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Festinger. L. A., 1957, Theory of Cognitive Dissonance,
(Evanston, IL: Row-Peterson)
Galbraith,
J. R., 1973, Designing Complex Organizations (Reading, Mass :
Addison-Wesley)
Govindarajan,
V. 1986b. Decentralization, Strategy, and Effectiveness of Strategic Business
Units in Multi-Business Organizations. Academy of Management Review 11 :
844-856
Govindarajan.
V. 1986a. Impact of Participation in the Budgetary Process on Managerial
Attitides and Performance: Universalistic and Contengency Perspective. Decision
Sciences : 496-516
Graddick
Mirian, M., Pamela Lane, 1998, Evaluating Executive Performance, Performance
Appraisal, p. 370-403
Gray,
Jerry I., Frederick A. Starke; 1984, Organizational Behavior, Concepts and
Applications, Charles E. Merill Publishing Company, Columbus.
Gul.
F.A., Tsui. J.S.L., Fong S.C.C., and Kwok. H.Y.L., 1995, Decentralization as a
Moderating Factor in the Budgetary Participation-Performance Relationship: Some
Hongkong Evidence, Accounting and Business Research, Vol. 25: 107-113
Hamner.
W. C., and Organ. D. W., 1978, Organizational Behaviour, an Applied Psychological
Approach (Business Publication)
Hanson.
E.I., 1966, The Budgetary Control Function, The Accounting Review,
April: 239-243
Hasibuan,
Malayu, 2001, Organisasi & Motivasi : dasar Peningkatan Produktivitas,
Bumi Aksara, Jakarta
Heneman
H. G., 1974, Comparisons of Self and Superior Ratings of Managerial
Performance, Journal of Applied Psychology, Vol 59 : 638-642
Hoopwood. A.,
1976, Accounting and Human Behavior, (London : Haymarket)
Huck. S. W., dan W. H. Cormier., 1996, Reading
Statistics and Research, 2nd Ed, NY Harper Collins
Publishers Inc.
Indriantoro.
N., 1993, The Effect of Participative Budgeting on Job Performance and Job
Satisfaction with Locus of Control and Cultural Dimentions as Moderating
Variables, University of Kentucky, Dissertation
Kaiser.
H. F., dan J. Rice., 1974, Little Jiffy, Mark IV, Educational and
Psychological Measurement, Vol. 34, No. 1 (Spring) : 111-117
Kenis.
I, 1979, Effects of Budgetary Goal Characteristics on Managerial Attitudes and
Performance, The Accounting Review, Vol. LIV No. 4 October : 707-721
Koontz Harold and Cyrill O’Donnel, 1972, Principle of
Management : An Analysis of Managerial Function, 5 th
edition, Mc-Graw-Hill, Kogakusha Ltd., Tokyo
Lawler. E. E.,
1986, High-Involvement Management, San Fransisco: Jossey-Bass Publishers
Levinson, Harry, 1991, Appraisal of what performance,
A Harvard Business Review Paperback.
Luthans, Fred, 2002, Organizational Behavior, 9th Ed,:
McGraw-Hill Irwin. New York
McGregor,
Douglas, 1991, An uneasy look at performance appraisal, A Harvard
Business Review Paperback.
Merchant.
K. A., 1978, Departmental Budgeting : An Empirical Examinitaion of a
Contingency Model. Unpublished Doctoral Dissertation, University of California,
Barkeley, California.
Merchant.
K. A., 1981, The Design of the Corporate Budgeting System: Influences on
Managerial Behavior and Performance, , The Accounting Review, Vol. LVI
No. 4 October: 813-829
Mia.
L., 1988, Managerial Attitude, Motivation and Efectiveness of Budget
Participation, Accounting Organizations and Society Vol. 13 No. 5:
465-475
Miah.
N. Z., and Mia. L., 1996, Decentralization, Accounting Controls and Performance
of Government Organizations: A New Zealand Empirical Study, Financial
Accountability & Management, Vol. 12 (3), Agustus: 173-189
Milani.
K., 1975, The Relationship of Participation in Budget-Setting to Industrial
Supervisor Performance and Attitudes: A Field study, The Accounting Review,
April: 274-284
Mitchell.
T. R., 1982, Motivation : New Directions for Theory, Research, and Practice, Academy
of Management Review, Vol 7 No. 1: 80-88
Nazaruddin,
Itje, 1998, Pengaruh Desentralisasi dan Karakteristik Informasi Sistem
Akuntansi Manajemen terhadap Kinerja Manajerial, Jurnal Riset Akuntansi
Indonesia, (Juli), hal. 141 – 162
Nunally. D.,
1978, Psychometric Theory, New York : Mc-Graw-Hill
Pindyek.
R. S., and D. L. Rubinfeld, 1991, Econometric Models & Economic
Forecasts, Third Edition, New York : McGraw-Hill, Inc.
Riyadi,
Slamet, 2000, Motivasi dan Pelimpahan Wewenang sebagai variabel Moderating
dalam Hubungan antara Partisipasi Penyusunan Anggaran dengan Kinerja
Manajerial, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, (Juli), hal. 134 - 150
Riyanto.
B., and Ryan. D., 1996, A Test of the Effect of Attitude, Strategy, and
Decentralization on Budget Participation: A System of Fit Approach, Temple
University, Working Paper
Rockness.
H. O., 1977, Expectancy Theory in a Budgetary Setting: An Experimental
Examination, The Accounting Review, Vol. LII No. 4, October: 893-903
Santoso,
Singgih, 2002, SPSS. Statistik Multivariate, Elex Media Komputindo,
Jakarta
Schuler,
R. S. and J. S. Kim. 1976. Interactive Effect of Participation in Decision
Making, the Goal Setting Process and Feedback on Employee Satisfaction and
Performance. Academy of Management Procedings: 114-117
Searfoss,
D. G., and R. Monczka., 1973, Perceived Participation in the Budget Process and
Motivation to Achieve the Budget, Acedemy of Management Journal (December):
541-554
Shields.
M.D., and Young S.M., 1993, Antecedents and Consequences of Participative Budgeting: Evidence on the Effects of
Asymmetrical Information, Journal of Management Accounting
Research, Vol. 5: 265-280
Solimun,
2002, Multivariate Analysis. SEM, Lisrel dan Amos, Universitas Brawijaya
Malang
Steers. R. M., and Porter. L. W., 1979, Motivation
and Work Behavior, New York : Mc Graw-Hill
Sterdry,
A. C. (1960). Budget Control and Cost Behavior. Englewood Cliffs, NJ:
Prentice Hall.
Sutarto,
2000, Dasar-dasar Organisasi, Cetakan ke-19, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta
Varma
A., dkk., 1999, High Performance Work Systems : Exciting Discovery or Passing Fad ?, Human Resources Planning, Vol.
22, Issues 1st
Vroom. V. H.,
1964, Work and Motivation, New York, CA John Wiley
Walker James W., William E.R., 1999, Human Resource
Leadres : Capability Strengths and Gaps, Human Resources Planning, Vol.
22, Issues 4th
Waterhouse.
J. H., and P. Tiessen, 1978, A Contingency Framework for Management Accounting
Systems Research, Accounting, Organization and Society Vol 3: 65-76
Winardi, 2000, Asas-asas
Manajemen, Cetakan II, Mandar Maju, Bandung
Winardi,
2001, Motivasi & Pemotivasian dalam Manajemen, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta
0 Response to "MAKALAH EKONOMI PENGARUH DESENTRALISASI, MOTIVASI, DAN PARTISIPASI ANGGARAN TERHADAP KINERJA MANAJERIAL PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK JAKARTA"
Post a Comment