Pendahuluan
Masalah agensi telah menarik
perhatian yang sangat besar dari para peneliti di bidang akuntansi keuangan (Fuad, 2005). Masalah agensi timbul karena adanya konflik
kepentingan antara shareholder dan manajer, karena tidak bertemunya
utilitas yang maksimal antara mereka. Sebagai
agent, manajer secara moral bertanggung jawab untuk mengoptimalkan
keuntungan para pemilik (principal), namun disisi yang lain manajer juga
mempunyai kepentingan memaksimumkan kesejahteraan mereka. Sehingga ada kemungkinan besar agent
tidak selalu bertindak demi kepentingan terbaik principal (Jensen dan
Meckling, 1976).
Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih
banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan
datang dibandingkan pemilik (pemegang saham). Oleh karena itu sebagai
pengelola, manajer berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan
kepada pemilik. Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan
informasi akuntansi seperti laporan keuangan. Akan tetapi informasi yang
disampaikan terkadang diterima tidak sesuai dengan kondisi perusahaan
sebenarnya. Kondisi ini dikenal sebagai informasi yang tidak simetris atau
asimetri informasi (information asymetric). Asimetri informasi terjadi
karena manajer lebih superior dalam menguasai informasi dibanding pihak lain
(pemilik atau pemegang saham).
Asimetri antara manajemen (agent)
dengan pemilik (principal) memberikan kesempatan kepada manajer untuk
bertindak oportunis, yaitu memperoleh keuntungan pribadi. Dalam hal pelaporan
keuangan, manajer dapat melakukan manajemen laba (earnings management)
untuk menyesatkan pemilik (pemegang saham) mengenai kinerja ekonomi perusahaan.
Tindakan earnings management
telah memunculkan dalam beberapa kasus skandal pelaporan akuntansi yang secara
luas diketahui, antara lain Enron, Merck, WorldCom dan mayoritas perusahaan
lain di Amerika Serikat (Cornett et al,
2006). Dalam kasus Enron misalnya, Satu
dampak yang sangat jelas yaitu kerugian yang ditanggung para investor dari
ambruknya nilai saham yang sangat dramatis dari harga per saham US$ 30 menjadi
hanya US$ 10 dalam waktu dua minggu. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah
mengapa suatu perusahaan kelas dunia dapat mengalami hal yang sangat tragis
dengan mendeklarasikan bangkrut justru setelah hasil audit keuangan
perusahaannya dinyatakan “wajar tanpa syarat” (Alijoyo, 2003). Beberapa kasus
yang terjadi di Indonesia, seperti
PT. Lippo Tbk dan PT. Kimia Farma Tbk juga melibatkan pelaporan keuangan (financial
reporting) yang berawal dari terdeteksi adanya manipulasi (Gideon, 2005).
Makalah ini berupaya memberikan paparan tentang topik
tersebut dengan mengawalinya melalui pembahasan tentang teori agensi.
Pembahasan selanjutnya mengenai hubungan
asimetri informasi terhadap manajemen laba dan diakhiri dengan corporate
governance sebagai upaya untuk meminimalkan masalah keagenan.
Teori Keagenan
Teori keagenan dapat dipandang sebagai suatu versi
dari game theory (Mursalim, 2005), yang membuat suatu model
kontraktual antara dua atau lebih orang (pihak), dimana salah satu pihak
disebut agent dan pihak yang lain disebut principal. Principal
mendelegasikan pertanggungjawaban atas decision making kepada agent,
hal ini dapat pula dikatakan bahwa principal memberikan suatu amanah
kepada agent untuk melaksanakan tugas tertentu sesuai dengan kontrak
kerja yang telah disepakati. Wewenang dan tanggungjawab agent maupun principal
diatur dalam kontrak kerja atas persetujuan bersama.
Scott (2000) menyatakan bahwa perusahaan mempunyai
banyak kontrak, misalnya kontrak kerja antara perusahaan dengan para manajernya
dan kontrak pinjaman antara perusahaan dengan krediturnya. Kontrak kerja yang
dimaksud dalam penulisan makalah ini adalah kontrak kerja antara pemilik modal
dengan manajer perusahaan. Dimana antara agent dan principal ingin
memaksimumkan utility masing-masing dengan informasi yang dimiliki.
Tetapi di satu sisi, agent memiliki informasi
yang lebih banyak (full information) dibanding dengan principal di
sisi lain, sehingga menimbulkan adanya asimetry information. Informasi
yang lebih banyak dimiliki oleh manajer dapat memicu untuk melakukan
tindakan-tindakan sesuai dengan keinginan dan kepentingan untuk memaksimumkan utilitynya.
Sedangkan bagi pemilik modal dalam hal ini investor, akan sulit untuk
mengontrol secara efektif tindakan yang dilakukan oleh manajemen karena hanya
memiliki sedikit informasi yang ada. Oleh karena itu, terkadang
kebijakan-kebijakan tertentu yang dilakukan oleh manajemen perusahaan tanpa
sepengetahuan pihak pemilik modal atau investor.
Asimetri Informasi
Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih
banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan
datang dibandingkan pemilik (pemegang saham). Oleh karena itu sebagai
pengelola, manajer berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan
kepada pemilik. Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan informasi
akuntansi seperti laporan keuangan.
Laporan
keuangan dimaksudkan untuk digunakan oleh berbagai pihak, termasuk manajemen
perusahaan itu sendiri. Namun yang paling berkepentingan dengan laporan
keuangan sebenarnya adalah para pengguna eksternal (diluar manajemen). Laporan
keuangan tersebut penting bagi para pengguna eksternal terutama sekali karena
kelompok ini berada dalam kondisi yang paling besar ketidakpastiannya (Ali,
2002). Para pengguna internal (para manajemen) memiliki kontak langsung dengan entitas
atau perusahannya dan mengetahui peristiwa-peristiwa signifikan yang terjadi,
sehingga tingkat ketergantungannya terhadap informasi akuntansi tidak sebesar
para pengguna eksternal.
Situasi
ini akan memicu munculnya suatu kondisi yang disebut sebagai asimetri informasi
(information asymmetry). Yaitu suatu kondisi di mana ada
ketidakseimbangan perolehan informasi antara pihak manajemen sebagai penyedia
informasi (prepaper) dengan pihak pemegang saham dan stakeholder pada umumnya sebagai pengguna informasi (user).
Menurut
Scott (2000), terdapat dua macam asimetri informasi yaitu:
1.
Adverse
selection, yaitu bahwa para
manajer serta orang-orang dalam lainnya biasanya mengetahui lebih banyak
tentang keadaan dan prospek perusahaan dibandingkan investor pihak luar. Dan
fakta yang mungkin dapat mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh pemegang
saham tersebut tidak disampaikan informasinya kepada pemegang saham.
2.
Moral
hazard, yaitu bahwa kegiatan
yang dilakukan oleh seorang manajer tidak seluruhnya diketahui oleh pemegang
saham maupun pemberi pinjaman. Sehingga manajer dapat melakukan tindakan diluar
pengetahuan pemegang saham yang melanggar kontrak dan sebenarnya secara etika
atau norma mungkin tidak layak dilakukan.
Adanya asimetri informasi memungkinkan adanya
konflik yang terjadi antara principal
dan agent untuk saling mencoba memanfatkan pihak lain untuk kepentingan
sendiri. Eisenhardt (1989) mengemukakan tiga asumsi sifat dasar manusia yaitu:
(1) manusia pada umunya mementingkan diri sendiri (self interest), (2)
manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded
rationality), dan (3) manusia selalu menghindari resiko (risk adverse).
Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut menyebabkan bahwa informasi
yang dihasilkan manusia untuk manusia lain selalu dipertanyakan reliabilitasnya
dan dapat dipercaya tidaknya informasi yang disampaikan.
Manajemen Laba
Schipper
(1989) mendefinisikan manajemen laba sebagai suatu intervensi dengan maksud
tertentu terhadap proses pelaporan keuangan eksternal dengan sengaja untuk
memperoleh beberapa keuntungan pribadi. Fischer dan Rosenzweig (1995)
mendefinisikan manajemen laba sebagai tindakan seorang manajer dengan
menyajikan laporan yang menaikan (menurunkan) laba periode berjalan dari unit
usaha yang menjadi tanggungjawabnya, tanpa menimbulkan kenaikan (penurunan)
profitabilitas ekonomi unit tersebut dalam jangka panjang. Sedangkan menurut
Healy dan Wahlen (1999), manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan
pertimbangan (judgment) dalam pelaporan keuangan dan penyusunan
transaksi untuk merubah laporan keuangan, dengan tujuan untuk memanipulasi
besaran (magnitude) laba kepada beberapa stakeholders tentang
kinerja ekonomi perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil perjanjian (kontrak)
yang tergantung pada angka-angka akuntansi yang dilaporkan.
Healy
dan Wahlen (1999), menyatakan bahwa definisi manajemen laba mengandung beberapa
aspek. Pertama intervensi manajemen laba terhadap pelaporan keuangan dapat
dilakukan dengan penggunaan judgment, misalnya judgment yang
dibutuhkan dalam mengestimasi sejumlah peristiwa ekonomi di masa depan untuk
ditunjukan dalam laporan keuangan, seperti perkiraan umur ekonomis dan nilai
residu aktiva tetap, tanggungjawab untuk pensiun, pajak yang ditangguhkan,
kerugian piutang dan penurunan nilai asset. Disamping itu manajer memiliki pilihan untuk
metode akuntansi, seperti metode penyusutan dan metode biaya. Kedua, tujuan
manajemen laba untuk menyesatkan stakeholders mengenai kinerja ekonomi
perusahaan. Hal ini muncul ketika manajemen memiliki akses terhadap informasi
yang tidak dapat diakses oleh pihak luar.
Ada
berbagai motivasi yang mendorong dilakukannya manajemen laba. Teori akuntansi
positif (Positif Accounting Theory) mengusulkan tiga hipotesis motivasi
manajemen laba, yaitu: (1) hipotesis program bonus (the bonus plan hypotesis),
(2) hipotesis perjanjian hutang (the debt covenant hypotesis), dan (3)
hipotesis biaya politik (the political cost hypotesis) (Watts dan
Zimmerman, 1986).
Motivasi
kontrak muncul karena perjanjian antara manajer dan pemilik perusahaan berbasis
pada kompensasi manajerial dan perjanjian hutang (debt covenant).
Semakin tinggi rasio hutang/ekuitas
suatu perusahaan, yang ekuivalen dengan semakin dekatnya (yaitu semakin
ketat) perusahaan terhadap kendala-kendala dalam perjanjian hutang dan semakin
besar probabilitas pelanggaran perjanjian, semakin mungkin manajer untuk
menggunakan metode-metode akuntansi yang meningkatkan income (Belkaoui,
2000).
Motivasi
bonus merupakan dorongan manajer perusahaan dalam melaporkan laba yang
diperolehnya untuk memperoleh bonus yang dihitung atas dasar laba tersebut.
Manajer perusahaan dengan rencana bonus lebih mungkin menggunakan metode-metode
akuntansi yang meningkatkan income yang dilaporkan pada periode
berjalan. Alasanya adalah tindakan seperti itu mungkin akan meningkatkan
persentase nilai bonus jika tidak ada penyesuaian untuk metode yang dipilih
(Belkaoui, 2000). Penelitian Healy (1985) menggunakan pendekatan program bonus
manajemen, yaitu bahwa manajer akan memperoleh bonus secara positif ketika laba
berada di antara batas bawah (bogey) dan batas atas (cap). Ketika
laba berada di bawah bogey manajer tidak mendapatkan bonus, dan ketika
laba berada diatas cap manajer hanya mendapatkan bonus tetap.
Motivasi
regulasi politik merupakan motivasi manajemen dalam mensiasati berbagai
regulasi pemerintah. Perusahaan yang terbukti menjalankan praktik pelanggaran
terhadap regulasi anti trust dan anti monopoli, manajernya melakukan
manipulasi laba dengan menurunkan laba yang dilaporkan (Cahan, 1992; Jogiyanto
dan Ainun, 1998). Perusahaan juga melakukan manajemen laba untuk menurunkan laba dengan tujuan untuk
mempengaruhi keputusan pengadilan terhadap perusahaan yang mengalami damage
award (Hall dan Stammerjohan, 1997).
Selain itu Income taxation juga merupakan motivasi dalam manajemen laba
(Lilis, 2001). Pemilihan metode akuntansi dalam pelaporan laba akan memberikan
hasil yang berbeda terhadap laba yang dipakai sebagai dasar perhitungan pajak.
Asimetri Informasi dan Manajemen Laba
Schift dan Lewin (1970) dalam Hartono dan Riyanto (1997),
menyatakan bahwa agent berada posisi yang mempunyai lebih banyak
informasi mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja dan perusahaan secara
keseluruhan dibandingkan dengan principal. Dengan asumsi bahwa
individu-individu bertindak untuk memaksimalkan kepentingan diri sendiri, maka
dengan informasi asimetri yang dimilikinya akan mendorong agent untuk
menyembunyikan beberapa informasi yang tidak diketahui principal. Sehingga
dalam kondisi semacam ini principal
seringkali pada
posisi yang tidak diuntungkan.
Dalam penyajian informasi akuntansi,
khususnya penyusunan laporan keuangan, agent juga memiliki informasi
yang asimetri sehingga dapat lebih fleksibel mempengaruhi pelaporan keuangan
untuk memaksimalkan kepentingannya. Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi
keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang
bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai laporan keuangan dalam pengambilan
keputusan ekonomi (IAI, 2002). Namun karena adanya kondisi yang asimetri,
maka agent dapat mempengaruhi angka-angka akuntansi yang disajikan dalam
laporan keuangan dengan cara melakukan manajemen laba.
Corporate Governance
Dengan melihat beberapa
contoh kasus skandal pelaporan akuntansi
yang terjadi, sangat relevan bila ditarik suatu benang merah dari
kacamata corporate governance.
Corporate governanace merupakan salah satu elemen kunci dalam
meningkatkan efesiensi ekonomis, yang meliputi serangkaian hubungan antara
manajemen perusahaan, dewan direksi, para pemegang saham dan stakeholders lainnya
(OECD,1999). Corporate governance juga memberikan suatu struktur yang
memfasilitasi penentuan sasaran-sasaran dari suatu perusahaan, dan sebagai
sarana untuk menentukan teknik monitoring kinerja. Watts (2003), menyatakan
bahwa salah satu cara yang di gunakan untuk memonitor masalah kontrak dan
membatasi perilaku opportunistic manajemen adalah corporate
governance.
Prinsip-prinsip pokok corporate
governance yang perlu diperhatikan untuk terselenggaranya praktik good
corporate governance adalah; transparansi (transparency),
akuntabilitas (accountability), keadilan (fairness), dan
responsibilitas (responsibility). Transparency, dengan
meningkatkan kualitas keterbukaan informasi tentang “performance”
perusahaan secara akurat dan
tepat waktu. Accountability, dengan mendorong optimalisasi peran dewan direksi dan
dewan komisaris dalam menjalankan tugas dan fungsinya secara professional.
Praktik audit yang sehat dan independen mutlak diperlukan untuk menunjang
akuntabilitas perusahaan. Hal ini dapat dilakukan antara lain dengan
mengefektikan komite audit. Fairness, dengan memaksimalkan upaya
perlindungan hak dan perlakuan adil kepada seluruh shareholders tanpa
kecuali. Dan responsibility, dengan mendorong optimalisasi peran stakeholders
dalam mendukung program-program perusahaan (Anis Baridwan, 2003) .
Dengan menerapkan corporate governance diharapkan dapat mengurangi dorongan untuk
melakukan tindakan manipulasi oleh manajer. Sehingga kinerja yang dilaporkan
merefleksikan keadaan ekonomi yang sebenarnya dari perusahaan bersangkutan
(Jensen, 1993).
Kesimpulan
Asimetri informasi terjadi
karena manajer lebih superior dalam menguasai informasi dibanding pihak lain
(pemilik atau pemegang saham). Dengan asumsi bahwa
individu-individu bertindak untuk memaksimalkan kepentingan diri sendiri, maka
dengan informasi asimetri yang dimilikinya akan mendorong agent untuk
menyembunyikan beberapa informasi yang tidak diketahui principal.
Sehingga dengan adanya asimetri antara
manajemen (agent) dengan pemilik (principal) memberikan
kesempatan kepada manajer untuk melakukan manajemen laba (earnings
management) dalam rangka memaksimumkan
utilitynya.
Salah satu cara yang di
gunakan untuk memonitor masalah kontrak dan membatasi perilaku opportunistic
manajemen adalah corporate governance (Watts, 2003). Prinsip-prinsip pokok
corporate governance yang perlu diperhatikan untuk terselenggaranya
praktik good corporate governance adalah; transparansi (transparency),
akuntabilitas (accountability), keadilan (fairness), dan
responsibilitas (responsibility).
Berkaitan dengan masalah
keagenan, corporate governance yang merupakan konsep yang didasarkan
pada teori keagenan, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan
keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima return atas
dana yang telah mereka investasikan. Dengan kata lain corporate governance
diarahkan untuk mengurangi asimetri informasi antara principal dan agent
yang pada akhirnya dapat menurunkan tindakan manajemen laba.
Daftar Pustaka
Ali Irfan (2002). Pelaporan Keuangan dan
Asimetri Informasi dalam Hubungan Agensi. Lintasan Ekonomi Vol. XIX.
No.2. Juli 2002
Anis Baridwan. (2003). “Good Corporate Governance:
Aturan-aturan dalam Governing Mechanism”. Seminar Sehari: Issues Application
& Research In Corporate Governance Dalam Rangka Launching Pusat Studi
Corporate Governance FE UTY.
Belkoui dan Ahmed Riahi. (2000). Accounting
theory, 4th Edition, Thomson Learning.
Cahan, S.F. (1992). The Effect A Antitrust
Investigations on Discretionary Accruals A Refined Test of the Political Cost
Hipotesis. The Accounting Review. Vol. 67 No. 1. January, hal. 77-95.
Cornett M. M, J. Marcuss, Saunders dan
Tehranian H. (2006). Earnings Management, Corporate Governance, and True
Financial Performance. http://papers.ssrn.com/
Eisenhardt, Kathleem. M. (1989). Agency
Theory: An Assesment and Review. Academy of management Review, 14, hal
57-74
F. Antonius Alijoyo. (2003).
Rasio Keuangan dan Praktek Corporate Governance. http://www.fcgi.or.id.g/rasio/keuangan14-08-2002
Fuad.
(2005). Simultanitas Dan “Trade-Off” Pengambilan Keputusan
Finansial Dalam Mengurangi Konflik Agensi: Peran Dari Corporate Ownership
. Simposium Nasional Akuntansi VIII, IAI, 2005.
Fisher, Marilyn, dan Kenneth Rosenzweigh.
(1995). Attitudes of Students and accounting Practitioners Concerning the
Ethical Acceptability of Earnings Management. Journal of Business Ethics,
Volume 14, hal. 443-444
Gideon SB Boediono. (2005). Kualitas Laba: Studi Pengaruh
Mekanisme Corporate Governace dan Dampak Manajemen Laba dengan
Menggunakan Analisis Jalur. Simposium Nasional Akuntansi VIII, IAI, 2005.
Hall, Steven C. dan Wiliam W. Stammerjohan,
(1997). Damage awards and Earnings Management in The Oil Industry. The
Accounting Review. 72 (1), Januari.
Hartono, Jogiyanto dan Riyanto LS. Bambang.
(1997). “The Effect of Asimetrical Information and Risk Attitude on Insentive
Schemes: A Contigency Approach”. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Indonesia,
Vol. 12, 1: 1-12
Healy, Paul. (1985). The Effect
of Bonus Schemes on Accounting Decisions, Journal of Accounting and
Economics. 7, hal. 85-107
Healy, Paul M. and J.M. Wahlen.
(1999). A Review Of The Earnings Management Literature And Its Implications For
Standard Setting. Accounting Horizons 13, 365-383.
Ikatan Akuntan Indonesia. (2002). Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba Empat.
Jensen, M.C. (1993). The Modern Industrial
revolution, Exit, and the Failure of Internal Control System. Journal of
Finance, Vol. 48. July, hal.831-880
Jensen, Michael C. dan W.H. Meckling. (1976).
Theory of The Firm: Managerial Behavior, Agency Cost and Ownership Structure. Journal
of Financial Economics 3. hal. 305-360.
Jogiyanto Hartono dan Ainun Na’im. (1998).
The Effect of A legal Process on Management of Accruals: Further Evidences on
Management of Earnings. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, 13 (2)
Lilis Setiawati (2001). Rekayasa Akrual untuk
Meminimalkan Pajak. Simposium Nasional Akuntansi V, IAI, 2001
Mursalim.
(2005). Income Smoothing dan Motivasi Investor: Studi Empiris
pada Investor di BEJ. Simposium Nasional Akuntansi VIII, IAI, 2005.
OECD, 1999, OECD Principles of Corporate
Governance
Schipper, Katherine. (1989). Comentary
Katherine on Earnings Management. Accounting Horizon.
Scott, William R. (2000). Financial
Accounting Theory. Second edition. Canada: Prentice Hall.
Watts, Ross L. (2003). Conservatism in
Accounting Part I: Explanations and Implications. Accounting Horizon, Vol. 17: 207-221.
Watts, Ross L. dan Jerold L. Zimmerman.
(1986). Positive Accounting Theory. New Jersey: Prentice Hall
International Inc.
0 Response to "DOWNLOAD MAKALAH AKUNTANSI ASIMETRI INFORMASI DAN MANAJEMEN LABA: SUATU TINJAUAN DALAM HUBUNGAN KEAGENAN"
Post a Comment