I. PENDAHULUAN
Praktik
kapitalisme hari ini telah menjangkau hampir ke seluruh sendi kehidupan
masyarakat di Indonesia. Kehadiran mini market ALFAMART dan INDOMART di hampir
seluruh pelosok Indonesia adalah sesuatu yang sangat kasat mata untuk
membuktikan kehadiran para pemodal kuat sebagai sebuah wujud dari kapitalisme
di bumi Nusantara tercinta ini. Tentu saja ada pihak-pihak yang diuntungkan dan
dirugikan dengan praktik kapitalisme jenis ini. Bagi para pemiliknya, tentu
saja pundi-pundi uang mereka akan semakin bertambah, kehidupan mereka akan
semakin sejahtera serta kenyamanan hidup akan semakin terjamin ketersediaannya
bagi mereka. Dengan bertambahnya pundi-pundi mereka, tentu saja modal mereka semakin
kuat dan mereka semakin mampu untuk memperkaya diri mereka lagi. Di ujung sisi
jalan yang lain, para pemilik modal secukupnya hanya mampu menjadi penonton di
pinggir lapangan karena mereka tidak mampu lagi bersaing. Kehadiran ALFAMART dan INDOMART, yang
letaknya bahkan sering berhadapan-hadapan atau bahkan berdampingan, sukses
menutup kesempatan usaha para pemilik warung kecil dan mematikan kemampuan
mereka untuk melangsungkan kehidupan mereka. Tentu saja dengan praktik
kapitalisme, hal ini dianggap sebagai sesuatu yang lumrah. Karena memang
kapitalisme tidak mengenal nilai-nilai, kecuali nilai pundi-pundi keuntungan.
Jika
warung-warung kecil harus takluk di kaki mini market, maka para pedagang pasar
tradisional harus berhadapan dengan hypermarket-hypermarket bermodal besar yang
sekarang menyerbu kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Surabaya,
Medan, Semarang, dan lain-lain . Carefour, Giant, dan Hypermart menyediakan
sarana belanja yang nyaman, barang yang beragam dan harga yang murah. Konsep
harga murah ini dulu dipelopori oleh Goro dan Makro yang beroperasi agak di
pinggiran kota dan menggunakan konsep kulakan. Keberadaan hypermarket di tengah
kota, bahkan di mall mengundang tanda tanya besar karena kehadiran mereka jelas
menabrak aturan. Di negara asalnya sendiri, Prancis, Carrefour cuma boleh ada daerah pinggiran
kota, tidak di tengah kota seperti di Ratu Plaza atau Casablanca di Jakarta.
Dan bahkan Carrefour di Ciledug, sangat keterlaluan, berdiri persis
berhadap-hadapan dengan pasar tradisional dan menjual beberapa item yang sama.
Padahal sesungguhnya, sudah ada aturan yang membatasi jarak pasar modern dengan
dengan pasar tradisional sebenarnya sudah ada sejak dulu 1. Di DKI
Jakarta sendiri, Peraturan Perda DKI Jakarta Nomor 2
Tahun 2002 tentang Perpasaran Swasta di DKI Jakarta Bagian Kelima tentang Persyaratan, di Paragraf 2 tentang Luas dan
Jarak Tempat Penyelenggaraan Usaha Pasal 10, butir e menyebutkan: Usaha perpasaran swasta yang luas lantainya di atas 4.000 m2
harus berjarak radius 2,5 km dari pasar lingkungan dan harus
terletak di sisi jalan Kolektor/ Arteri 2.Namun
seperti nasib perda-perda lain yang telah dikeluarkan pemerintah, mereka tidak
pernah ditegakkan sehingga akhirnya menimbulkan kegelisahan dan keresahan
pedagang pasar tradisional yang omsetnya terancam. Apakah pemerintah kita sudah
ompong atau hanya buta karena silau melihat sogokan. Entahlah. Kapitalisme
memang bisa membutakan siapa saja.
Fenomena kehadiran mini market dan
hypermarket dan keresahan yang ditimbulkannya hanyalah sedikit dari kerakusan
korporasi yang kita ketahui yang telah dimulai sejak paham kapitalisme sudah
mulai dikenal. Korporasi bukan hanya ada di bidang ritel. Ia ada hampir di
setiap bidang kehidupan kita. Bidang industri, komunikasi, energi, kesehatan,
transportasi, dan otomotif hanyalah sebagian dari bidang-bidang yang telah
dikuasai oleh korporasi di jaman ini. Mengapa korporasi bisa begitu menggurita?
Apa ideologi di balik kejayaan dan pada saat yang bersamaan kerakusan
korporasi? Apakah ada gagasan atau ideologi baru untuk membawa keharmonisan
bagi kehidupan di jaman ini yang sudah begitu rusak oleh korporasi?
II.
ISI
A.Korporasi
Kita perlu sedikit membahas kapitalisme sebelum berbicara tentang
korporasi. Kapitalisme adalah reaksi atas feodalisme3.
Feodalisme menghasilkan ketidakpuasan karena kehidupan pada saat itu dikuasai
oleh para raja yang mempraktikkan sistem diktator, monarki absolut dan totaliterianisme. Sampai pada abad ke
18, sebelum John Locke mempropagandakan teori
pemisahan kekuasaan, kebanyakan negara (bangsa) masih
mempraktekkan sistem kerajaan yang monarki dan diktator. Salah satu masalah
penting pada masa ini adalah tidak adanya kepemilikan pribadi, baik tanah,
rumah maupun properti yang lainnya. Kalaupun kerajaan mengizinkan adanya
kepemilikan kepada kalangan bangsawan terbatas (baron dan duke), tidak ada
mekanisme perlindungan properti tersebut. Artinya, pihak kerajaan bisa mencabut
hak tersebut kapanpun mereka inginkan dan tidak ada jalur hukum yang bisa
ditempuh oleh para bangsawan. Karena tekanan-tekanan sosial semacam inilah,
terjadi ketidakpuasan terhadap sistem yang ada. Selanjutnya, terjadi
pemberontakkan di banyak tempat. Rakyat
merasa tidak adil karena hasil kerja keras mereka harus diberikan sebagai upeti
dan hanya mendapatkan sedikit dari hasil kerja keras mereka. Di lain sisi, pihak kerajaan berpendapat bahwa upeti itu pantas dibayar atas
perlindungan kerajaan terhadap keselamatan rakyatnya.Ketidakadilan dalam
tatanan ekonomi pada masa itu menyebabkan adanya sentimen untuk melahirkan
konsep kapitalisme dimana hak-hak individu akan kekayaannya dijamin oleh pihak
penguasa.
Kapitalisme adalah suatu
ideologi atau paham yang percaya bahwa modal merupakan sumber utama untuk dapat
menjalankan sistem perekonomian di suatu Negara. Dengan demikian, sistem
ekonomi Negara tersebut bersumber pada pengelolaan modal, baik itu modal milik
perorangan, milik sekelompok masyarakat, maupun milik perusahaan-perusahaan
swasta. Kapitalisme tumbuh dan berkembang di dalam situasi dan kondisi ekonomi
di abad ke-18; yaitu dalam era evolusi industri di Inggris. Penemuan penting
seperti mesin uap oleh James Watt menjadi pendorong zaman industrialisasi.
Dengan teknologi-teknologi tersebut, proses produksi di era itu menjadi jauh
lebih efisien. Salah satu faktornya adalah digantikannya tenaga manusia dengan
tenaga mesin. Biaya produksi yang dapat ditekan itu menyebabkan harga produk
yang lebih murah. Selain itu, mesin juga mampu menghasilkan kualitas produk
yang lebih baik dibandingkan hasil produksi manusia. Dengan adanya efisiensi
ini, maka muncul keinginan para pemilik modal untuk mengembangkan usahanya yang
sukses. Investasi ini menyebabkan multiplier
effect yang maksudnya adalah timbulnya sektor-sektor usaha di bidang lain.
Contoh: ketika sebuah pabrik baja berkembang dari pekerja yang jumlahnya 300
orang ke 3000 orang, maka jumlah penjaja makan siang di sekitar pabrik tersebut
pasti meningkat. Selain itu, masih banyak jenis usaha lainnya yang akan muncul,
seperti transportasi, pakaian tempat tinggal dan tempat rekreasi. Jenis usaha
semacam ini menyebabkan timbulnya kesejahteraan masyarakat lokal serta
perkembangan inovasi bisnis di area tujuan investasi tersebut.
Perkembangan ekonomi dunia setelah ideologi kapitalisme diterima dan
berkembang luas melahirkan banyak kerajaan-kerajaan baru yang disebut dengan
korporasi. Korporasi hadir ketika sekumpulan orang bermodal kuat mengumpulkan
kekuatan modal mereka untuk sebuah investasi yang sangat besar. Proyek jalur
kereta api di Amerika di abad 18 juga sebuah contoh bagaimana korporasi
terbentuk. Dengan kekuatan modal yang sangat besar, korporasi cenderung
menjelma menjadi bentuk kediktatoran baru. VOC sebagai sebuah korporasi pernah
menjadi yang terbesar di dunia. VOC memiliki 150 kapal dagang, 40 kapal perang,
50 ribu karyawan, 10 ribu prajuir angkatan darat swasta dan pembayaran dividen
sebesar 40 %. 4. Sebagai sebuah institusi, korporasi adalah sebuah
struktur unik dan tatanan otoritatif yang mengarahkan tindakan orang-orang yang
ada di dalamnya. Menurut hukum, mandat korporasi adalah memenuhi kepentingan
pribadinya secara terus menerus tanpa pengecualian, tanpa peduli apakah hal
tersebut akan membahayakan pihak lain 5. Dengan mandat hukum yang
menjadi tujuan utamanya, hari ini korporasi telah menjelma menjadi institusi
dominan ekonomi dunia. Hari ini, korporasi telah menjadi penjelmaan kapitalisme
yang paling nyata.
B. Kritik
terhadap korporasi
Kritk terhadap
korporasi kita lakukan dengan mengkritik kapitaslime terlebih dahulu. Untuk
itu, kita harus mengenal satu nama, Karl Marx. Dan kritik terhadap kapitalisme
yang ia lontarkan menghasilkan sebuah paham yang dinamakan Marxisme. Marx
menyebut mereka yang memiliki modal sebagai kaum kapital yang hidup dalam
kemewahan dan kekayaan karena ditopang oleh kaum proletar; kamu pekerja. Kaum
pekerja ini karena tidak memiliki akses modal yang cukup serta pendidikan yang
cukup harus bekerja selama berjam-jam dengan menikmati upah minim. Hasil
keringat mereka berupa barang dan jasa dihargai dengan sangat minimum.
Sedangkan hasilnya dijual oleh para pemilik modal dan mendatangkan hasil
maksimum. Dengan cara ini kaum pemilik modal terus menikamti kekayaan sedangkan
kaum proletar harus puas dengan kehidupan kumuh di pinggir-pinggir kota dengan
akses kesehatan dan pendidikan yang sangat terbatas. Namum mereka tidak punya
pilihan. Sebagai akibatnya, mereka terjebak ke dalam sistem yang terus memeras
keringat dan darah mereka untuk menopang kehidupan mewah pemilik modal. Marx berpendapat bahwa masalah ini timbul karena adanya
"kepemilikan pribadi" dan penguasaan kekayaan
yang didominasi orang-orang kaya. Untuk mensejahterakan kaum proletar, Marx
berpendapat bahwa paham kapitalisme diganti dengan paham komunisme.
Bila kondisi ini terus dibiarkan, menurut Marx kaum proletar akan memberontak
dan menuntut keadilan. Itulah dasar 6.
Ada sebuah kutipan yang sangat tepat
untuk menggambarkan kondisi para kaum kapitalis. Mahatma Gandhi pernah berkata
“Dunia mampu memenuhi kebutuhan manusia, tetapi tidak sanggup memenuhi
kerakusannya." Jika Marx terfokus
kepada sebuah pemberontakan yang hingga hari ini belum terjadi, maka ajaran
Buddha untuk menghadapi kapitalisme difokuskan kepada akar masalah kapitalisme yaitu
materialisme dan individualisme. Materialisme dan individualisme saling
berhubungan erat dimana individualisme lahir dari semangat untuk mendapatkan
dan menumpuk materi. Thich Nhat Hanh, seorang master Zen Vietnam yang sekarang
berdiam di Prancis, selalu mengatakan bahwa musuh manusia bukan manusia
melainkan ideologinya. Dan salah satu dari tiga ideologi dasar manusia yang
paling berbahaya adalah keserakahan; dua lainnya adalah kebencian dan kebodohan
batin. Putra dari keserakahan adalah
materialisme yang hari ini telah menjelma menjadi penyakit dunia. Di belahan
dunia mana saja kita lihat orang berlomba-lomba untuk memupuk harta dan
kekayaan. Buddha menekankan bahayanya keserakahan atau keinginan yang tidak
terpuaskan. “Walau seluruh dunia diserahkan, masih tiada akan memuaskan orang
yang tidak tahu syukur dan terima kasih”7. Meskipun demikian,
keserakahan korporasi tetap saja tidak pernah berkurang.
Keserakahan korporasi menciptakan
sebuah istilah yang disebut dengan sweatshop, yang diterjemahkan secara literal
ke dalam bahasa Indonesia sebagai pabrik penghasil keringat. Sebagai mahluk
psikopat, korporasi tidak mampu mengenali maupun bertindak berdasarkan
pertimbangan moral untuk menghindarkan diri dari tindakan yang membahayakan
orang lain.8 Sweatshop adalah salah satu dari tindakan yang
merugikan orang lain agar tujuan tunggal korporasi—keuntungan sebesar-besarnya
bisa tercapai. Di pabrik-pabrik penghasil produk-produk kelas dunia seperti
Nike, GAP ribuan pekerja harus bekerja dengan upah minimum—8 sen untuk satu
helai baju Nike yang dijual ke Amerika Serikat dengan harga 22,99 dolar. 9
Selain upah yang murah, sweatshop juga menghadiahkan kondisi kerja yang
memprihatikan, pekerjaan yang rutin dan
membosankan, tekanan kepada pekera, serta penggunaaan anak-anak sebagai
pekerja. Hal itu semua demi satu tujuan; memaksimalkan keuntungan untuk para
pemilik modal.
Keserakahan korporasi tidak hanya
menghadiahkan kesengsaraan bagi kaum buruh miskin, tapi juga sudah menyentuh
kaum menengah. Kebangkrutan Enron, sebuah perusahaan energi besar Amerika
karena skandal keuangan dan kecurangan-kecurangan akuntansi yang dilakukannya,
bukan hanya memukul telak kaum pekerja
rendahan di Enron yang paling merasakan penderitaan karena kehilangan
pekerjaan dan kesempatan mendapatkan penghasilan, tetapi juga karyawannya yang harus menderita karena nilai
saham mereka terus anjlok. Di awal akhir tahun 90an, selembar sahamnya bernilai
90 dolar di akhir 2001 menjadi beberapa sen saja. Selain itu, kantor akuntan
publik, Arthur Andersen, harus bubar karena mendukung skema penipuan akuntansi
yang dilakukannya Enron. Krisis ekonomi yang sekarang ini dirasakan oleh kaum
menengah juga merupakan buah dari keserakahan korporasi. Ketika perusahaan
sekelas Lehman brothers dan Washington Mutual menyatakan kebangkrutan, raksasa
Asuransi AIG yang sahamnya turun, mereka ikut menghadiahkan kebangkrutan kepada
para pemiliknya; yaitu para pemegang saham dan surat berharga yang mereka
keluarkan.
Salah satu akibat yang paling
dirasakan oleh seluruh masyarakat dunia karena praktik korporasi yang serakah
adalah kerusakan lingkungan yang berrmuara kepada perubahan iklim. Korporasi
dalam praktiknya tidak akan memperhatikan lingkungan karena hal tersebut akan
mengurangi keuntungan yang nanti mereka dapatkan. Jika sebuah korporasi
membangun sebuab pusat pengolahan limbah dan harus mengolah limbah tersebut,
maka ada biaya tambahan yang harus dibebankan kepada ongkos produksi. Ini
berarti modal menjadi lebih besar sehingga keuntungan berkurang. Dan para pemegang
saham, para pemilik modal tidak suka menerima kekurangan keuntungan. Hal lain
yang menggenaskan tentang ketidakpedulian korporasi kepada lingkungan hidup
bisa dilihat dari lokasi sisa-sisa ekstraksi sumber daya alam. Negara-negara
miskin yang memiliki kekayaan alam melimpah harus menanggung beban lingkungan
hidup yang rusak setelah tambang-tambang ditinggalkan para pemilik modal. Di
Papua Nugini, tambang besar timah dan tembaga Ok Tedi membuang 80 ribu material
beracun setiap hari ke Sungai Ok Tedi dan Sungai Fly selama sekitar 12 belas
tahun dan kegiatan esktrasi yang bernilai 12 miliar dolar. Ketika bahan
tambangnya habis, perusahaan yang mengelola tambang tersebut pergi begitu saja
tanpa memperhatikan dampak kerusakan lingkungannya. 10
III. KESIMPULAN DAN KRITIK
Korporasi telah menjadi sebuah kekuatan yang
lahir dari paham kapitalisme. Dengan kekuatan modal yang mereka miliki,
korporasi telah berhasil mengubah wajah dunia dan mempengaruhi kehidupan
manusia. Lewat korporasi tehnologi dan komunikasi, dunia menjadi begitu sempit.
Jarak tidak lagi mempengaruhi manusia di berbagai belahan dunia berkomunikasi
secara langsung. Apa yang dimakan oleh orang Amerika hari ini juga bisa
dinikmati oleh orang Indonesia. Sebut saja misalnya hamburger, hotdog, pizza
dan lain sebagainya. Korporasi juga mampu mengubah nasib suatu bangsa dengan
menanamkan modal yang besar di negara
tersebut. Ketika modal tersebut ditarik keluar, negara tersebut langsung jatuh ke
jurang kemiskinan. Dengan kekuatan modal, korporasi mampu untuk menekan
pemerintah untuk mengikuti kemauan mereka. Sebagai contoh, Papua Nugini pernah
mengesahkan undang-undang yang membuat gugatan terhadap perusahaan pertambangan
internasional luar negeri menjadi ilegal, meskipun untuk kepentingan kesehatan,
lingungan, atau hak-hal legal karena hal tersebut akan menghambat investasi
masuk ke negara tersebut (making…hal 286). Ini hanyalah satu dari sekian banyak
kejadian di berbagai belahan dunia dimana modal mampu mendikte kepentingan
banyak orang, melalui mendikte negara.
Meskipun dunia saat ini masih berada di bawah
kekuasaan kapitalisme melalui korporasi, beberapa alternatif untuk membawa
kesejahteraan bagi umat manusia masih bisa diperjuangan. Indonesia sebagai
salah satu dari 4 negara berpenduduk paling besar di dunia memiliki kapasitas
untuk membuat sebuah terobosan untuk menendang kapitalisme dan korporasi
jauh-jauh. Dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta jiwa, Indonesia telah
menjadi ladang yang subur bagi korporasi untuk menancapkan kukunya di berbagai
bidang kehidupan. Namun, itu juga kekuatan bagi Indonesia untuk bangkit
memperkuat dirinya secara ekonomi serta menggulingkan kekuasaan kapitalisme.
Bangsa Indonesia perlu belajar dari bapak koperasi, Muhamad Hatta tentang
ekonomi kerakyatan. Konsep Bank Rakyat Indonesia yang mengedepankan ekonomi
mikro dengan sukses ditiru dan dikembangkan oleh Grammen Bank, sebuah bank
untuk kaum miskin di Bangladesh. Keberhasilan Muhammad Yunus dalam
mengelola Grammen Bank dan membantu
membebaskan banyak kaum miskin dari jerat rentenir membuatnya layak menerima
hadiah nobel perdamaian tahun 2006. Ini menandakan ada alternatif baru untuk
visi ekonomi dunia dan sistem pemerataan kesejahteraan yang lebih adil daripada
sistem kapitalis yang telah terbukti menciptakan begitu banyak kehancuran dan
kerusakan bagi dunia.
Efisiensi dan penghematan adalah sebuah
alternatif lain untuk membawa kesejahteraan kepada dunia. Dengan sistem ekonomi
kapitalis, korporasi-korporasi besar
seringkali tidak efektif dan berhemat dalam penggunaan sumber daya. Mereka
terus memproduksi barang untuk menjaga ketersediaan di pasar dan menjaga
kompetisi dengan pihak pesaing. Meskipun barang yang diproduksi belum tentu
akan digunakan, tetapi prinsip bersaing untuk bisa memberikan harga termurah
membuat mereka tidak mau tahu apabila sumber daya yang digunakan sudah habis.
Hal ini bisa diatasi jika korporasi tidak melulu menggunakan uang sebagai
analisis biaya dan manfaaat. Mengapa? Karena tidak semua hal dapat dihitung
dengan uang. Kerugian karena kerusakan alam tidak dapat dihitung dengan nilai
berapapun, demikian juga dengan polusi dan kesehatan. Alternatif untuk
melakukan penghitungan analisa yang lain bisa bersumber dari ajaran Buddha yang
menjelaskan prinsip normatifnya. Prinsip normatif dalam agama Buddha, mengenai
kriteria baik dan buruk, salah satunya adalah mempertimbangkan tujuan dan
manfaat. Apa yang baik itu harus benar, bermanfaat dan tepat waktunya.11
Sumber Tulisan
1.
http://www.wikimu.com/News/Print.aspx?id=7489
2.
(http://www.tempointeraktif.com/hg/peraturan/2004/03/19/prn,2004031903,id.html
3.
Matia, Husain, Antara
Ekonomi Budak dan Ekonomi Orang Merdeka (Antara Ekonomi Kapitalis dan Ekonomi
Syariah), Big Bang, Semarang, 2005, hal 8
4.
Rais, Mohammad Amien, Selamatkan Indonesia, PPSK Press, Yogyakarta, 2008, hal 5
5.
Bakan, Joel, The
Corporation, Pengejaran Patologis terhadap Harta dan Tahta, Erlangga,
Jakarta, 2007, hal 2
6.
http://id.wikipedia.org/wiki/Marxisme
7.
Wijaya-Mukti, Krishnanda, Wacana Buddha Dharma, Yayasan Dharma Pembangunan, Jakarta, 2004 hal
397.
8.
Bakan, Joel, The
Corporation, Pengejaran Patologis terhadap Harta dan Tahta, Erlangga,
Jakarta, 2007, hal 64
9.
Bakan, Joel, The
Corporation, Pengejaran Patologis terhadap Harta dan Tahta, Erlangga,
Jakarta, 2007, hal 71
10.
Stiglitz, Joseph F, Making Globalization Work, Mizan,
Bandung, 2007, hal 285.
11.
Wijaya-Mukti, Krishnanda, Wacana Buddha Dharma, Yayasan Dharma Pembangunan, Jakarta, 2004,
hal 399
0 Response to "KUMPULAN MAKALAH FILSAFAT PENDIDIKAN KESERAKAHAN KORPORASI “SEBUAH KRITIK TERHADAP KAPITALISME”"
Post a Comment