Bab I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam kehidupan berbagai Negara bangsa di berbagai
belahan dunia, birokrasi berkembang merupakan wahana utama dalam
penyelenggaraan Negara dalam berbagai bidang kehidupan bangsa dan dalam hubungan
antar bangsa. Di samping melakukan pengelolaan pelayanan, birokrasi juga
bertugas menerjemahkan berbagai keputusan politik ke dalam berbagai kebijakan
publik, dan
berfungsi melakukan pengelolaan atas pelaksanaan berbagai kebijakan tersebut
secara operasional.
Sebab itu disadari bahwa birokrasi merupakan faktor
penentu keberhasilan keseluruhan agenda pemerintahan, termasuk dalam mewujudkan
pemerintahan yang bersih dan bebas KKN (clean government) dalam keseluruhan
scenario perwujudan kepemerintahan yang baik (good governance). Namun
pengalaman bangsa kita dan bangsa-bangsa lain menunjukkan bahwa birokrasi,
tidak senantiasa dapat menyelenggarakan tugas dan fungsinya tersebut secara
otomatis dan independen serta menghasilkan kinerja yang signifikan.
Keberhasilan birokrasi dalam pemberantasan KKN juga
ditentukan oleh banyak factor lainnya. Di antara factor-faktor tersebut yang
perlu diperhitungkan dalam kebijakan “reformasi birokrasi” adalah koplitmen,
kompetensi, dan konsistensi semua pihak yang berperan dalam penyelenggaraan
Negara, baik unsur aparatur Negara maupun warga negaea dalam mewujudkan clean
government dan good governancem serta dalam mengaktualisasian dan membumikan
berbagai dimensi nilai yang terkandung dalam konstitusi Negara kita, sesuai
posisi dan peran masing-masing dalam Negara dan bermasyarakat bangsa. Tindak
pidana korupsi telah terjadi secara meluas, dan dianggap pula telah menhadi
suatu penyakit yang sangat parang yang tidak hanya merugikan keuangan Negara,
tetapi juga telah merupakan pelanggaran terhadap hak-hak social dan ekonomi
masyarakat, menggerogoti demokrasi, merusak aturan hokum, dan memundurkan
pembangunan serta memudarkan masa depan bangsa. Dalam hubungan itu, KKN tidak
hanya mengandung pengertian penyalahgunakaan kekuasaan ataupun kewenangan yang
mengakibatkan kerugian keuangan dan
asset Negara, tetapi juga setiap kebijakan dan tindakan yang menimbulkan
depresiasi nilai public, baik disengaja atau pun tidak sengaja.
B.
Pokok Permasalahan
Sumber Gambar: Sukirman & Endah Apriani, Potret
Kepuasan Konsumen Pelayanan Publik Kota Bandung, 2002
Konsep-konsep tentang nilai moral dan etika dalam
administrasi pemerintahan dirumuskan untuk diterapkan dalam kehidupan
kenegaraan dan lingkup administrasi yang sesungguhnya. Keanfaatan konsepsi
etika tersebut hanya akan terasa apabila ia benar-benar dapat menjadi bagian
dari dinamika administrasi modern. Dalam banyak hal, konsep dan teori filosofis
mengenai moralitas dalam bidang administrasi negara itu juga berasal dari
praktek adinistrasi sehari-hari. Oelh sebab itu, pembahasan mengenai etika
administrasi negara tidak berada dalam ruang hampa, ia harus selalu menyertakan
pembahasan tentang aplikasinya, bagaimana para birokrat dan administrator
bertindak atau harus bertindak menurut kaidah-kaidah etis yang ada guna mencapai good
governance.
Berdasarkan
uraian diatas, permasalahan yang ingin diketahui adalah :
- Bagaimana penerapan konsep etika administrasi dalam pejabat pemegang birokrasi ?
- Apa azas-azas birokrasi yang baik untuk mencapai good governance ?
- Bagaimana implementasi etika dalam praktek?
C.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut :
- Mengetahui penerapan KONSEP ETIKA DALAM ADMINISTRASI
- Mengetahui asas-asas birokrasi yang baik
- Mengetahui implementasi etika dalam praktek.
D.
Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Dalam Bab ini akan
membahas mengenai Latar Belakang, Pokok Permasalah, Tujuan Penulisan, serta
Sistematika Penulisan terkait dengan judul makalah yang ditulis.
BAB II KERANGKA
TEORI
Dalam Bab inni akan
dijelaskan teori-teori yang mendukung dalam Penulisan, yang kemudian akan
digunakan dalam analisa Penulis.
BAB III ANALISIS ETIKA PEJABAT BIROKRASI INDONESIA
Dalam Bab ini akan
menggambarkan dan menjelaskan lebih dalam mengenai kasus yang akan dianalisis
oleh Penulis, serta menjawab pokok permasalahan atau pertanyaan penulisan yang
sudah disebutkan sebelumnya.
BAB IV KESIMPULAN
Dalam Bab ini Penulis
akan menyimpulkan semua analisa penulisan dan menjawab pokok permasalahan.
Bab II
KERANGKA
TEORI
A.
Pengertian
•
Etika, dari bahasa Yunani ethos, artinya: kebiasaan atau watak
•
Moral, dari bahasa Latin mos (jamak: mores), artinya: cara
hidup atau kebiasaan.
•
Norma, dalam bahasa Latin, norma berarti penyiku atau pengukur,
dalam bahasa Inggris, norm, berarti aturan atau kaidah.
•
Nilai, dalam bhs Inggris value, berarti konsep tentang baik dan
buruk baik yang berkenaan dengan proses (instrumental) atau hasil (terminal)
A.1 Definisi Etika Administrasi Publik
•
Ethics is the rules or
standards governing, the moral conduct of the members of an organization or
management profession (Chandler & Plano, The Public Administration
Dictionary, 1982)
•
Aturan atau standar
pengelolaan, arahan moral bagi anggota organisasi atau pekerjaan manajemen
•
Aturan atau standar pengelolaan
yang merupakan arahan moral bagi administrator publik dalam melaksanakan
tugasnya melayani masyarakat
B.
Posisi Etika dalam Studi
Administrasi Publik
•
Teori administrasi publik
klasik (Wilson, Weber, Gulick, Urwick) kurang memberi tempat pada
pilihan-pilihan moral (etika).
•
Kebutuhan moral administrator
hanyalah keharusan untuk menjalankan tugas sehari-hari secara efisien.
•
Dengan diskresi yang dimiliki,
administrator publik tidak hanya harus efisien, tapi juga harus dapat
mendefinisikan kepentingan publik, barang publik dan menentukan pilihan-pilihan
kebijakan atau tindakan secara bertanggungjawab.
B.1 Aliran Pemikiran Etika
Terdapat
empat Aliran pemikiran dalam etika, antara lain :
•
Teori Empiris: etika diambil dari pengalaman dan dirumuskan sebagai kesepakatan
•
Teori Rasional: manusia menentukan apa yang baik dan buruk berdasar penalaran atau
logika.
•
Teori Intuitif: Manusia secara naluriah atau otomatis mampu membedakan hal yang
baik dan buruk.
•
Teori Wahyu: Ketentuan baik dan buruk datang dari Yang Maha Kuasa
B.2 Hukum dan Etika
Terdapat
hubungan anatara Hukum dengan Etika sebagai berikut :
•
Keduanya mengatur perilaku
individu
•
Terdapat perbedaan: ilegalitas
tidak selalu berarti tidak etis
•
Hukum bersifat eksternal dan
dapat ditegakkan tanpa melibatkan perasaan, atau kepercayaan orang (sasaran
hukum), sementara etika bersifat internal, subyektif, digerakkan oleh keyakinan
dan kesadaran individu
•
Hukum dalam konteks
administrasi adalah soal pemberian otoritas atau instrumen kekuasaan
•
Basis dari hukum adalah etika,
dan ketika hukum diterapkan harus dikembalikan pada prinsip-prinsip etika
•
Banyak kasus, secara hukum
dibenarkan tapi secara etika dipermasalahkan [trend anak politisi yang jadi
calon anggota legislatif
B.3 Debat Herman Finer Vs.
Carl Friedrich
•
Finer (1936): Untuk menjamin
birokrasi yang bertanggungjawab yang diperlukan adalah penegakan sistem kontrol
melalui undang-undang dan peraturan yang dapat mendisiplinkan para pelanggar
hukum.
•
Friedrich (1940): Birokrasi
yang bertanggungjawab hanya bisa ditegakkan dengan dengan menseleksi orang yang
benar dengan kriteria profesionalisme yang jelas, dan mensosialisasikannya ke
dalam nilai-nilai pelayanan publik
B.4 Perilaku tidak etis di
birokrasi pemerintah
Konsep
awal yang mendasari gagasan modern tentang birokrasi berassal dar
tulisan-tulisan Max Weber, seorang Sosiolog Jerman, yang menyatakan beberapa
ciri dari Birokrasi,antara lain :
- Birokrasi melaksanakan kegiatan-kegiatan reguler dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Dalam mencapai tujuan tersebut dilakukan pembagian tugas dan tugas-tugas tersebut dilaksanakan oleh para ahli sesuai spesialisasinya.
- Pengorganisasian kantor berdasar prinsip hierarkhi.
Dalam prinsip hierarkhi unit yang besar membawahi dan membina beberapa unit kecil. Setiap unit kecil dipimpin oleh seorang pejabat yang diberi hak, wewenang, dan pertanggungjawaban untuk melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya. - Pelaksanaan tugas diatur dengan suatu peraturan formal dan aturan tersebut mencakup tentang keseragaman dalam melaksanakan tugas.
- Pejabat yang melaksanakan tugas-tugasnya dengan semangat pengabdian yang tinggi.
- Pekerjaan dalam organisasi birokratis didasarkan pada kompetensi teknis dan dilindungi dari pemutusan kerja secara sepihak. Menganut suatu jenjang karier berdasar senioritas dan prestasi kerja.
- Pengalaman menunjukkan bahwa tipe organisasi administratif yang murni berciri birokratis dilihat dari sudut teknis akan mampu mencapai tingkat efisiensi yang tertinggi.
Sebagai dasar pemikiran
dalam penulisan ini, maka Perilaku tidak etis di Birokrasi pemerintah antara
lain :
•
Bohong kepada publik
•
Korupsi, kolusi, nepotisme
•
Melanggar nilai-nilai publik:
responsibilitas, akuntabilitas, transparansi, keadilan, dan lain-lain
•
Melanggar sumpah jabatan
•
Mengorbankan, mengabaikan, atau
merugikan kepentingan publik
B.5 Moralitas Pribadi
•
Konsep baik-buruk, benar-salah
yang telah terinternalisasi dalam diri individu
•
Produk dari sosialisasi nilai
masa lalu
•
Moralitas pribadi adalah
superego atau hati nurani yang hidup dalam jiwa dan menuntun perilaku individu
•
Konsistensi pada nilai
mencerminkan kualitas kepribadian individu
•
Moralitas pribadi menjadi basis
penting dalam kehidupan sosial dan organisasi
B.6 Etika profesi
•
Nilai benar-salah dan
baik-buruk yang terkait dengan pekerjaan profesional
•
Nilai-nilai tersebut terkait
dengan prinsip-prinsip profesionalisme (kapabilitas teknis, kualitas kerja,
komitmen pada profesi)
•
Dapat dirumuskan ke dalam kode
etik profesional yang berlaku secara universal
•
Penegakan etika profesi melalui
sanksi profesi (pencabutan lisensi)
B.7 Etika Organisasi
•
Konsep baik-buruk dan
benar-salah yang terkait dengan kehidupan organisasi
•
Nilai tersebut terkait dengan
prinsip-prinsip pengelolaan organisasi modern (efisiensi, efektivitas,
keadilan, transparansi, akuntabilitas, demokrasi)
•
Dapat dirumuskan ke dalam kode
etik organisasi yang berlaku secara universal
•
Dalam praktek penegakan kode
etik organisasi dipengaruhi oleh kepentingan sempit organisasi, kepentingan
birokrat, atau kepentingan politik dari politisi yang membawahi birokrat
•
Penegakan etika organisasi
melalui sanksi organisasi
Peraturan Etika
dibutuhkan untuk meredam kecenderungan kepentingan
pribadi. Selain itu Etika bersifat kompleks, dalam banyak kasus bersifat dilematis,
karena itu diperlukan yang bisa memberikan kepastian tentang mana yang benar
dan salah, baik dan buruk. Penerapan peraturan etika juga dapat membuat
perilaku etis menimbulkan efek reputasi. Yang mana hal ini terjadi dalam Organisasi publik
sekarang yang banyak dicemooh karena kinerjanya dinilai buruk, karena itu perlu
etika.
Perilaku tidak etis
di dalam Birokrasi bisa terjadi karena alasan berikut :
•
Kecenderungan mengedepankan
etika personal ketimbang etika yang lebih besar (sosial).
•
Kecenderungan mengedepankan
kepentingan diri sendiri
•
Tekanan dari luar untuk berbuat
tidak etis.
C. Good Governance
Prinsip-prinsip good governance :
- Berwawasan ke depan
- Pemahaman mengenai permasalahan, tantangan dan potensi yang dimiliki oleh suatu unit pemerintahan
- Mampu merumuskan gagasan-gagasan dengan visi dan misi untuk perbaikan maupun pengembangan pelayanan dan menuangkannya dalam strategi pelaksanaan, rencana kebijakan dan program-program kerja ke depan berkaitan dengan bidang tugasnya.
- Bersifat terbuka
- Bersifat terbuka dalam penyelenggaraan pemerintahan di setiap tahap pengambilan keputusan
- Adanya aksesibilitas publik terhadap informasi terkait dengan suatu kebijakan publik.
- Setiap kebijakan publik termasuk kebijakan alokasi anggaran & pelaksanaannya maupun hasil-hasilnya mutlak harus diinformasikan kepada publik atau dapat diakses oleh publik selengkap-lengkapnyamelalui berbagai media dan forum untuk mendapat respon.
- Cepat tanggap
- Selalu adanya kemungkinan munculnya situasi yang tidak terduga atau adanya perubahan yang cepat dari kebutuhan masyarakat akan pelayanan publik ataupun yang memerlukan suatu kebijakan.
- Tidak ada rancangan yang sempurna sehingga berbagai prosedur dan mekanisme baku dalam rangka pelayanan publik perlu segera disempurnakan atau diambil langkah-langkah penanganan segera.
- Bentuk kongkritnya dapat berupa tersedianya mekanisme pengaduan masyarakat sampai dengan adanya unit yang khusus menangani krisis, dan pengambilan keputusan serta tindak lanjutnya selalu dilakukan dengan cepat.
- Akuntabel
- Akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan dituntut di semua tahap mulai dari penyusunan program kegiatan dalam rangka pelayanan publik, pembiayaan, pelaksanaan, dan evaluasinya, maupun hasil dan dampaknya.
- Akuntabilitas juga dituntut dalam hubungannya dengan masyarakat/publik, dengan instansi atau aparat di bawahnya maupun dengan instansi atau aparat di atas.
- Penyelenggaraan pemerintahan harus berdasarkan:
i.
sistem dan prosedur tertentu
ii.
memenuhi ketentuan perundangan
iii.
dapat diterima secara politis
iv.
berdasarkan nilai-nilai etika
tertentu
v.
dapat menerima konsekuensi bila
keputusan yang diambil tidak tepat.
- Profesionalitas dan kompetensi
- Mengisi posisi-posisi dengan aparat yang sesuai dengan kompetensi, termasuk di dalamnya kriteria jabatan dan mekanisme penempatannya.
- Terdapat upaya-upaya sistematik untuk mengembangkan profesionalitas SDM yang dimiliki unit ybs melalui berbagai kegiatan pendidikan dan pelatihan
- Efisien & efektif
- Menggunakan struktur dan sumber daya secara efisien dan efektif
- Merupakan salah satu respon atas tuntutan akuntabilitas.
- Kinerja penyelenggaraan pemerintahan perlu secara terus menerus ditingkatkan dan dioptimalkan melalui pemanfaatan sumberdaya dan organisasi yang efektif dan efisien, termasuk upaya-upaya berkoordinasi untuk menciptakan sinergi dengan berbagai pihak dan organisasi lain.
- Desentralisasi
- Adanya pendelegasian wewenang sepenuhnya yang diberikan kepada aparat dibawahnya sehingga pengambilan keputusan dapat terjadi pada tingkat dibawah sesuai lingkup tugasnya.
- Pendelegasian wewenang tersebut semakin mendekatkan aparat pemerintah kepada masyarakat
- Demokratis dan berorientasi pada Konsensus
- Menjunjung tinggi penghormatan hak dan kewajiban pihak lain
- Dalam suatu unit pemerintahan, pengambilan keputusan yang diambil melalui konsensus perlu dihormati
- Mendorong partisipasi masyarakat
Partisipasi masyarakat pada hakekatnya mengedepankan
keterlibatan aktif masyarakat dalam proses pengambilan keputusan.
- Kemitraan dengan swasta dan masyarakat
Pemerintah dan masyarakat saling melengkapi dan
mendukung (mutualisme) dalam penyediaan "public goods" dan pemberian
pelayanan terhadap publik.
- Menjunjung supremasi hukum
- Penyelenggaraan pemerintahan yang selalu mendasarkan diri pada ketentuan perundangan yang berlaku dalam setiap pengambilan keputusan
- Bersih dari unsur “KKN” dan pelanggaran HAM
- Ditegakkannya hukum terhadap seseorang atau sekelompok orang yang melakukan pelanggaran hukum.
- Komitmen pada pengurangan kesenjangan
Berpihak kepada kepentingan kelompok masyarakat yang
tidak mampu, tertinggal atau termarjinalkan.
- Memiliki komitmen pada pasar
Prinsip ini menyatakan dibutuhkannya keterlibatan
pemerintah dalam pemantapan mekanisme pasar
- Komitmen pada lingkungan hidup
Prinsip ini menegaskan keharusan setiap kegiatan
pemerintahan dan pembangunan untuk memperhatikan aspek lingkungan termasuk
melakukan analisis secara konsisten dampak kegiatan pembangunan terhadap
lingkungan.
C.
Etos Kerja
Menurut Geertz etos kerja adalah “sikap yang mendasar terhada diri dan dunia
yang dipancarkan hidup”. Artinya etos kerja adalah aspek evaluative, yang
bersifat menilai.
Dengan demikian
yang dipersoalkan dalam etos kerja adalah kemungkinan-kemungkinan sumber
motivasi seseorang dalam berbuat apakah pekerjaan di anggap sebagi keharusan
demi hidup, apakah pekerjaan terikat pada identitas diri, atau apakah yang
menjadi sumber pendorong partisipasi dalam pembangunan. Etos juga merupakan landasan ide, cita, atau pikiran yang akan
menentukan system tindakan. Karena etos kerja menentukan penilaian manusia
terhadap suatau pekerjaan maka ia akan menentukan pula hasil-hasilnya. Semakin
progresif etos kerja suatu masyarakat, semakin baik hasil-hasil yang akan
dicapai baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
Bab III
ANALISIS
ETIKA
PEJABAT BIROKRASI INDONESIA
Berbicara tentang Etika Birokrasi sebenarnya
kita berbicara tentang nilai-nilai yang mendasari tindakan Birokrasi atau
alat-alat Negara dalam menjalankan tugas-tugasnya. Secara akademis etika
birokrasi termasuk etika sosial bersama dengan etika-etika yang lain seperti
etika profesi, etika politik, etika lingkungan hidup, kritik ideologi, dan
sikap terhadap sesame. Penerapan etika adminitrasi dalam prakteknya
terutama dalam administrasi pemerintahan juga meiliki banyak aspek-aspek yang
harus dijalankan dengan sebaik- baiknya sejalan dengan asas-asas Birokrasi
untuk mencapai Pemerintahan yang baik, , dengan mewujudkan peinsip demokratis,
keadilan social dan pemerataan serta mewujudkan kesejahteraan umum.
A. Penerapan
Konsep Etika Administrasi dalam Pejabat Pemegang Birokrasi
Tugas
dari suatu Birokrasi salah satunya harus sesuai dengan pasal 3 Undang-Undang
Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Kepegawaian, tugas Pegawai Negeri, yaitu memberikan pelayanan
kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata, menyelenggarakan
tugas negara, menyelenggarakan tugas pemerintahan, dan menyelenggarakan tugas
pembangunan. Dalam
undang-undang tersebut juga ditegaskan bahwa pegawai negeri harus bebas dari
pengaruh golongan dan partai politik.
Etika
Birokrasi telah termuat dalam peraturan Kepegawaian yang mengatur para aparat
Birokrasi (Pegawai negeri) itu sendiri, yang mana kita tahu bahwa Birokrasi
merupakan sebuah organisasi penyelenggara pemerintahan yang terstruktur dari
pusat sampai kedaerah dan memiliki jenjang atau tingkatan yang disebut hirarki.
Jadi Etika Birokrasi sangat terkait dengan tingkah laku para aparat birokrasi
itu sendiri dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Aparat Birokrasi secara
kongkrit di negara kita yaitu Pegawai Negeri baik itu Sipil maupun Militer,
yang secara Organisatoris dan hirarkis melaksanakan tugas dan fungsi
masing-masing sesuai aturan yang telah ditentukan. Etika Birokrasi merupakan
bagian dari aturan main dalam organisasi Birokrasi atau Pegawai Negeri yang
secara structural telah diatur aturan mainnya, dimana kita kenal sebagai Kode
Etik Pegawai Negeri, yang telah diatur lewat Undang-undang Kepegawaian. Kode
Etik yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) disebut Sapta Prasetya Korps
Pegawai Republik Indonesia ( Sapta Prasetya KORPRI) dan dikalangan Tentara
Nasional Indonesia (TNI) disebut Sapta Marga. Menanamkan Kode Etik tersebut
adalah demi terciptanya Aparat Birokrasi lebih jujur, lebih bertanggung jawab,
lebih berdisiplin, dan lebih rajin serta yang terpenting lebih memiliki moral
yang baik terhindar dari perbuatan tercela seperti korupsi, kolusi, nepotisme
dan lain-lain. Agar tercipta Aparat Birokrasi yang lebih beretika sesuai
harapan di atas, maka perlu usaha dan latihan ke arah itu serta penegakkan
sangsi yang tegas dan jelas kepada mereka yang melanggar kode Etik atau aturan
yang telah ditetapkan.
Perilaku birokrasi
terbentuk dari interaksi antara dua variabel, yaitu karakteristik birokrasi dan
karakteristik manusia, atau lebih spesifi lagi, struktur dan aktor. Antara karakteristik itu dengan perilaku
terdapat hubungan yang sedikit banyak bersifat kausal. Misalnya pada variabel
organisasi, hierarki menimbulkan sifat taat bawahan terhadap atasan. Pada
variabel manusia, kepentingan atau kebutuhan hidup menuntut imbalan yang
memadai dari organisasi. Perilaku birokrasi jauh
berbeda jika dipahami dalam hubungan pemerintahan. Hubungan birokratik tidak
sama dengan hubungan pemerintahan. Ketika Birokrasi Pemerintahan bertindak
keluar, terjadilah hubungan birokratik pemerintahan, tetapi hubungan ini tidak
identik dan tidak analog dengan hubungan birokratik. Dalam banyak hal, yang
diperintah dan manusia bukanlah bawahan pemerintah. Bahkan pada saat rakyat
berfungsi sebagai pemegang kedaulatan, pemerintah berada di bawahnya. Jika dilihat kondisi Indonesia pada saat ini, melalui fakta-fakta yang ada,
saat ini masih banyak instansi-instansi pemerintah yang belum mampu menerapkan
prinsip etika administrasi yang baik, sekali lagi hal ini tertumpu pada kemauan
individu-individu yang berkerja dalam instansi tersebut untuk dapat merubah
kebiasaan yang buruk dan mengantinya dengan penerapan etika administrasi yang
baik
B. Asas-asas Birokrasi
dalam Good Governance
Terkait
dengan Asas-asas Birokrasi dalam Good
Governance atau Pemerintah yang baik memiliki pengertian yang berbeda-beda
di setiap negara, yang artinya bahwa prinsip-prinsip ini tidak bersifat global.
Di negara Indonesia, sebagian besar rakyat Indonesia sepakat bahwa pada era pemerintahan
Soekarno berhasil meletakkan dasar Nasionalisme bagi bangsa Indonesia tetapi
gagal dalam merumuskan program-program pembangunan yang berguna bagi masyarakat.
Pada masa orde baru rakyat mengalami kemakmuran dengan dilaksanakannya
pembangunan ekonomi dan stabilitas nasional, tetapi dalam kenyataannya bahwa
keberhasilan pembangunan ekonomi belum dirasakan merata oleh masyarakat dan
stabilitas telah memasung demokrasi/partisipasi rakyat, banyak pelanggaran hak
asasi manusia dan menutup akses keterbukaan. Namun terlepass dari pendapat
diatas, asas-asas pemerintahan yang baik. Asas-asas Umum Pemerintahan yang baik
menurut Wahyudi Kumorotomo dalam buku “Etika Administrasi Negara” adalah:
- Prinsip Demokrasi
Prinsip
demokrasi inni sama seperti berasas kedaulatan rakyat. Asas kedaulatan berarti
bahwa rakyat memiliki kekuassaan tertinggi dalam pemerintahan negara, rakyta
pula yang menentukan jalannya suatu negara dan pemerintahan. Di dalam sistem
pemerintahan yang berasas kedaulatan rakyat, maka kepentingan rakyatlah yang
diutamakan karena kepentingan rakyat. Dasar dari konsep demokrasi menyangkut
penilaian tentang nilai manusia, martabat manusia, dan kesamaan di hadapan
hukum. Demokrasi mendambakan terciptanya suatu sistem kemasyarakatan yang
setiap warga negaranya mempunyai kedudukan yang sama dan adil. Oleh karena itu
dalam pemerintahan dengan prinsip demokrasi, hendaknya setiap aktivitas
birokrasi pemerintahan dalam mewujudkan kepentingan rakyat berjiwa demokrasi,
dapat dipertanggungjawabkan, dan efisien.
- Keadilan sosial dan pemerataan
Keadilan
sosial dan pemerataan kesejahteraan tercapai apabila tidak terjadi ketimpangan
distribusi hasil-hasil pembangunan antarkelompok masyarakat kaya dengan miskin
dan antardaerah/wilayah geografis antara perkotaan dengan pedesaan. Oleh karena
itu aparat birokrasi agar membuat kebijakan-kebijakan yang dapat menyeimbangkan
kebutuhan masyarakat miskin dan masyarakat pedesaan dengan kebutuhan masyarakat
kaya dan masyarakat perkotaan.
- Mengusahakan kesejahteraan umum
Setiap
aparat birokrasi pemerintah agar mempunyai komitmen yang tulus untuk
memperhatikan kesejahteraan kepada rakyat.
- Mewujudkan negara hukum
Indonesia
pada daasranya merupakan negara hukum. Maksud dari perwujudan negara hukum
adalah aparatur pemerintah bersama dengan seluruh rakyat akan mewujudkan suatu
pemerintahan yang dijalankan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Jadi
aparat pemerintah dalam melaksanakan tugas pemerintahan harus berdasarkan
ketentuan perundang-undangan.
- Dinamika dan efisiensi
Dinamika
hendaknya diartikan sebagai kemampuan beradaptasi dengan globalisasi suatu
organisasi. Maksud dari globalisasi ini adalah adaptasi organisasi yang baik
sehingga ia sanggup mengantisipasi perubahan-perubahan yang terjadi dalam
masyarakat dan dapat menelorkan kebijakan-kebijakan yang tepat. Dinamika dalam
melaksanakan tugas-tugas negara merupakan prasyarat untuk dapat menciptakan
birokrasi pemerintahan yang responsif terhadap kebutuhan dan aspirasi
masyarakat yang berkembang. Di samping itu efisiensi sama diperlukan. Efisiensi
dalam hal ini diartikan adalah tetap mengutamakan kepuasan dan kelancaran
layanan terhadap publik, tetapi tetap memperhitungkan pemakaian tenaga kerja,
prosedur layanan, dan biaya yang dikeluarkan.
Selain
itu, asas-asas umum pemerintahan yang baik tercantum juga dalam UU No. 28 /
1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN, yaitu:
1. Asas Kepastian
Hukum,
Adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan
landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan
Penyelenggara Negara.
2. Asas Tertib
Penyelenggaraan Negara,
Adalah
asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam
pengendalian Penyelenggara Negara.
3. Asas
Kepentingan Umum,
Adalah
asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif,
dan selektif.
4. Asas
Keterbukaan,
Adalah
asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang
benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan
tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, dan rahasia negara.
5. Asas
Proporsionalitas,
Adalah
asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban Penyelenggara
Negara.
6. Asas
Profesionalitas,
Adalah
asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
7. Asas
Akuntabilitas,
Adalah
asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan
Penyelenggara Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau
rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Adapun tambahan
dua asas yang tercantum dalam UU No. 32 / 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
ketujuh asas diatas ditambah lagi dengan 2 asas yaitu Asas Efektivitas dan Asas
Efisiensi.
C. Implementasi Etika dalam Birokrasi
Ada beberapa alasan mengapa Etika
Birokrasi penting diperhatikan dalam pengembangan pemerintahan yang efisien,
tanggap dan akuntabel, salah satunya adalah karena masalah-masalah yang
dihadapi oleh birokrasi pemerintah dimasa mendatang akan semakin kompleks.
Dalam memecahkan masalah yang berkembang, birokrasi seringkali tidak dihadapkan
pada pilihan – pilihan yang jelas seperti baik dan buruk. Para pejabat
birokrasi seringkali tidak dihadapkan pada pilihan yang sulit, antara baik dan
baik, yang masing – masing memiliki implikasi yang saling berbenturan satu sama
lain. Pengembangan etika birokrasi mungkin bisa fungsional terutama dalam
memberi “ policy guidance” kepada para pejabat birokrat untuk memecahkan masalah-masalah
yang dihadapinya.
Alasan
lainnya adalah keberhasilan pembangunan yang telah meningkatkan dinamika dan
kecepatan perubahan dalam lingkungan birokrasi. Dinamika yang terjadi dalam
lingkungan tentunya menuntut kemampuan birokrasi untuk melakukan adjustments
agar tetap tanggap terhadap perubahan yang terjadi dalam lingkungannya.
Kemampuan untuk bisa melakukan penyesuaian itu menuntut discretionary power yang besar. Penggunaan kekuasaan direksi ini
hanya akan dapat dilakukan dengan baik kalau birokrasi memiliki kesadaran dan
pemahaman yang tinggi mengenai besarnya kekuasaan yang dimiliki dan implikasi
dari penggunaan kekuasaan itu bagi kepentingan masyarakatnya.
Dari
alasan-alasan yang sudah diuraikan, sudah jelas bahwa etika Birokrasi sangat dibutuhkan
pada saat ini mengingat di Negara kita masyarakat bergantung pula pada
Birokrasi tersebut. Para Birokrat juga membutuhkan perubahan sikap perilaku
agar dapat dikatakan lebih beretika di dalam melaksanakan tugasnya. Namun dengan alasan
perekonomian Pegawai negeri yang minim, atau lebih tepatnya pengawasan yang
tidak ketat didalam suatu birokrasi menjadi salah satu penyebab penyimpangan
etika. Salah satunya seperti bentuk korupsi, kolusi, maupun
nepotisme atau yang sering kita sebut dengan KKN. Ketiganya merupakan tindakan
yang menyimpang hukum dan biasanya pada kasus-kasus ini terdapat banyak
penyimpangan serta penyelewengan pada law
enforcement, hal ini sangat besar kemungkinan pada etika adaministrasi
negara dalam revitalisasi manajemen pemerintahan dalam rangka upaya penataan
ulang pemerintahan Indonesia yang tidak sesuai dengan good governance. Pada kenyataan nya Law enforcement dalam
manajemen pemerintahan di Indonesia sangat diabaikan sehingga akan sangat
menjadi ancaman bagi manajemen pemerintahan dalam upaya menata ulang manajemen
pemerintahan yang sehat dan dapat meminimalisir terjadinya birokatologi dan mal
administrasi. Yang mana
sebetulnya semua penyelewengan akan
mudah diminimalisir, jika
prinsip good governance ini dipegang
oleh masing-masing birokrasi yang ada.
C.1 Korupsi: Salah Satu Bentuk Kegagalan Etika
Korupsi dapat diartikan sebagai
bentuk perbuatan menggunakan barang publik, bisa berupa uang dan jasa, untuk
kepentingan memperkaya diri, dan bukan untuk kepentingan publik. Dilihat proses
terjadinya perilaku korupsi ini dapat dibedakan ke dalam tiga bentuk, yaitu Graft, Bribery, dan nepotism.
Graft, merupakan korupsi yang bersifat internal. Artinya korupsi
yang dilakukan tanpa melihat pihak ketiga. Seperti menggunakan atau atau mengambil
barang kantor, uang kantor, jabatan kantor untk kepentingan diri sendiri.
Korupsi ini terjadi karena mereka mempunyai kedudukan dan jabatan di kantor
tersebut. Dengan wewenangnya, para bawahan tidak dapat menolak permintaan
atasannya. Menolak atau mencegah permintaan atasannya dianggap sebagai tindakan
yang tidak loyal terhadap atasan. Bahkan sering terjadi, sebelum atasan minta,
bawahan sudah menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan oleh atasan. Misalnya
ada seorang pejabat (di daerah) punya hajat mantu, maka segala sesuatu yang
diperlukan untuk hajat tersebut telah dicukupi oleh anak buahnya, dan panitia
yang dibentukpun sesuai dengan bidang kewenangan masing-masing anak buahnya.
Pejabat tersebut sudah tahu “beres” segala sesuatu yang diperlukan untuk
kepentingan hajat mantu tersebut. Contoh di atas, merupakan wujud dari tindakan
korupsi berupa “grafrt”.
Sementara bribery (penyogokan, penyuapan), merupakan
tindakan korupsi yang melibatkan orang lain diluar dirinya (instansinya).
Karenanya korupsi ini sering disebut dengan korupsi yang bersifat eksternal. Artinya tindakan korupsi tadi
tidak akan terjadi jika tidak ada orang lain, yang melakukan tindakan
penyuapan, penyogokan terhadap dirinya. Tindakan pemberian sesuatu (prnyogokan,
penyuapan, pelicin), dimaksudkan agar dapat memengaruhi objektivitas dalam
membuat keputusan, atau keputusan yang dibuat akan menguntungkan pemberi,
penyuap, atau penyogok. Pemberian sesuatu (penyogok, penyuap, pelicin) dapat
berupa uang, materi, tapi bisa juga berupa jasa. Korupsi semacam ini sering
terjadi pada dinas/instansi yang mempunyai tugas pelayanan, menerbitkan surat
izin, rekomendasi, dan lain sebagainya. Pelayanan yang diberikan seringkali
dihambat, tidak lancar, bukan karena sistem dan prosedurnya, tapi karena disengaja
oleh oknum birokrat. Sehingga mereka yang berkepentingan, lebih suka melalui
calo, atau dengan cara memberi pelicin berupa uang untuk menyuap, menyogok,
agar urusannya menjadi lancar.
Sedangkan nepotism, merupakan suatu
tindakan korupsi berupa kecendrungan pengambilan keputusan yang tidak
berdasarkan pada pertimbangan objektif, rasional, tapi didasarkan atas
pertimbangan “nepitis”, “kekerabatan”, sepeti masih teman, keluarga, golongan,
pejabat, dan lain sebagainya. Pertimbangan pengambilan keputusan tadi, sering
kali untuk kepentingan orang yang membuat keputusan. Mereka akan lebih aman,
orang yang berada disekitarnya (anak buahnya) adalah orang-orang yang masih
nepotis atau masih kerabat dekat. Jika mereka melakukan tindakan penyimpangan
mereka akan aman dan dilindungi.
Korupsi di atas adalah korupsi yang
dilihat dari proses terjadinya. Namun dilihatnya dari sifatnya korupsi dapat
dibedakan menjadi dua macam, yaitu korusi individualis dan korupsi sistemik.
Korupsi individualis, merupakan
penyimpangan yang dilakukan oleh salah satu atau beberapa orang dalam suatu
organisasi dan berkembang suatu mekanisme muncul, hilang dan jika ketahuan
pelaku korupsi akan terkena hukuman, bisa berupa dijauhi, dicela, disudutkan,
dan bahkan diakhiri nasib kariernya. Perilaku korup ini dianggap oleh kelompok
(masyarakat) sebagai tindakan yang menyimpang, buruk, dan tercela.
Korupsi sistemik, berbeda dengan
korupsi individualisme. Korupsi sistemik merupakan suatu korupsi ketika yang
melakukan korupsi adalah sebagian besar (kebanyakan orang) dalam suatu
organisasi (melibatkan banyak orang). Dikatakan sistemik, karena tindakan
korupsi ini bisa diterima sebagai sesuatu yang wajar/biasa (tidak menyimpang)
oleh orang yang berada di sekitarnya dan merupakan bagian dari suatu realita.
Jika ketahuan, maka diantara mereka yang terlibat saling melindungi,
menutup-nutupi, dan mendukung satu sama lain untuk menyelamatkan orang yang
ketahuan tadi. Hal ini disebabkan diantara mereka tidak ingin instansinya
tercemar, sehingga walaupun mereka tahu ada tindakan korupsi mereka lebih baik
“diam”, daripada mereka akan dikucilkan, dan menjadi saksi dalam perkara atas
tindakan korupsi tadi.
Bab IV
KESIMPULAN
A. Penerapan etika adminitrasi dalam prakteknya
terutama dalam administrasi pemerintahan meiliki banyak aspek-aspek yang harus
dijalankan dengan sebaik- baiknya, seperti menjalankan asas-asas birokrasi
pemerintahan yang baik, dengan mewujudkan peinsip demokratis, keadilan social
dan pemerataan serta mewujudkan kesejahteraan umum.
Selain itu dalam upaya penerapan etika administrasi
pemerintahan yang baik, perlu adanya aturan-aturan yang dibuat untuk mengatur
para birokrat untuk tetap konsisten menjalankan dan mengamalkan etikan yang
baik dalam administrasi pemerintah.
Jika dilihat kondisi Indonesia pada
saat ini, melalui fakta-fakta yang ada, saat ini masih banyak instansi-instansi
pemerintah yang belum mampu menerapkan prinsip etika administrasi yang baik,
sekali lagi hal ini tertumpu pada kemauan individu-individu yang berkerja dalam
instansi tersebut untuk dapat merubah kebiasaan yang buruk dan mengantinya
dengan penerapan etika administrasi yang baik.
B.
Asas-asas Birokrasi dalam Good Governance yang
tercantum dalam UU No. 28 / 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas
dari KKN, yaitu:
1. Asas Kepastian
Hukum,
2. Asas Tertib
Penyelenggaraan Negara,
3. Asas
Kepentingan Umum,
4. Asas
Keterbukaan,
5. Asas
Proporsionalitas,
6. Asas
Profesionalitas,
7. Asas
Akuntabilitas,
Adapun
tambahan dua asas yang tercantum dalam UU No. 32 / 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, ketujuh asas diatas ditambah lagi dengan 2 asas yaitu Asas Efektivitas
dan Asas Efisiensi.
C. Mal-administrasi merupakan suatu tindakan yang
menyimpang dari nilai etika. Secara “psiko-sosiologis”, suatu tindakan yang
menyimpang dari nilai adalah disebabkan karena bertemunya faktor “niat atau
kemauan” dan “kesempatan”. Jika ada niat untuk melakukan tindakan
mal-administrasi, sementara kesempatan tidak ada, maka tindakan
mal-administrasi tadi tidak akan terjadi. Sebaliknya, ada kesempatan untuk melakukan
korupsi, namun pada dirinya tidak ada niat atau kemauan untuk melakukan
mal-administrasi, maka tindakan mal-administrasi juga tidak akan terjadi.
Tidak sedikit pejabat
lokal (birokrasi lokal) yang kurang memiliki akuntabilitas yang tinggi dalam
melaksanakan tugas, wewenang dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Akibatnya birokrasi publik pada era reformasi
banyak disorot publik. Sorotan itu lebih banyak tertuju pada praktek yang
menyimpang (mal-administration) dari etika administrasi negara dalam
menjalankan tugas dan tangguna jawabnya. Bentuk mal-administrasi dapat berupa
korupsi, kolusi, nepotisme, tidak efisien, dan tidak profesional. Bentuk
mal-administrasi pada umumnya lebih berkaitan dengan perilaku individu yang
menduduki suatu jabatan hierarkhi, terutama pada tingkat bawah.
DAFTAR
PUSTAKA
Buku :
H. De Vos. 1987. Pengantar Etika. Yogyakarta:
Tiara Wacana.
Jeck H. Kontt & G.J. Miller, Reformasi birokrasi dan Peilihan
institusi politik. Hlm : 173-175
K. Frankena, William. 1982. Ethics. New
Delhi: Prentice-Hall.
Kumorotomo, Wahyudi, Etika Administrasi Negara, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta. 2001.
Robert C., Solomon. 1987. Etika: Suatu Pengantar.
Jakarta: Erlangga.
Sukirman
& Endah Apriani, Potret Kepuasan Konsumen Pelayanan Publik Kota Bandung,
2002
Taufik Abdulah, Agama,
Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi, 1988. Hlm 3
Undang-undang
dan Peraturan lainnya :
Republik
Indonesia Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang
Bersih dan Bebas dari KKN
Republik
Indonesia Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian
Republik
Indonesia Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Sumber
lainnya :
http://kumpulanmakalahadministrasinegara.blogspot.com/2011/01/etika-administrasi-alam-praktek.html diunduh tanggal 07 Mei 2011
http://hombang.blogspot.com/2010/06/etika-birokrasi.html diunduh tanggal 11 Mei 2011
http://www.transparansi.or.id/agenda/agenda2/seri_dialog/dialog7.html
diunduh tanggal 11
Mei 2011
0 Response to "MAKALAH ADMINISTRASI NEGARA LENGKAP KONSEP ETIKA DALAM ADMINISTRASI"
Post a Comment