PENGERTIAN
Aliran
pemikiran Positioning berkembang pesat terutama pada dekada 1980-an
melalui tokoh sentralnya, Michael Porter. Aliran ini meyakini strategi
perusahaan merupakan alat untuk mencapai keunggulan kompetitif (menghasilkan
keuntungan di atas rata-rata) dalam persaingan industri yang sangat ketat.[lihat
Richardson, 1994]. Meminjam istilah Michel Godet, aliran yang
dimotori oleh Porter ini disebutnya sebagai Aliran Rasional (the Rational
School) [Godet, 1994].
Sebenarnya terdapat tiga gelombang Aliran Positioning,
yaitu: tulisan militer awal, gaya konsultan dekade 1970-an, dan model proposisi
empirik dekade 1980-an. Henry Mintzberg dkk mengulas ketiga gelombang tersebut
sebagai berikut [Mintzberg, Ahlstrand, Lampel, 1998]:
1.
Model Militeristik:
model ini dapat digambarkan pada dua penulis
militer akbar, yaitu Sun Tzu yang mewakili pemikiran Timur dan von Clausewitz
yang mewakili pemikiran Barat. Pada prinsipnya para penulis tersebut telah
mengungkapkan apa yang banyak dilakukan para penulis dan pelaku bisnis untuk
memahami “arena permainan” sebelum membangun suatu strategi. [bandingkan
Wee, Lee, dan Bambang, 1991 dan Clausewitz, 1989]. Meskipun belum
banyak dilakukan secara terstruktur sebagaimana
pemikiran modern, namun peribahasa dan ungkapan-ungkapan perumpamaan yang muncul telah
mendasari konsep modern yang ada.
Sun Tzu: ketika
para pemikir bisnis memunculkan konsep 7-M (management, manpower,
machines, money, materials, methods, dan markets), Sun
Tzu telah mendorong munculnya
kesadaran terhadap lingkungan eksternal maupun internal dalam mengalahkan lawan. Sun Tzu meyakinkan arti penting lima Faktor
Fundamental dan tujuh Dimensi yang
akan dibandingkan untuk membangun suatu strategi
yang kuat. Kelima Faktor Fundamental tersebut adalah: pengaruh moral, iklim, lapangan/arena, kepemimpinan,
dan doktrin. Sedangkan ketujuh Dimensi yang
dimaksud adalah: pengaruh moral sang penguasa, kemampuan sang jendral, keunggulan iklim dan lapangan, pelaksanaan
hukum dan instruksi, jumlah kekuatan pasukan,
pelatihan perwira dan prajurit, administrasi penghargaan dan hukuman. [Wee, Lee, dan Bambang, 1991].
Clausewitz:
setelah perang Napoleon, Clausewitz mencermati bahwa terdapat pola yang relatif ajek pada diri militer di
hampir semua negara, yaitu terdiri dari prajurit yang tidak termotivasi dan dipimpin oleh aristokrat. Dalam
berperang mereka menggunakan kerangka
kerja (framework) yang relatif sama dan taktik yang serupa pula. Oleh karenanya perbedaan antara kalah atau
menang dalam suatu peperangan menjadi relatif
kecil. Napoleon telah mengubah semua konsep tersebut dan menjadikan kemenangan bukan semata pada kekuatan
militer, tetapi juga kekuatan intelektual. Menurut
Clausewitz, dalam memastikan keberhasilan suatu strategi adalah sangat penting untuk memadukan keseluruhan
organisasi dalam suatu rantai komando formal (formalchain of command) sehingga setiap perintah dapat dilaksanakan tanpa
pertanyaan (tanpa reserve,
meminjam istilah Soekarno, presiden pertama Indonesia). Menurut Clausewitz, suatu startegi bergantung pada beberapa
elemen dasar yang digunakan dalam
menyerang, bertahan, dan melakukan manuver. Kombinasi atas elemen-elemen tersebut dibatasi oleh
usia, teknologi dan organisasi. [Clausewitz, 1989].
2.
Model Konsultan:
Aliran positioning seperti senjata ampuh para
konsultan yang seakan tanpa perlu pengetahuan
bisnis yang kuat dan cukup hanya dengan menganalisa data dan mencocokkannya dengan strategi generik yang
ada. Beberapa alat yang paling umum dipakai
adalah Boston Consulting Group (BCG) Growth-Share Matrix
dan Experience Curve
serta Profit Impact of Market Strategies (PIMS). Pada prinsipnya,
matriks BCG yang
termasuk pada kelompok manajemen portfolio memberikan jawaban atas pertanyaan bagaimana mengalokasikan dana
kepada beragam bisnis dalam suatu perusahaan
yang terdiversifikasi. Sedangkan Kurva Pengalaman (experience
curve) mengajarkan
arti penting trend sejarah untuk mempertajam akurasi prediksi. Sementara itu data PIMS
mengidentifikasi sejumlah variable strategi seperti intensitas investasi, posisi pasar, kualitas produk dan
jasa; yang kesemuanya itu digunakan untuk memprediksi
ROI, pangsa pasar, dan keuntungan. [Mintzberg, Ahlstrand, dan Lampel, 1988 serta Day dan Reibstein, 1997].
Gambar 1.
BCG
Growth-Share Matrix
3. Model
Proposisi Empirik:
Yang paling menarik dari model ini adalah
kemampuannya untuk mendominasi diskursus tentang manajemen strategik sejak
pertengahan 1970-an dan mencapai puncaknya pada dekade 1980-an. Porter yang
memotori era ini mengintrodusir pemanfaatan pendekatan aliran Desain untuk
dijadikan analisa lingkungan/industri. Ia berhasil memadukan pendekatan
internal (resource-based view) dengan analisis eksternal dan menghasilkan
model yang sangat terkenal: competitive analysis, generic strategies,
dan
value chain. Competitive Analysis: menjelaskan iklim kompetisi
perusahaan di tengah industrinya. Pemikiran Porter ini disebut juga sebagai Porter’sFive Forces yang menjabarkan 5 elemen yang harus dicermati dalam
melakukan analisis industri, yaitu: potensi pemain baru, pemasok, pembeli,
substitut (pengganti), dan kompetitor dalam industri (biasanya segmen, pasar
sasaran, dan positioning yang sama)
Gambar 2.
Porter’s
Competitive Analysis (Porter’s Five Force)
Generic
Strategies: strategi generik yang diperkenalkan Porter
terdiri atas kombinasi dari tiga kemungkinan strategi, yaitu: cost
leadership, differentiation, dan focus. Strategi penekanan harga
menitikberatkan pada upaya perusahaan untuk menekan ongkos produksi serendah
mungkin sebagai basis persaingan. Sedangkan strategi diferensiasi
menitikberatkan pada kemampuan perusahaan menghasilkan sesuatu yang unik dan
berbeda dibanding kompetitornya. Sementara itu strategi fokus adalah pilihan
perusahaan untuk melakukan spesialisasi pada suatu bidang tertentu sehingga
pasar sasarannya relatif sempit.
Gambar 3.
Three
Generic Strategies
Value Chain: konsep ini dilandasi
dengan pemikiran bahwa kemampuan perusahaan untuk meningkatkan posisi saingnya
dipengaruhi oleh pemahamannya tentang proses yang terjadi dalam perusahaan itu
sendiri (bandingkan dengan konsep Sun Tzu). Model ini mendiagnosa keunggulan
kompetitif suatu perusahaan berdasarkan efisiensi dan efektivitas setiap
tahapan proses rantai nilai yang dilaluinya. Dengan demikian, maka dapat
dipahami bahwa setiap langkah yang diambil pada suatu segmen proses tertentu
akan berdampak pada keseluruhan proses yang terjadi pada perusahaan. Oleh
karenanya terdapat kondisi interdependensi saling bergantungan. Terdapat lima
kelompok aktivitas utama, yaitu: inbound
logistics, operations, outbound logistics, marketing & sales,
dan service; dan
terdapat empat aktivitas penunjang, yaitu: firm
infrastructure, human resource management, technology development,
dan procurement.
Gambar 4.
Value Chain
B. PREMIS YANG MENDASARI
1. Strategi
bersifat generik , umum, posisi yang dapat diidentifikasi di dalam
pasar/industri.
2. Lokasi pasar
(konteksnya) adalah ekonomi dan kompetisi.
3. Oleh
karenanya proses formasi strategi tidak lebih dari upaya menyeleksi posisi
generik ini berdasarkan perhitungan analitik.
4. Para analis
memainkan peran utama dalam proses ini, menyajikan hasil perhitungannya kepada
para manajer yang secara formal mengendalikan pilihan-pilihan itu.
5. Strategi
yang muncul dari proses ini berkembang penuh untuk kemudian diartikulasikan dan
diimplementasikan; dampaknya, struktur pasar mendorong gambaran strategi
posisional yang (kemudian) mempengaruhi struktur organisasi. [Mintzberg, Ahlstrand, dan Lampel, 1998].
C. KRITIK
Mintzberg, Ahlstrand, dan
Lampel mencatat sekurang-kurangnya terdapat empat kategori kritik terhadap
aliran Positioning,
yaitu [Mintzberg, Ahlstrand,
dan Lampel, 1998]:
1.
Tentang Fokus:
fokus aliran positioning
terlalu sempit sehingga hanya menekankan pada persoalan ekonomi dan data
kuantitatif dibanding persoalan sosial dan politik atau bahkan data ekonomi
yang bersifat kualitatif. Insight
tidak dapat dilihat dalam analisis. [Mintzberg, 1994].
2.
Tentang Konteks:
akibat konteks kajian yang sempit (dipersempit) sebagaimana ditunjukkan oleh
berbagai matriks yang ada, aliran positioning
mengalami beragam bias seperti tentang bisnis besar yang secara tradisional
biasanya paling tidak efektif dalam bersaing. Juga bias tentang kondisi
eksternal perusahaan, terutama tentang industri dan kompetisi, yang menjadi
semakin tajam akibat kebijakan/kondisi internal perusahaan.
3.
Tentang Proses:
proses yang terjadi pada aliran ini lebih banyak melibatkan perhitungan di
belakang meja dan menjauhkan analis dari lapangan. Jelas proses seperti ini
bisa menjadi tidak sehat karena kurang menghargai keterlibatan emosional dalam
proses pengembangan strategi perusahaan.
4.
Tentang Strategi:
tampaknya dalam aliran ini fokus strategi menjadi “sempit”. Aliran ini
mengarahkan strategi pada solusi generik dan bukan pada perpektif yang unik.
Bagaimanapun solusi generik seringkali bermuara pada kegagalan mengembangkan
kreativitas, terutama dalam menghadapi berbagai ketidakpastian dunia bisnis.
Bandingkan dengan konsep Peter Senge tentang archetype
“fixed that fail”
dan “shifting the burden”.
[Senge, 1994].
Selain
keempat kritik di atas, sebetulnya aliran positioning-pun
masih memiliki beberapa kelemahan lainnya, antara lain:
1.
Muncul kecenderungan untuk memainkan satu skenario sebagai kunci utama (bahkan satu-satunya)
terhadap analisis strategi. Misalnya, menurut BCG Matriks, pemain yang paling
kuat adalah pemain yang memiliki pangsa pasar terbesar. Namun hal ini akan
sulit digunakan untuk menjelaskan perusahaan kecil yang kinerjanya sangat baik
tetapi pangsa pasarnya kecil (lihat kasus Bank Central Asia dan Bank NISP
selama krisis ekonomi 1997-1998). Bandingkan hal ini dengan konsep inovasi dan
diversifikasi.
2.
Konsep tidak terlalu berkembang karena banyaknya terjadi pengulangan dalam
beragam analisa para tokoh yang dilakukan. Misalnya, Porter yang dalam beragam
kajiannya relatif hanya mengulang-ulang hubungan antar aktor (players) dalam analisis
lingkungan kompetitifnya. Bandingkan kenyataan tersebut dengan ungkapan
Matsushita,
“We are going to win and the
industrialized Western countries will lose. You can no longer do much about it
because you carry the seeds of your defeat within yourselves. Your
organizations are Taylorists, but worse still, so are your heads… whereas we
are post-Taylorists…” [Godet,
1994: 21]
0 Response to "MAKALAH INDUSTRI THE POSITIONING SCHOOL Strategy Formation as an Analytical Process"
Post a Comment