BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Keberhasilan dalam pembelajaran
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang terlibat dalam semua kegiatan belajar
mengajar. Diantara faktor-faktor tersebut adalah siswa, guru, kebiajakan
pemerintah dalam membuat kurikulum, serta dalam proses belajar seperti metoda,
sarana dan prasarana (media pembelajaran), model, dan pendekatan belajar yang
digunakan. Kondisi riil dalam pelaksanaannya latihan yang diberikan tidak
sepenuhnya dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menerapkan konsep.
Rendahnya mutu pembelajaran dapat diartikan kurang efektifnya proses
pembelajaran. Penyebabnya dapat berasal dari siswa, guru maupun sarana dan
prasarana yang ada, minat dan motivasi siswa yang rendah, kinerja guru yang
rendah, serta sarana dan prasarana yang kurang memadai akan menyebabkan
pembelajaran menjadi kurang efektif. Saat sekarang ini sistem pembelajaran
harus sesuai dengan kurikulum yang menggunakan sistem KTSP (Kurikulum Tingkat
Kesatuan Pendidikan). Jadi pendidikan tidak hanya ditekankan pada aspek
kognitif saja tetapi juga afektif dan psikomotorik.
Permasalahan yang dialami
dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial meliputi faktor internal dan
faktor eksternal.Faktor internal yang dialamai oleh siswa meliputi hal-hal
seperti; sikap terhadap belajar, motivasi belajar, konsentrasi belajar,
kemampuan mengolah bahan belajar, kemampuan menyimpan perolehan hasil belajar,
kemampuan menggali hasil belajar yang tersimpan, kemampuan berprestasi atau
unjuk hasil belajar, rasa percaya diri siswa, intelegensi dan keberhasilan
belajar, kebiasaan belajar dan cita-cita siswa. Faktor-faktor internal ini akan
menjadi masalah sejauh siswa tidak dapat menghasilkan tindak belajar yang
menghasilkan hasil belajar yang baik. (Dimyati & Mudjiono, 2002).
Faktor eksternal meliputi
hal-hal sebagai berikut; guru sebagai pembimbing belajar, prasarana dan sarana
pembelajaran, kebijakan penilaian, lingkungan siswa di sekolah, dan kurikulum
sekolah. Dari sisi guru sebagai pembelajar maka peranan guru dalam mengatasi
masalah-masalah eksternal belajar merupakan prasyarat terlaksanannya siswa
dapat belajar.(Dimyati & Mudjiono, 2002)
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
sebagai bagian integral dari kurikulum pembelajaran di persekolahan, selayaknya
disampaikan secara menarik dan penuh makna dengan memadukan seluruh komponen
pemebalajaran secara efektif. Selain itu, IPS sebagai disiplin ilmu yang
memiliki sensitivitas tinggi terhadap dinamika perkembangan masyarakat. Dalam
praktek pembelajarannya harus senantiasa memperhatikan konteks yang berkembang.
Pendekatan-pendekatan pembelajaran efektif yang diambil dari teori pendidikan
modern menjadi salah satu intrumen penting untuk diperhatikan agar pembelajaran
tetap menarik bagi peserta didik serta senantiasa relevan dengan konteks yang
berkembang.
Tujuan
utama IPS adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap
masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif
terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi
setiap masalah yang terjadi sehari-hari, baik yang menimpa dirinya sendiri
maupun yang menimpa masyarakat secara umum.
Untuk
mencapai tujuan di atas, diperlukan strategi yang memadukan setiap komponen
pembelajaran secara integrated dan koheren. Penentuan materi yang tepat,
metode yang efektif, media dan sumber pembelajaran yang relevan serta proses
evaluasi yang dapat mengukur tingkat pencapaian proses dan hasil terhadap
tujuan pembelajaran menjadi pekerjaan utama para aktor pembelajaran agar kegiatan
belajar mengajar dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
Peran pendidik yang kini
mengalami pergeseran dari teacher centered menuju student centered merupakan
suatu fenomena yang memiliki makna filosofis terhadap praktek pembelajaran di
persekolahan. Oleh karenanya, guru abad sekarang harus mampu meningkatkan
profesionalismenya serta senantiasa beradaptasi dengan dinamika perkembangan
dunia pendidikan pada khususnya dan dinamika global pada umumnya.
Hasil belajar yang
merupakan daya serap siswa yang berupa kemampuan kognitif atau kemampuan
mengerjakan tes samapi sekarang masih menjadi pedoman untuk menaikan siswa ke
kelas yang lebih tinggi dan menerima siswa atau mahasiswa baru. Oleh karena itu, mutu pendidikan yang
digambarkan dalam hasil belajar bidang studi IPS masih sangat perlu segera
ditingkatkan, terutama karena memasuki tantangan baru era globalisasi.
Media pembelajaran sebagai
salah satu sumber belajar ikut membantu guru memperkaya wawasan anak
didik. Aneka macam bentuk dan jenis
media pendidikan yang digunakan oleh guru menjadi sumber ilmu pengetahuan bagi
anak didik. Dalam menerangkan suatu
benda, guru dapat membawa bendanya secara langsung ke hadapan anak didik di
kelas. Dengan menghadirkan bendanya
seiring dengan penjelasan mengenai benda itu, maka benda itu dijadikan sebagai
sumber belajar.
Kalau dalam pendidikan di masa
lalu, guru merupakan satu-satunya sumber belajar bagi anak didik. Sehingga kegiatan pendidikan cenderung masih
tradisional. Perangkat teknologi penyebarannya
masih sangat terbatas dan belum memasuki dunia pendidikan. Tetapi lain halnya sekarang,
perangkat teknologi sudah ada dimana-mana.
Pertumbuhan dan perkembangannya hampir-hampir terkendali, sehingga
wabahnya pun menyusup ke dalam dunia pendidikan. Di sekolah-sekolah kini, terutama di
kota-kota besar, teknologi dalam berbagai bentuk dan jenisnya sudah
dipergunakan untuk mencapai tujuan.
Ternyata teknologi, yang disepakati sebagai media itu, tidak hanya
sebagai alat bantu, tetapi juga sebagai sumber belajar dalam proses belajar
mengajar. Media sebagai sumber belajar
diakui sebagai alat bantu auditif, visual, dan audiovisual. Penggunaan ketiga jenis sumber belajar ini
tidak sembarangan, tetapi harus disesuaikan dengan perumusan tujuan
instruksional, dan tentu saja dengan kompetensi guru itu sendiri, dan
sebagainya.
Anjuran
agar menggunakan media dalam pengajaran terkadang sukar dilaksanakan,
disebabkan dana yang terbatas untuk membelinya.
Menyadari akan hal itu, disarankan kembali agar tidak memaksakan diri untuk
membelinya, tetapi cukup membuat media pendidikan yang sederhana selama
menunjang tercapainya tujuan pengajaran.
Cukup banyak bahan mentah untuk keperluan pembuatan media pendidikan dan
dengan pemakaian keterampilan yang memadai untuk tercapainya tujuan. Media adalah segala sesuatu yang dapat
digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat
merangsang pikiran, perasaan, perhatian,
dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar
mengajar terjadi.
Pembelajaran dengan
menggunakan media Audio-visual adalah sebuah cara pembelajaran dengan
menggunakan media yang mengandung unsur suara dan gambar, dimana dalam proses
penyerapan materi melibatkan indra penglihatan dan indra pendengaran. Umar
Hamalik (1986) dan Sudirman, dkk menyatakan
media pembelajaran berfungsi sebagai :
(1) menyiarkan informasi penting; (2)
memotivasi siswa dalam pembelajaran; (3) menambah pengayaan dalam belajar; (4)
menunjukkan hubungan-hubungan antar konsep; (5) menyajikan pengalaman-pengalaman
yang tidak ditujukan guru; (6) membantu belajar perorangan; (7) mendekatkan
hal-hal yang ada diluar kelas ke dalam kelas.
Dengan demikian, penggunaan media
pembelajaran yang bisa melibatkan lebih dari satu indra akan berpengaruh
terhadap kualitas informasi yang diterima, dan semakin efektifnya dalam proses
mengingat terhadap informasi yang sudah diterima.
Berdasarkan latar belakang di
atas, penulis akan mencoba melakukan penelitisan dengan judul : Upaya Peningkatan Prestasi Belajar Siswa dengan
Menggunakan Media Audio-Visual Pada Pelajaran IPS Di Kelas VII-A SMP
Muhammadiyah 2 Kadungora Kabutapen Garut.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut,
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana proses pembelajaran dengan
menggunakan Media Audio Visual di kelas VII-A SMP Muhammadiyah 2 Kadungora?
2. Bagaimanakah hasil belajar siswa dengan
menggunakan Media Audio Visual di kelas
VII, SMP Muhammadiyah 2 Kadungora?
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk memberi arah yang jelas
tentang maksud dari penelitian ini dan berdasar pada rumusan masalah yang
diajukan, maka tujuan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
1. Untuk
mengetahui proses pembelajaran dengan menggunakan Media Audio Visual di kelas
VII, SMP Muhammadiyah 2 Kadungora.
2. Untuk
mengetahui hasil belajar siswa dengan menggunakan Media Audio Visual di kelas
VII, SMP Muhammadiyah 2 Kadungora.
1.4 Manfaat Penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian
ini, diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara
praktis. Berikut penulis kemukakan manfaat dari penelitian ini, yaitu:
1.
Secara Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini
dapat dijadikan bahan pembuktian bahwa penggunaan media merupakan salah satu
hal penting dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Terlebih lagi penggunaan
media audio visual yang memadukan antara indera pendengar dan indera penglihat
2.
Secara Praktis
a.
Hasil pembelajaran sebagai
umpan balik untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pembelajaran
b.
Meningkatkan kualitas atau
mutu sekolah melalui peningkatan prestasi siswa dan kinerja guru
c.
Mendorong untuk meningkatkan
profesionalisme guru.
d.
Memperbaiki kinerja guru
e.
Menumbuhkan wawasan berfikir
ilmiah
f.
Meningkatkan kualitas
pembelajaran
g.
Meningkatkan minat siswa
dalam memahami Materi pelajaran.
h.
Memiliki rasa tanggung jawab
terhadap perolehan ilmu.
i.
Memotivasi siswa untuk lebih
mantap dalam belajar.
j.
Meningkatkan prestasi siswa.
k.
Siswa dapat berfikir kritis
dan kreatif dalam menyeraf informasi yang ada.
1.5 Definisi Operasional
Untuk
menghindari kesalahtafsiran terhadap pokok-pokok masalah yang diteliti, di
bawah ini akan diterangkan secara operasional beberapa istilah teknis yang
dipandang penting untuk diketahui kejelasannya.
1.
Peningkatan Prestasi Belajar Siswa
Peningkatan berarti mempertinggi (Purwadarman:1984). Sedangkan kinerja adalah suatu proses yang
disusun untuk meningkatkan hasil-hasil produk (Soetisna, 2000:47). Guru merupakan pekerjaan atau jabatan
profesional, artinya tidak semua orang mampu melakukan pekerjaan tersebut
dengan baik.
Hasil belajar siswa yaitu adanya perubahan tingkah laku pada
aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.
Hasil belajar siswa yang dimaksud dalam penellitian ini adalah sebagai
akibat dari penggunaan media Audio Visual pada proses pembelajaran.
2. Media Pembelajaran Audio Visual
Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk
menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran,
perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga
proses belajar mengajar terjadi.
Pembelajaran dengan menggunakan media Audio-Visual adalah
sebuah cara pembelajaran dengan
menggunakan media yang mengandung unsur suara dan gambar, dimana dalam proses
penyerapan materi melibatkan indra penglihatan dan indra pendengaran.
3. Pembelajaran
IPS
Setiap mata pelajaran tentu memiliki karakteristik yang
membedakan dari mata pelajaran yang lain, demikian juga mata pelajaran
Pengetahuan Sosial untuk SMP. Beberapa
karakteristik mata pelajaran Pengetahuan Sosial, antara lain :
a. Pengetahuan Sosial merupakan perpaduan antara
sosiologi, geografi, ekonomi, sejarah dan kewarganegaraan.
b. Materi kajian Pengetahuan Sosial berarti dari
struktur keilmuan sosiologi, geografi, ekonomi, sejarah dan
kewarganegaraan. Dari
kelima struktur keilmuan itu kemudian dirumuskan materi kajian untuk
Pengetahuan Sosial.
c. Materi Pengetahuan Sosial juga menyangkut
masalah sosial dan tema-tema yang dikembangkan dengan pendekatan indispliner
dan multidispliner. Yang dimaksud
indispliner yaitu melibatkan disiplin ilmu ekonomi, ekonomi, geografi dan
sejarah. Sedangkan multidispliner yaitu
materi kajian itu mencakup aspek kehidupan masyarakat.
4. Konsep Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial.
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP), disebutkan bahwa : Ilmu Pengetahuan Sosial
(IPS) merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial seperti
sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya. Ilmu
Pengetahuan Sosial dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan
satu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu-ilmu sosial
(sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya). Geografi,
sejarah, dan antropologi merupakan disiplin ilmu yang memiliki keterpaduan yang
tinggi. Pembelajaran geografi memberikan kebulatan wawasan yang berkenaan
dengan wilayah-wilayah, sedangkan sejarah memberikan wawasan berkenaan dengan
peristiwa-peristiwa dari berbagai periode. Antropologi meliputi studi-studi
komparatif yang berkenaan dengan nilai-nilai, kepercayaan, struktur sosial,
aktivitas-aktivitas ekonomi, organisasi politik, ekspresi-ekspresi dan
spiritual, teknologi, dan benda-benda budaya dari budaya-budaya terpilih. Ilmu
politik dan ekonomi tergolong ke dalam ilmu-ilmu tentang kebijakan pada
aktivitas-aktivitas yang berkenaan dengan pembuatan keputusan. Sosiologi dan
psikologi sosial merupakan ilmu-ilmu tentang perilaku seperti konsep peran,
kelompok, institusi, proses interaksi dan kontrol sosial.
5. Tujuan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
Dalam
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), tujuan utama Ilmu Pengetahuan
Sosial adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap
masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif
terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi
setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri
maupun yang menimpa masyarakat. Tujuan tersebut dapat dicapai manakala
program-program pelajaran IPS di sekolah diorganisasikan secara baik. Menurut
Awan Mutakin (1998), berdasarkan rumusan tujuan umum tersebut dapat dirinci
sebagai berikut:
a. Memiliki
kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau lingkungannya, melalui
pemahaman terhadap nilai-nilai sejarah dan kebudayaan masyarakat.
b. Mengetahui dan
memahami konsep dasar dan mampu menggunakan metode yang diadaptasi dari
ilmu-ilmu sosial yang kemudian dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah
sosial.
c. Mampu
menggunakan model-model dan proses berpikir serta membuat keputusan untuk
menyelesaikan isu dan masalah yang berkembang di masyarakat.
d. Menaruh
perhatian terhadap isu-isu dan masalah-masalah sosial, serta mampu membuat
analisis yang kritis, selanjutnya mampu mengambil tindakan yang tepat.
e. Mampu
mengembangkan berbagai potensi sehingga mampu membangun diri sendiri agar survive
yang kemudian bertanggung jawab membangun masyarakat.
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Belajar dan Pembelajaran
1. Hakikat Belajar dan Pembelajaran
Belajar pada prinsipnya adalah proses perubahan
tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara siswa dengan sumber-sumber
atau obyek belajar baik secara sengaja dirancang atau tanpa sengaja dirancang
(Suliana,2005). Kegiatan belajar tersebut dapat dihayati (dialami) oleh orang
yang sedang belajar. Selain itu kegiatan belajar juga dapat
di amati oleh orang lain. Belajar yang di hayati oleh seorang pebelajar (siswa)
ada hubungannya dengan usaha pembelajaran, yang dilakukan oleh pembelajar
(guru). Pada satu sisi, belajar yang di alami oleh pebelajar terkait dengan pertumbuhan
jasmani yang siap berkembang. Pada sisi lain, kegiatan belajar yang juga berupa
perkembangan mental tersebut juga didorong oleh tindakan pendidikan atau
pembelajaran. Dengan kata lain, belajar ada kaitannya dengan usaha atau
rekayasa pembelajar. Dari segi siswa, belajar yang dialaminya sesuai dengan
pertumbuhan jasmani dan perkembangan mental, akan menghasilkan hasil belajar
sebagai dampak pengiring, selanjutnya, dampak pengiring tersebut akan
menghasilkan program belajar sendiri sebagai perwujudan emansipasi siswa menuju
kemandirian. Dari segi guru, kegiatan belajar siswa merupakan akibat dari
tindakan pendidikan atau pembelajaran.
Proses belajar siswa
tersebut menghasilkan perilaku yang dikehendaki, suatu hasil belajar sebagai
dampak pengajaran. (Dimyati & Mudjiono, 2002). Belajar
merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami
oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu
terjadinya atau terjadinya proses belajar.
Proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada di
lingkungan sekitar. Lingkungan yang
dipelajari oleh siswa berupa keadaan alam, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan,
manusia, atau hal-hal yang dijadikan bahan belajar. Tindakan belajar tentang suatu hal tersebut
tampak sebagai perilaku belajar yang tampak dari luar.
Tabel 2.1 : Ciri-ciri Umum Pendidikan, Belajar, dan
perkembangan.
Unsur-unsur
|
Pendidikan
|
Belajar
|
Perkembangan
|
1. Pelaku
|
Guru sebagai pelaku mendidik dan siswa yang
terdidik
|
Siswa
yang bertindak belajar atau pembelajar
|
Siswa yang mengalami perubahan
|
2. Tujuan
|
Membantu iswa untuk menjadi
pribadi mandiri yang utuh
|
Memperolah
hasil belajar dan pengalaman hidup
|
Memperoleh
perubahan mental
|
3. Proses
|
Proses
interaksi sebagai faktor eksternal belajar
|
Internal pada diri pembelajar
|
Internal pada diri pembelajar
|
4. Tempat
|
Lembaga
pendidikan sekolah dan luar sekolah
|
Sembarang tempat
|
Sembarang tempat
|
5. Lama waktu
|
Sepanjang
hayat dan sesuai jenjang lembaga
|
Sepanjang hayat
|
Sepanjang
hayat
|
6. Syarat terjadi
|
Guru
memiliki kewibawaan pendidikan
|
Motivasi belajar kuat
|
Kemauan mengubah diri
|
7.Ukuran Keberhasilan
|
Terbentuk
pribadi terpelajar
|
Dapat
memecahkan masalah
|
Terjadinya
perubahan positif
|
8. Faedah
|
Bagi
masyarakat mencerdaskan kehidupan bangsa
|
Bagi pembelajar mempertingi
martabat pribadi
|
Bagi
pembelajar memperbaiki kemajuan mental
|
9. Hasil
|
Pribadi sebagai pembangun yang
produktif dan kreatif
|
Hasil belajar sebagai dampak
pengajaran dan pengiring
|
Kemajuan
ranah kognitif, akfektif, dan psikomotorik
|
Adaptasi dari Monks, Knoers, (Siti Rahayu,
1989)
Apakah
hal-hal di luar siswa yang menyebabkan belajar juga sukar ditentukan? Oleh
karena itu, beberapa ahli mengemukakan pandangan yang berbeda tentang belajar.
a. Belajar Menurut pandangan Skinner
Skinner berpadangan bahwa belajar
adalah suatu perilaku. Pada saat orang
belajar, maka responsnya menjadi lebih baik.
Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responsnya menurun. Dalam belajar ditemukan adanya hal berikut :
(i) kesempatan
terjadinya peristiwa yang menimbulakan respons pembelajar,
(ii) respons
si pembelajar, dan
(iii)
konsekuensi yang bersifat menguatkan respons tersebut. Pemerkuat terjadi pada stimulus yang
menguatkan konsekuensi tersebut. Sebagai
ilustrasi, perilaku respons yang baik diberi hadiah. Sebaliknya, perilaku respons yang tidak baik
diberi teguran dan hukuman.
Guru
dapat menyusun program pembelajaran berdasarkan pandangan Skinner. Pandangan Skinner ini terkenal dengan nama
teori Skinner. Dalam menerapkan teori
Skinner, guru perlu memperhatikan dua hal yang penting, yaitu (i) pemilihan stimulus yang diskriminatif, dan
(ii) penggunaan penguatan. Sebagai ilustrasi, apakah guru akan meminta
respons ranah kognitif atau afektif.
Jika yang akan dicapai adalah sekedar “menyebut ibu kota negara Republik
Indonesia adalah Jakarta,” tentu saja siswa hanya dilatih menghafal.
Langkah-langkah
pembelajaran berdasarkan teori kondisioning operan sebagai berikut :
(1) Kesatu,
mempelajari keadaan kelas. Guru mencari
dan menemukan perilaku siswa yang
positif atau negatif. Perilaku positif
akan diperkuat dan perilaku negatif diperlemah atau dikurangi.
(2) Kedua,
membuat daftar penguat positif. Guru
mencari perilaku yang lebih disukai oleh siswa, perilaku yang kena hukuman, dan
kegiatan luar sekolah yang dapat dijadikan penguat.
(3)
Ketiga, memilih dan menentukan urutan
tingkah laku yang dipelajari serta jenis penguatnya.
(4) Keempat,
membuat program pembelajaran program pembelajaran ini berisi urutan
perilaku yang dikehendaki, penguatan, waktu mempelajari perilaku, dan
evaluasi. Dalam melaksanakan program
pembelajaran, guru mencatat perilaku dan penguat yang berhasil dan tidak berhasil. Ketidakberhasilan tersebut menjadi catatan
penting bagi modifikasi perilaku selanjutnya. (Sumadi Suryabrata, 1991).
b. Belajar Menurut Gagne
Menurut Gagne, “belajar merupakan
kegiatan yang kompleks”. Hasil belajar
berupa kapabilitas. Setelah belajar
orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut adalah dari
(i) stimulasi yang berasal dari
lingkungan, dan (ii) proses kognitif
yang dilakukan oleh pembelajar. Dengan
demikian, belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat
stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kapabilitas
baru. Sebagai ilustrasi, siswa kelas dua
SMP mempelajari nilai luhur Pancasila.
Mereka membaca berita di surat kabar tentang bencana alam gempa bumi di Flores dan banjir di beberapa provinsi di
jawa. Mereka bersama-sama mengumpulkan
bantuan bencana alam dari orang tua siswa SMP.
Mereka mampu mengumpulkan 4 kuintal beras, 100 potong pakaian, dan uang
sebesar Rp 5.000.000,00. Hasil bantuan
tersebut kemudian mereka serahkan ke Palang Merah Indonesia yang mengkoordinasi
bantuan di kota setempat. Perilaku siswa
mengumpulkan sumbangan tersebut merupakan hasil belajar nilai luhur
Pancasila. Hal ini merupakan dampak
pengiring.
Menurut
Gagne, belajar terdiri dari tiga komponen penting, yaitu kondisi eksternal,
kondisi inernal, dan hasil belajar.
Komponen
tersebut dilukiskan dalam bagan 2.1 sebagai berikut.
|


|
|


![]() |
|||
![]() |
|||
![]() |
|||
|
![]() |
|||
![]() |
|||
Kondisi eksternal belajar
Komponen Esensial Belajar dan
Pembelajaran
(Adaptasi dari
Bell Gredler, 1991:188).
Bagan 2.1 melukiskan
hal-hal berikut :
(1) Belajar
merupakan interaksi antara “keadaan inernal dan proses kognitif siswa” dengan
“stimulus dari lingkungan”.
(2) Proses
kognitif tersebut menghasilakn suatu hasil belajar. Hasil belajar tersebut terdiri dari informasi
verbal, keterampilan intelek, keterampilan motorik, sikap dan siasat kognitif.
Kelima
hasil belajar tersebut merupakan kapabilitas siswa. Kapabilitas siswa tersebut berupa :
(1) Informasi verbal adalah kapabilitas
untuk mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun
tertulis. Pemilikan informasi verbal
memungkinkan individu berperanan dalam kehidupan.
(2) Keterampilan intelekutal adalah
kecakapan yang berfungsi untuk berhubungan dengan lingkungan hidup serta
mempresentasikan konsep dan lambang.
Keterampilan intelek ini terdiri dari diskriminasi jamak, konsep konkret
dan terdefinisi, dan prinsip.
(3) Strategi kognitif adalah kemampuan
menyalurkan dan mengarahakn aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan
kaidah dalam memecahkan masalah.
(4) Keterampilan motorik adalah kemampuan
melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga
terwujud otomatisme gerak jasmani.
(5) Sikap adalah kemampuan menerima atau
menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut.
Gagne berpendapat bahwa, dalam
belajar terdiri dari tiga tahap yang meliputi sembilan fase. Tahapan itu sebagai berikut : (i) persiapan untuk belajar, (ii) pemerolehan
dan unjuk perbuatan (performansi), dan (iii) alih belajar. Pada tahap persiapan dilakukan tindakan
mengarahkan perhatian, pengharapan dan mendapat kembali informasi. Pada tahap pemerolehan dan perfomansi
digunakan untuk persepsi selektif, sandi semantik, pembangkitan kembali dan
respons, serta penguatan. Tahap alih
belajar meliputi pengisyaratan untuk membangkitkan, dan pemberlakukan secara
umum. Adanya tahap dan fase belajar
tersebut mempermudah guru untuk melakukan pembelajaran.
Dalam rangka pembelajaran, maka guru dapat
menyusun acara pembelajaran yang cocok dengan tahap dan fase-fase belajar. Pola hubungan antara fase belajar dengan
acara-acara pembelajaran tersebut dapat digunakan untuk pedoman pelaksanaan
kegiatan belajar di kelas. Sudah barang tentu guru masih harus menyesuaikan
dengan bidang studi dan kondisi kelas
yang sebenarnya. Guru dapat memodifikasi seperlunya.
Tabel
2.2 : Hubungan antara Fase Belajar dan
Acara Pembelajaran
Persiapan
|
Fase belajar
|
Keterangan
|
Persiapan
untuk belajar
|
1.Mengarahkan perhatian
|
Acara pembelajaran
Menarik
perhatian siswa dengan kejadian yang tidak seperti biasanya, pertanyaan atau
perubahan stimulus.
|
2. Ekspektansi
|
Memberitahu siswa
mengenai tujuan belajar
|
|
3.Retrival (infromasi dan
keterampilan yang relevan untuk memori kerja)
|
Merangsang siswa
agar mengingat siswa agar mengingat kembali hasil belajar (apa yang telah
dipelajari) sebelumnya.
|
|
Pemerolehan
dan unjuk perbuatan
|
4.Persepsi selektif atas sifat
stimulus
|
Menyajikan
stimulus yang jelas sifatnya
|
5.Sandi semantik
|
Memberikan bimbingan belajar
|
|
6.Retrival dan
respons
|
Memunculkan perbuatan
|
|
Retrival
dan alih
|
7. Penguatan
|
Siswa
|
8.Pengisyaratan
|
Memberikan balikan informatif
|
|
9.Pemberlakuan
secara umum
|
Meningkatkan retensi dan alih
belajar
|
(Belajar Menurut Pandangan Gagne)
c. Belajar Menurut Pandangan Piaget
Piaget
berpendapat bahwa pengetahuan dibentuk oleh individu. Sebab individu melakukan interaksi
terus-menerus dengan lingkungan.
Lingkungan tersebut mengalami perubahan.
Dengan adanya interaksi dengan lingkungan maka fungsi intelek semakin
berkembang.
Selanjutnya menurut Piaget (Dahar, 1996) “perkembangan
intelektual melalui tahap-tahap berikut.
(i) sensori motor (0: 0-2; 0 tahun), (ii) pra-opterasional (2: 0-7; 0 tahun),
(iii) operasional konkret (7: 0-11: 0 tahun),
dan (iv) operasi format (11: 0-ke atas)”.
Pada tahap sensori motor anak mengenal
lingkungan dengan kemampuan sonsorik dan motorik. Anak mengenal lingkungan dengan penglihatan,
penciuman, pengengaran, perabaan dan menggerak-gerakannya. Pada tahap pra-operasional. Anak mengembalikan diri pada persepsi tentang
realitas. Ia telah mampu menggunakn
simbol, bahasa, konsep sederhana, berpartisipasi, membuat gambar, dan menggolong-golongkan. Pada tahap operasi konkret anak dapat
mengembangkan pikiran logis. Ia dapat
mengikuti penalaran logis. Walau
kadang-kadang memecahkan masalah secara “trial
and error”. Pada tahap operasi
formal anak dapat berpikir abstrak seperti pada orang dewasa.
Pengetahuan dibangun dalam pikiran. Setiap individu membangun sendiri
pengetahuannya. Pengetahuan yang
dibangun terdiri dari tiga bentuk, yaitu pengetahuan fisik, pengetahuan
logika-matematik, dan pengetahuan sosial.
Belajar pengetahuan meliputi tiga fase. Fase-fase itu adalah fase eksplorasi,
pengenalan konsep, dan aplikasi konsep.
Dalam fase pengenalan konsep, siswa mengenal konsep yang ada hubungannya
dengan gejala. Dalam fase aplikasi
konsep, siswa menggunakan konsep untuk meneliti gelaja lain lebih lanjut.
Menurut
Piaget, pembelajaran terdiri dari empat langkah berikut :
(1) Langkah satu
: Menentukan topik yang dapat dipelajari
oleh anak sendiri. Penentuan topik
tersebut dibimbing dengan beberapa pertanyaan, seperti berikut :
(a) Pokok
bahasana manakah yang cocok untuk
eksperimentasi?
(b) Topik manakah yang
cocok untuk pemecahan masalah dalam situasi kelompok?
(c) Topik manakah
yan dapat disajikan pada tingkat manipulasi secara fisik sebelum secara verbal?
(2) Langkah
dua : Memilih atau mengembangkan
aktivitas kelas dengan topik tersebut.
Hal ii dibimbing dengan pertanyaan seperti :
(a) Apakah
aktivitas itu memberi kesempatan untuk melaksanakan nictode eksperimen?
(b) Dapatkah
kegiatan itu menimbulkan pertanyaan siswa?
(c) Dapatkah siswa
membandingkan berbagai cara bernalar dalam mengikuti kegiatan di kelas?
(d) Apakah masalah
tersebut merupakan masalah yang tidak dapat dipecahkan atas dasar pengisyaratan
perseptual?
(e) Apakah
aktivitas itu dapat menghasilkan aktivitas fisik dan kognitif?
(f) Dapatkah
aktivitas itu dapat memperkaya konstruk yang sudah dipelajari?
(3) Langkah
tiga : Mengetahui adanya kesempatan bagi
guru untuk mengemukakan pertanyaan, yang menunjang proses pemecahan
masalah. Bimbingan pertanyaan berupa:
(a) Pertanyaan
lanjut yang memancing berpikir seperti “bagaimana jika”?
(b) Memperbandingkan
materi apakah yang cocok untuk menimbulkan pertanyaan spontan?
(4) Langkah
empat : Menilai pelaksanaan tiap kegiatan,
memperhatikan keberhasilan, dan melakukan revisi. Bimbingan pertanyaan berupa:
(a) Segi
kegiatan apakah yang menghasilkan minat dan keterlibatan siswa yang besar?
(b) Segi
kegiatan manakah yang tidak menarik, dan apakah alternatifnya?
(c) Apakah
aktivitas itu memberi peluang untuk mengembangkan siasat baru untuk penelitian
atau meningkatkan siasat yang sudah dipelajari?
(d) Apakah kegiatan itu dapat dijadikan modal untuk
pembelajaran lebih lanjut?
Secara
singkat, Piaget menyarankan agar dalam pembelajaran guru memilih masalah yang
berciri kegiatan prediksi, ekperimental, dan eksplanasi (Bell Bredler, 1991 :
3001-357).
d.
Belajar Menurut Rogers
Rogers menyayangkan praktek pendidikan
di sekolah tahun 1960-an. Menurut
pendapatnya, praktek pendidikan menitikberatkan pada segi pengajaran, bukan
pada siswa yang belajar. Praktek
tersebut ditandai oleh peran guru yang dominan dan siswa hanya menghafalkan
pelajaran.
Rogers mengemukakan pentingnya guru
memperhatikan prinsip pendidikan.
Prinsip pendidikan dan pembelajaran tersebut sebagai berikut :
(1) Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan
wajar untuk belajar. Siswa tidak harus
belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
(2) Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna
bagi dirinya.
(3) Pengorganisasisan bahan pengajaran berarti
mengorganisasikan bahan dan ide baru, sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
(4) Belajar yang
bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses-proses belajar,
keterbukaan belajar mengalami sesuatu, bekerja sama dengan melakukan pengubahan
diri terus-menerus.
(5) Belajar yang
optimal akan terjadi, bila siswa berpartisipasi secara bertanggung jawab dalam
proses belajar.
(6) Belajar
mengalami (experiental learning) dapat
terjadi, bila siswa mengevaluasi dirinya sendiri. Belajar mengalami dapat memberi peluang untuk
belajar kreatif, self evaluation dan
kritik diri. Hal ini berarti bahwa
evaluasi dari instruktur bersifat sekunder.
(7) Belajar
mengalami menuntut keterlibatan siswa secara penuh dan sungguh-sungguh.
Rogers mengemukakan saran tentang langkah-langkah
pembelajaran yang perlu dilakukan oleh guru.
Saran pembelajaran itu meliputi hal berikut :
(1) Guru memberi
kepercayaan kepada kelas agar kelas memilih belajar secara terstruktur,
(2) Guru
menggunakan metode simulasi,
(3) Guru
menggunakan metode inquiri, atau belajar menemukan (discovery learning).
(4) Guru menggunakan metode simulasi,
(5) Guru mengadakan latihan kepekaan agar siswa
mampu menghayati perasaan dan berpartisipasi dengan kelompok lain.
(6) Guru bertindak sebagai fasilitator belajar.
(7) Sebaiknya
guru menggunakan pengajaran berprogram, agar tercipta peluang bagi siswa untuk
timbulnya kreativitas (Snelbecker, 1974: 483-494; Skager, 1984: 33”; Bergan dan
Dunn, 1976: 122-128).
Keempat
pandangan tentang belajar tersebut merupakan bagian kecil dari pandangan yang
ada. Untuk kepentingan pembelajaran,
para guru dan calon guru masih harus mempelajari sendiri dari psikologi
belajar. Di samping itu, para guru masih
perlu memilih teori yang relevan bagi bidang studi asuhannya. Guru juga perlu memodifikasi secara praktis
sesuai dengan kondisi perilaku siswa belajar.
Dalam
keseluruhan proses pendidikan di sekolah, pembelajaran merupakan aktivitas yang
paling utama. Ini berarti bahwa
keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan banyak tergantung terhadap kualitas
pembelajaran yang dilakukan oleh guru.
Pemahaman seorang guru terhadap pengertian pembelajaran akan
mempengaruhi cara atau metode guru itu mengajar.
Dari
berbagai definisi yang dikemukakan oleh pakar-pakar, secara umum dapat
diartikan bahwa pembelajaran merupakan suatu proses perubahan dalam perilaku
sebagai hasil interaksi antara dirinya dengan lingkungannya dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya. Secara lengkap,
Surya, (2003 : 7) menjelaskan pengertian pembelajaran dapat dirumuskan sebagai
berikut: “pembelajaran ialah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk
memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil
dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
2.
Masalah-masalah
dalam Belajar
Suryabrata (1984) mengklasifikasikan faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar sebagai berikut :
1.
Faktor-faktor yang berasal dari luar diri pelajar, dan
ini masih lagi digolongkan menjadi dua golongan, yaitu :
a.
Faktor-faktor non-sosial
Kelompok
faktor-faktor ini boleh dikatakan juga tidak terbilang jumlahnya, seperti
misalnya : keadaan suhu, suhu udara, cuaca, waktu (pagi, siang atau malam),
tempat (letaknya, pergedungannya), alat-alat yang dipakai untuk belajar (alat
tulis, buku, alat peraga, dan sebagainya yang dapat kita sebut sebagai alat
pelajaran).
b. Faktor-faktor
sosial
Yang dimaksud dengan faktor sosial disini
adalah faktor manusia (semua manusia), baik manusia itu hadir maupun
kehadirannya itu dapat disimpulkan, jadi tidak langsung hadir. Kehadiran orang
atau orang-orang lain pada waktu seseorang sedang belajar, banyak kali
mengganggu belajar itu; misalnya kalau satu kelas murid sedang melaksanakan
ujian, lalu banyak anak-anak lain bercakap-cakap di samping kelas, atau
seseorang sedang belajar di kamar, satu atau dua orang hilir mudik keluar masuk
kamar belajar itu dan sebagainya.
Selain kehadiran yang langsung seperti yang dikemukakan di atas,
mungkin juga orang lain itu hadir tidak secara langsung atau dapat disimpulkan
kehadirannya; misalnya saja potret dapat merupakan representasi dari seseorang,
suara nyanyian yang dihidangkan lewat radio maupun tape recorder juga dapat merupakan representasi bagi kehadiran
seseorang.
2.
Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri
pelajar, dan ini pun dapat lagi digolongkan menjadi dua golongan yaitu :
a. Faktor-faktor fisiologi
Faktor-faktor fisiologi ini
masih dapat lagi dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
1) Keadaan tonus jasmani pada umumnya
Keadaan
tonus jasmani pada umumnya ini dapat dikatakan melatar belakangi aktivitas
belajar, keadaan jasmani yang segar akan lain pengaruhnya dengan keadaan
jasmani yang kurang segar, keadaan jasmani yang lelah lain pengaruhnya dari
pada yang tidak lelah. Dalam hubungannya dengan hal ini ada dua hal yang perlu
dikemukakan yaitu :
(a) Nutrisi
harus cukup karena kekurangan kadar makanan ini akan mengakibatkan kurangnya
tonus jasmani, yang pengaruhnya dapat berupa kelesuan, lekas mengantuk, lekas
lelah dan lain sebagainya.
(b) Beberapa penyakit
yang kronis sangat mengganggu belajar itu.
2) Keadaan
fungsi-fungsi fisiologi tertentu terutama fungsi-fungsi alat indra.
b. Faktor-faktor
psikologi
Arden
N. Frandsen (dalam S. Suryabrata, 1984) mengatakan bahwa hal yang mendorong
seseorang untuk belajar adalah sebagai berikut:
1) Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang
lebih luas
2) Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua,
guru, dan teman-teman.
3) Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan
usaha yang baru, baik dengan kooperasi maupun kompetensi
4) Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai
pelajaran
5) Adanya ganjaran atau
hukuman sebagai akhir dari pada belajar.
2.2 Media Pembelajaran
1.
Pengertian Media
Media pengajaran atau alat peraga lebih dikenal sebagai
salah satu alat bantu pengajaran. Dikatakan sebagai alat karena fungsinya
sebagai alat untuk membantu guru dalam memperlancar jalannya pengajaran,
sehingga dapat memperjelas pemahaman siswa terhadap materi yang sedang
dipelajari. Alat bantu tersebut merupakan cara untuk menyajikan suatu materi
pelajaran melalui peragaan. Hidayat (1991:107), menyatakan bahwa ”yang dimaksud
dengan media pengajaran ialah suatu alat yuang dipergunakan dalam proses
penyampaian pengajaran kepada siswa untuk membantu mempermudah, memperlancar
jalannya pengajaran sehingga materi dapat dipahami oleh siswa”.
Sadiman (1984 : 7) mengatakan bahwa, ”Media adalah segala
sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima,
sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta
perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar mengajar terjadi dengan
efektif dan efisien.
Sehubungan dengan itu, Hastuti (1986 : 177) berpendapat
bahwa ”Media berasal dari bahasa Latin dengan bentuk jamak medium yang
berarti perantara, maksudnya segala sesuatu yang membawa pesan dari suatu
sumber untuk disampaikan kepada penerima pesan”. Hamalik (1994:12) memberikan
pengertian bahwa ”media adalah alat, metode, dan teknik yang digunakan dalam
rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa
dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah”.
Menurut Subiakto (1993 : 206), yang dimaksud dengan alat
atau media dalam pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial adalah segala alat yang dapat digunakan
oleh guru atau pengajar serta pelajar untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah
ditentukan.
Dengan demikian, yang dimaksud dengan media dalam
pengajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial adalah suatu alat atau perantara yang dipergunakan oleh
guru untuk menyampaikan materi pelajaran atau menyalurkan pesan dari pengirim
ke penerima sehingga dapat merangsang minat dan perhatian siswa dalam kegiatan
proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditentukan.
Kedudukan media pengajaran dalam proses belajar mengajar itu memegang peranan
penting sebagai alat bantu untuk menciptakan proses belajar mengajar ditandai
dengan adanya beberapa unsur antara lain: tujuan, bahan, metode, dan alat serta
evaluasi. Unsur metode dan alat atau media merupakan unsur yang tidak bisa
dilepaskan dari unsur lainnya yang berfungsi sebagai cara atau teknik untuk
mengantarkan bahan pelajaran agar sampai kepada tujuan. Dalam pengajaran,
tujuan, media atau alat memegang peranan yang sangat penting, sebab dengan
adanya media tersebut bahan pelajaran dapat dengan mudah dipahami oleh siswa.
Sejalan dengan fungsi media pembelajaran, Sudhana (1987
:100) berpendapat:
Ada enam fungsi pokok dari media pengajaran,
yaitu :
1) Sebagai alat bantu untuk mewujudkan situasi
belajar mengajar yang efektif.
2) Salah satu unsur yang harus dikembangkan
guru.
3) Penggunaannya integral dengan tujuan dan
isi pelajaran.
4) Sebagai alat hiburan untuk menarik minat
siswa.
5) Untuk mempercepat proses belajar mengajar
dan membantu siswa dalam menangkap pengertian yang diberikan oleh guru.
6) Untuk mempertinggi mutu belajar mengajar.
Namun hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan media dalam pengajaran
adalah prinsip tidak ada satu media pun yang paling baik untuk keseluruhan
masalah atau tujuan pengajaran. Sebab setiap media memiliki karakteristik yang
berbeda, yang masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Oleh karena
itu, dalam pemilihan media harus disesuaikan dengan tujuan, kemampuan siswa,
sifat materi, dan kemampuan guru dalam menjalankan media tersebut. Jadi,
sebenarnya tidak ada suatu media pun yang dapat dipergunakan oleh segala macam
situasi dan kondisi.
Berdasarkan uraian di atas, jelas bahwa media merupakan suatu alat yang
menjadi pengantar dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Dengan demikian, yang
dimaksud dengan media pengajaran bahasa Indonesia adalah alat yang dapat
dipergunakan oleh guru dan siswa dalam proses belajar mengajar untuk mencapai
tujuan pengajaran yang diharapkan.
2.
Media Audio
Visual
Media adalah segala sesuatu
yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga
dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian siswa
sedemikian rupa sehingga proses belajar mengajar terjadi.
Pembelajaran dengan
menggunakan media Audio-visual adalah sebuah cara pembelajaran dengan
menggunakan media yang mengandung unsur suara dan gambar, dimana dalam proses
penyerapan materi melibatkan indra penglihatan dan indra pendengaran. Dalam
proses belajar mengajar media pembelajaran berfungsi sebagai:1) menyiarkan
informasi penting ; 2) memotivasi siswa dalam pembelajaran; 3) menambah
pengayaan dalam belajar; 4) menunjuka hubungan –hubungan antar konsep; 5)
menyajikan pengalaman-pengalamn yang tidak ditunjukan guru; 6) membantu belajar
perorangan; 7) mendekatkan hal-hal yang ada diluar kelas kedalam kelas.
O. Hamalik (1982) dan
Sudirman, dkk mengelompokan media berdasarkan jenisnya dalam beberapa kelompok
:
1. Media
auditif yaitu media yang hanya mengandalkan kemampuan suara saja, seperti tepe
recorder.
2. Media
visual yaitu media yang hanya mengandalkan indera penglihatan dalam wujud
visual.
3. Media audio visual yaitu media yang mempunyai unsur suara dan gambar.
Dalam sebuah penelitian
bahwa penerimaan informasi sebelum menjadi ilmu pengetahuan dalam diri kita itu
diawali melalui proses indra. Menyadur pendapat Vernon A. Magnesen bahwa dalam
kegiatan belajar, sebuah ilmu pengetahuan bisa di terima oleh indra kita
ternyata memiliki tingkatan prosentase yang berbeda, dengan pengklasifikasian
sebagia berikut:
§
10% dari apa yang kita baca
§
20% dari apa yang kita
dengar
§
30% dari apa yang kita lihat
§
50% dari apa yang kita lihat
dan dengar
§
70% dari apa yang kita
katakan
§
90% dari apa yang kita
katakan dan lakukan
Aristoteles mengusulkan
bahwa model pendidikan awal berasal dari serapan indra. Dan masing-masing indra
mempunyai kontribusi yang berbeda. Penggabungan indra-indra dalam proses
belajar akan menambah daya serap siswa.
Dengan
demikian penggunaan media belajar audio-visual akan merangsang keterlibatan
indra penglihatan dan pendengaran dan juga suasana diri (mood) sehingga akan memudahkan
dalam penyerapan informasi yang pada akhirnya akan di simpan di otak dalam
memori.
2.3 Pembelajaran IPS
1.
Pengertian
Pendidikan IPS
Istilah IPS merupakan sub
program pendidikan pada tingkat pendidikan dasar dan menengah, oleh karena itu
lahirlah Pendidikan IPS (dan
Pendidikan IPA). Istilah ini adalah penegasan dan akibat dari
istilah IPS-IPA saja agar bisa dibedakan dengan pendidikan tinggi di
Universitas. Namun, menurut Al Mukhtar (1991: 47), ”mata pelajaran ilmu-ilmu
sosial sendiri, sudah ada jauh sebelum digunakan istilah IPS seperti yang
terdapat dalam kurikulum 1962 dan 1968”.
Istilah lain yang muncul
selain dari nama Pendidikan IPS ini adalah Studi Sosial. Istilah ini
diperkenalkan di Indonesia pada Tahun 1971, pada ‘Seminar Nasional Civics Education
di Tawangmangu - Solo, sebagai terjemahan dari istilah “Social Studies” yang telah digunakan di Amerika untuk mata
pelajaran ini dalam kurikulum Sekolahnya” (Al Mukhtar, 1991: 48). Kendatipun
istilah ini tidak dijadikan nama bagi Pendidikan IPS, namun menurut Al Mukhtar,
istilah ini terus berkembang sebagai sebutan konseptual dalam pembaharuan
pendidikan IPS yang secara operasional lebih berperan sebagai pendekatan dalam
pengembangan kurikulum Pendidikan IPS.
Nama-nama lainnya yang
identik dengan penamaan Pendidikan IPS (PIPS) dan Studi Sosial ini masih
menurut Al Mukhtar (2001; 24-49), adalah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS),
Pendidikan Ilmu Sosial (PIS), dan Ilmu Sosial Dasar (ISD). Setiap istilah yang
digunakan, merupakan cerminan dari dasar pemikiran serta visi, misi dan arah
pengembangannya, terutama tujuan dari setiap program. Namun, secara umum orang
mengidentikkan IPS dan PIPS adalah sebutan untuk program pendidikan IPS di
tingkat dasar dan menengah, sedangkan Studi Sosial, Pendidikan Ilmu Sosial dan
Ilmu Sosial Dasar, adalah nama-nama untuk program pendidikan yang biasa
dilaksanakan di tingkat Perguruan Tinggi.
Sekalipun diajarkan di
tingkatan yang berbeda, namun dua-duanya tetap mempunyai kesamaan, yakni
sama-sama berbasiskan ilmu sosial, sedangkan perbedaannya terdapat dalam segi
kedalaman dan keluasan isi materi, serta tujuan akhir dilaksanakannya program
tersebut.
Perbandingan pendidikan IPS
untuk tingkat Dasar dan Menengah dan di Perguruan Tinggi, digambarkan oleh
Somantri (2001:103) sebagai berikut:
Pendidikan IPS untuk tingkat Dasar dan Menengah
|
Pendidikan IPS untuk FPIPS dan jurusan IPS FKIP
|
Pendidikan IPS merupakan
penyederhanaan, adaptasi, seleksi, dan modifikasi dari disiplin akademis
ilmu-ilmu sosial yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan
pedagogis psikologis untuk tujuan institusional pendidikan dasar dan
menengah, dalam kerangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang
berdasarkan Pancasila.
|
Pendidikan IPS
adalah seleksi dari struktur disiplin akademik ilmu-ilmu sosial yang
diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah (dan psikologis) untuk mewujudkan
tujuan pendidikan FPIPS, dalam kerangka pencapaian tujuan pendidikan nasional
yang berdasarkan Pancasila.
|
Perbandingan Pend.
IPS untuk tingkat Dasar & Menengah dengan di Perguruan Tinggi.
Di sekolah-sekolah Amerika
sendiri yang sampai saat ini dianggap sebagai salah satu sumber utama dalam
pendidikan IPS (studi sosial) di Indonesia ternyata mempunyai tiga tradisi
dalam memandang (pendekatan) pendidikan IPS untuk proses pembelajaran di
tingkat persekolahannya R.D. Barr et al. dalam David T. Nayloretal.
(1987:35-37).
Pertama, ada yang memandang
IPS sebagai Pendidikan Kewarganegaraan yang bertujuan membentuk warga negara
yang baik melalui penanaman nilai-nilai yang baik sebagai kerangka dasar
pengambilan keputusan. Kedua, memandang IPS sebagai Ilmu Sosial yang bertujuan
untuk membentuk warga negara yang baik melalui pengambilan keputusan yang
mendasar, dengan penguasaan konsep ilmu sosial, proses dan problem sosial. Ketiga
memandang IPS sebagai Reflektif Inkuiri yang bertujuan untuk membentuk warga
negara yang baik melalui kesiapan dalam proses penelitian yang mana pengetahuan
itu didapatkan dengan cara mengetahui/memahami kebutuhan-kebutuhan warga negara
untuk membuat keputusan dan memecahkan permasalahannya.
Penggunaan metode pada
ketiga pendekatan IPS ini pun sangat berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Pada pendekatan IPS sebagai pendidikan kewarganegaraan, metode yang
digunakannya adalah penanaman nilai dan konsep dengan teknik membaca, ceramah
dan membahas tanya jawab dan contoh-contoh pemecahan masalah. Pada pendekatan
IPS sebagai ilmu sosial, diserahkan pada tiap ilmu itu sendiri, karena
tiap-tiap ilmu sosial tersebut mempunyai metodenya sendiri-sendiri dalam menguji
pengetahuannya. Sedangkan pada pendekatan IPS sebagai Reflektif Inkuiri, metode
yang digunakannya adalah memberikan kesiapan pada siswa untuk mengambil
keputusan secara terstruktur dan disiplin, yang bertujuan untuk
mengidentifikasi masalah dan merespon konflik melalui alat tes kognitif.
Adapun mengenai isi
materinya, untuk pendekatan IPS sebagai pendidikan kewarganegaraan, materinya
merupakan hasil seleksi yang telah ditafsirkan oleh guru dengan keahliannya
yang berfungsi memaparkan nilai-nilai, sikap dan kepercayaan. Pada pendekatan
IPS sebagai pendidikan ilmu sosial, materinya yang tepat adalah mengajarkan
struktur, konsep, problem dan proses-proses ilmu sosial. Sedangkan pada
pendekatan IPS sebagai reflektif inkuiri materinya adalah menganalisis nilai-nilai
individual warga negara serta masalah-masalah sosial yang timbul.
Somantri dalam bukunya
Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS (2001: 73, 92 dan 103), juga mencatat
beberapa definisi dari Social Study (Pendidikan
IPS) ini, termasuk menurut Somantri sendiri adalah sebagai berikut:
1. Menurut National Commission on
Social Studies (NCSS) :
The term social studies is used to include history, economics,
anthropology, sociology, civics, geography and all modifications of subjects
whose content as well as aim is social. In all content definitions, the social
studies is conceived as the subject matter of the academic disciplines somehow
simplified, adapted, modified, or selected for school instruction.
2. Menurut Somantri :
a. Suatu penyederhanaan disiplin
ilmu-ilmu sosial, ideologi negara dan disiplin ilmu lainnya serta
masnlah-masalah sosial terkait, yang diorganisasikan dan disajikan secara
ilmiah dan psikologis, untuk tujuan pendidikan pada tingkat pendidikan dasar
dan menengah.
b. Penyederhanaan, adaptasi,
seleksi dan modifikasi
dari disiplin akademis ilmu-ilmu
sosial yang diorganisasikan dan
disajikan secara ilmiah dan pedagogis-psikologis, untuk tujuan
institusional pendidikan dasar dan
menengah, dalam kerangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang
berdasarkan Pancasila
3. Menurut Rumusan Forum
Komunikasi II HISPIPSI Tahun 1991 versi pendidikan dasar dan menengah :
Pendidikan IPS adalah penyederhanaan atau
adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar
manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan
pedagogis/psikologis untuk tujuan pendidikan.
4.
Menurut versi IPS
jurusan Pendidikan IPS :
Pendidikan IPS adalah
seleksi dari disiplin-disiplin ilmu sosial dan humaniora serta kegiatan dasar
manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk
tujuan pendidikan.
Sedangkan Djahiri dalam
bukunya Pengajaran Studi Sosial / IPS (1983: 2) mengartikan Pendidikan IPS
sebagai:
Ilmu
Pengetahuan yang memadukan sejumlah konsep pilihan dari cabang-cabang ilmu
sosial dan ilmu lainnya, serta kemudian diolah berdasarkan prinsip pendidikan
dan didaktik, untuk dijadikan program pengajaran pada tingkat persekolahan.
Jadi, IPS atau Studi Sosial konsep-konsepnya merupakan konsep pilihan
berdasarkan kriteria tertentu dari berbagai ilmu, lalu dipadu dan diolah secara
didaktis pedagogis kearah kecocokannya dengan siswa, baik aspek pribadi maupun
aspek sosial serta ekologisnya.
Dari beberapa pengertian
tersebut di atas, kita dapat menarik kesimpulan. bahwa betapapun secara
redaksional pengertian Pendidikan IPS itu berbeda antara satu dengan yang
lainnya, namun dilihat dari substansinya, tampak jelas bahwa
pengertian-pengertian itu mempunyai substansi yang sama. Namun demikian, untuk
ditingkat pendidikan dasar dan menengah Indonesia, rumusan Forum Komunikasi II
HISPIPSI Tahun 1991 versi pendidikan dasar dan menengah tampaknya lebih cocok
dianut di Indonesia.
2.
Karakteristik
Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
1. Karakteristik
IPS
Setiap
mata pelajaran tentu memiliki karakteristik yang membedakan dari mata pelajaran
yang lain, demikian juga mata pelajaran Pengetahuan Sosial untuk SMP.
Beberapa
karakteristik mata pelajaran Pengetahuan Sosial antara lain:
a.
Pengetahuan Sosial merupakan perpaduan antara sosiologi,
geografi, ekonomi, sejarah dan kewarganegaraan.
b.
Materi kajian Pengetahuan sosial berasal dari struktur
keilmuan sosiologi, geografi, ekonomi, sejarah dan kewarganegaraan. Dari kelima
struktur keilmuan itu kemudian dirumuskan materi kajian untuk Pengetahuan Sosial.
c.
Materi Pengetahuan Sosial juga menyangkut masalah sosial
dan tema-tema yang dikembangkan dengan pendekatan indisipliner dan
multidisipliner. Yang dimaksud indisipliner yaitu melibatkan disiplin ilmu
ekonomi, ekonomi, geografi, dan sejarah. Sedangkan yang dimaksud dengan
multidisipliner yaitu materi kajian itu mencakup aspek kehidupan masyarakat.
d.
Materi Pengetahuan Sosial menyangkut peristiwa dan
perubahan masyarakat masa lalu dengan
sebab akibat dan kronologis, masalah-masalah sosial dan isu-isu global yang
terjadi di masyarakat.
2.
Fungsi Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mata pelajaran Pengetahuan Sosial Geografi
adalah salah satu program untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan siswa
dalam menggunakan dan memanfaatkan peta dalam kehidupan sehari-hari.
Standar kompetensi ini disiapkan dengan mempertimbangkan
kedudukan dan fungsi Pengetahuan Sosial Geografi, sebagai hasil cipta
intelektual dalam pemanfaatan peta yang berkonsekuensi pada fungsi dan tujuan
mata pelajaran Pengetahuan Sosial Geografi sebagai :
a.
Sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan untuk
meraih dan mengembangkan ilmu pengetahuan teknologi dan sosial.
b.
Sarana penyebarluasan informasi geografis Indonesia untuk
berbagai keperluan.
c.
Sarana pengembangan penalaran
d.
Sarana pemahaman letak suatu daerah, negara sampai dunia.
3. Tujuan Pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial
Tujuan utama Ilmu Pengetahuan Sosial adalah untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang
terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala
ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi
sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat.
Tujuan tersebut dapat dicapai manakala program-program pelajaran IPS di sekolah
diorganisasikan secara baik. Menurut Awan Mutakin (1998), berdasarkan rumusan
tujuan umum tersebut dapat dirinci sebagai berikut:
a. Memiliki
kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau lingkungannya, melalui
pemahaman terhadap nilai-nilai sejarah dan kebudayaan masyarakat.
b. Mengetahui
dan memahami konsep dasar dan mampu menggunakan metode yang diadaptasi dari
ilmu-ilmu sosial yang kemudian dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah
sosial.
c. Mampu
menggunakan model-model dan proses berpikir serta membuat keputusan untuk
menyelesaikan isu dan masalah yang berkembang di masyarakat.
d. Menaruh
perhatian terhadap isu-isu dan masalah-masalah sosial, serta mampu membuat
analisis yang kritis, selanjutnya mampu mengambil tindakan yang tepat.
e.
Mampu mengembangkan berbagai potensi
sehingga mampu membangun diri sendiri agar survive yang kemudian
bertanggung jawab membangun masyarakat.
4. Nilai-nilai yang dikembangkan dalam IPS
Nilai-nilai
yang dikembangkan dalam Ilmu Pengetahuan Sosial diantaranya adalah sebagai
berikut:
a. Nilai Ketuhanan
Materi pembelajaran apapun dalam pendidikan IPS wajib
berlandaskan kepada nilai ketuhanan. Nilai ketuhanan merupakan nilai
transendental yang menjadi core value dari sistem nilai yang ada.
b. Nilai Edukatif
Salah satu tolak ukur keberhasilan pelaksanaan pendidikan
IPS adalah adanya perubahan tingkah laku sosial peserta didik kearah yang lebih
baik. Proses pembelajaran IPS tiidak hanya terbatas di kelas dan sekolah pada
umumnya melainkan lebih jauh dari itu dilaksanakan dalam kekhidupan sehari-hari.
c. Nilai Praktis
Pembelajaran
tidak memiliki makna yang dalam jika tidak memiliki nilai praktis. Pokok
bahasan IPS tidak hanya konsep teoritis belaka, melainkan digali dari kehidupan
sehari-hari yang bersifat kontekstual.
d. Nilai Teoritis
Pembelajaran IPS tidak
hanya menyajikan fakta dan data yang terlepas dari kerangka teoritis, melainkan
dibina dan dikembangkan kemampuan nalar kearah sense of rality, sense
of discovery, sense of inquiry, serta kemampuan mengajukan hipotesis
terhadap suatu masalah.
e. Nilai
Filsafat
Menumbuhkan
kemampuan merenung tentang eksistensi dan pernannya di tengah masyarakat,
sehingga tumbuh kesadaran mereka selaku anggota masyarakat dan sebagai makhluk
sosial
f. Nilai Kemanusiaan.
Nilai-nilai kemanusiaan seperti kasih sayang, tanggung jawab, kejujuran,
kedamaian, tanpa kekerasan, dan sebagainya perlu disaampaikan secara terpadu
dalam pembelajaran IPS, sehingga dihasilkan kualitas lulusan yang unggul (human
excellence) atau manusia utuh/kaffah sesuai dengan cita-cita pendidikan
nasional.
5.
Konsep Pembelajaran Terpadu dalam Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS)
Pendekatan pembelajaran terpadu dalam IPS
sering disebut dengan pendekatan interdisipliner. Model pembelajaran terpadu
pada hakikatnya merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan peserta
didik baik secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan
menemukan konsep serta prinsip-prinsip secara holistik dan otentik (Depdikbud,
1996:3). Selah satu di antaranya adalah memadukan Kompetensi Dasar.
Dengan pembelajaran terpadu peserta didik
dapat memperoleh pengalaman langsung, sehingga dapat menambah kekuatan untuk
menerima, menyimpan, dan memproduksi kesan-kesan tentang hal-hal yang
dipelajarinya. Dengan demikian, peserta didik terlatih untuk dapat menemukan
sendiri berbagai konsep yang dipelajari.
Dalam pendekatan pembelajaran terpadu,
program pembelajaran disusun dari berbagai cabang ilmu dalam rumpun ilmu
sosial. Pengembangan pembelajaran terpadu, dalam hal ini, dapat mengambil suatu
topik dari suatu cabang ilmu tertentu, kemudian dilengkapi, dibahas, diperluas,
dan diperdalam dengan cabang-cabang ilmu yang lain. Topik/tema dapat
dikembangkan dari isu, peristiwa, dan permasalahan yang berkembang. Bisa
membentuk permasalahan yang dapat dilihat dan dipecahkan dari berbagai disiplin
atau sudut pandang, contohnya banjir, pemukiman kumuh, potensi pariwisata,
IPTEK, mobilitas sosial, modernisasi, revolusi yang dibahas dari berbagai disiplin
ilmu-ilmu sosial.
3.
Sumber
Pembelajaran IPS
Menurt
association for Educational
Communications and Technology (AECT, 1977), sumber pembelajaran (learning resources) adalah segala
sesuatu atau daya yang dapat dimanfaatkan oleh guru, baik secara terpisah
maupun dalam bentuk gabungan, untuk kepentingan belajar mengajar dengan tujuan
meningkatkan ekektivitas dan efisiensi tujuan pembelajaran.
Sumber pembelajaran dapat
dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu :
1. Sumber
pembelajaran yang sengaja direncanakan ( learning
resources by design), yakni semua sumber yang secara khusus telah
dikembangkan sebagai komponen sistem instruksional untuk memberikan fasilitas
belajar yang terarah dan bersifat
formal, serta dirancang untuk kepentingan pembelajaran yang akan
diselenggarakan, seperti buiku teks,buku bacaan, media elektronik, serta
multimedia; dan
2.
Sumber pembelajaran yang karena dimanfaatkan (learning resources by utilization), yakni sumber belajar yang tidak
secara khusus didesain untuk keperluan pembelajaran namun dapat ditemukan,
diaplikasikan, dan dimanfaatkan untuk keperluan belajar, serta mempuanyai
keterkaitan dengan bahan belajar yang akan dipelajari siswa.
Baik sumber pembelajaran yang direncanakan (by design) maupun yang karena dimanfaatkan
(by utilization), paling tidak
mempunyai enam komponen sebagai berikut:
1) Pesan, yaitu informasi yang terdapat di dalam bahan ajar yang
sudah mengandung makna, misalnya materi pelajaran yang siap untuk disampaikan
oleh guru kepada siswanya.
2) Orang, iaitu semua yang terlibat langsung atau tidak langsung dalam
proses pembelajaran, misalnya : guru, siswa, kepala sekolah, tutor, instruktur,
pustakawan, sejarawan, pengrajin, petani, pedagang, dokter dan sebagainya.
3) Bahan, yaitu sesuatu yang mengandung pesan yang memerlukan alat
penampil, seperti program transparansi, program audio, program film bingkai,
program video, buku, spanduk, atlas, globe, dan sebagainya.
4) Peralatan, yaitu semua peralatan yang digunakan untuk menampilkan
perangkat lunak, seperti proyektor OHP, proyektor slide suara, tape recorder,
proyektor video, VCD player, komputer dan sebagainya.
5) Teknik, yaitu semua cara, metode dan strategi yang digunakan untuk
menyampaikan pesan agar dapat diterima oleh khalayak dengan efektif dan efisien,
seperti pemanfaatan metode ceramah, diskusi, tanya jawab, bermain peran,
simulasi, inqiri, portofolio dan sebagainya.
6) Lingkungan, yaitu tempat dimana siswa belajar, misalnya kelas,
perpustakaan, laboratorium, mesjid, rumah ibadah, lapangan olah raga, dan alam
sekitarnya. Secara garis besar, lingkungan dapat terdiri atas lingkungan fisik
(hutan, sungai, gunung, dll), sosial (organisasi pemuda, ormas, LSM, kelompok
pencapir, dll), dan budaya (adat istiadat, seni tradisional, situs sejarah,
mitodologi, dll).
Uraian tentang enam komponen sumber
pembelajaran di atas dapat ditampilkan dalam matriks di bawah ini:
Dengan melihat uraian
mengenai sumber belajar di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sumber
pembelajaran adalah media yang dijadikan rujukan dalam menopang kemudahan
belajar.
4.
Pemilihan Sumber
Pembelajaran IPS
Sebagai sumber pembelajaran IPS, media
pendidikan diperlukan untuk membantu guru dalam menumbuhkan pemahaman siswa
terhadap materi pelajaran IPS. Diversifikasi
aplikasi media atau multimedia, sangat direkomendasikan dalam proses
pembelajaran IPS, misalnya melalui : pengalaman langsung siswa di lingkungan
masyarakat; dramatisasi; pameran dan kumpulan benda-benda; televisi dan film; radio recording; gambar; foto dalam
berbagai ukuran yang sesuai bagi pembelajaran IPS; grafik, bagan, chart, skema, peta; majalah, surat
kabar, buletin, folder, pamflet, tanya jawab, cerita lisan, dan sejenisnya
(Rumampuk, 1988 : 23-27; Mulyono, 1980 : 10-12).
Media pendididkan dapat dijadikan sumber pembelajaran IPS,
baik sebagai hardware maupun software.
Sebagai hardware IPS,
media pendidikan merupakan educational
tools, berarti media itu dipergunakan untuk menunjang kemudahan dalam suatu
proses pembelajaran IPS. Sedangkan software IPS, isi atau pesan yang
terdaspat dalam media dapat dijadikan content atau materi dalam suatu proses
pembelajaran IPS. Dalam pemanfaatan
media sebagai software, guru IPS
tentu saja harus dapat memilah dan memilih isi atau pesan media mana saja yang
relevan atau cocok untuk diadopsi menjadi content
atau dalam suatu proses pembelajaran IPS.
Adapun pemilihan media pendidikan, baik sebagai hardware maupun software IPS dapat melalui proses berikut ini :
a. Harus diketahui dengan jelas media
itu dipilih untuk tujuan apa.
b. Pemilihan media harus secara
objektif, bukan semata-mata didasarkan atas kesenangan guru, sekedar selingan,
atau hiburan. Hendaknya pemilihan media
itu benar-benar didasarkan atas pertimbangan untuk peningkatan efektivitas
belajar siswa.
c. Tidak ada satu pun media yang
dipakai untuk semua tujuan. Tiap-tiap
media mempunyai kelebihan dan kekurangannya.
d. Pemilihan media hendaknya
disesuaikan, baik dengan metode mengajar yang digunakan maupun materi
pelajaran, mengingat media adalah bagian integral dalam porses pembelajaran.
e. Untuk dapat memilih media dengan
cepat, guru hendaknya mengenal ciri-ciri media itu.
f. Pemilihan media supaya disesuaikan
dengan kondisi fisik lingkungan.
g. Pemilihan media juga harus
didasarkan pada kemampuan, gaya/pola belajar siswa. (Gerlach and Ely, 1980; Sleelam and Cobun,
1978 dalam Rumampuk, 1988 : 19).
Dari uraian diatas,
pemilihan media pembelajaran selain terkait dengan pencapaian kurikulum
pembelajaran, juga harus memperhatikan kebutuhan belajar siswa dan
karakteristik media itu sendiri yang mampu menunjang keberhasilan proses
pembelajaran.
Selanjutnya, dalam
hal pengadaan dan pemanfaatan media massa sebagai sumber pembelajaran IPS, maka
langkah-langkahnya ialah sebagai berikut :
1. Membut daftar kebutuhan media
melalui identifikasi sumber dan sarana pembelajaran yang diperlukan untuk
proses pembelajaran IPS.
2. Menggolongkan ketersediaan alat,
bahan atau sumber pembelajaran tersebut; dan
3. Bila sumber pembelajaran tersebut
tersedia, pikirkan kesesuaian penggunaannya, bila belum, lakukan modifikasi
bila diperlukan (Depdiknas, 2002 : 9).
2.4 Pola Pembelajaran Berbasis Media
Ditinjau dari prosesnya, pendididkan
adalah komunikasi, karena dalam proses pendidikan terdapat komunikator,
komunikan, dan pesan (message), yakni
sebagai komponen-komponen komunikasi.
Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris Communiation berasal dari kata Latin communicatio, yang berarti pemberitahuan, pemberian bagian (dalam
sesuatu), pertukaran, dimana si pembicara mengharapkan pertimbangan atau
jawaban dari pendengarnya; ikut mengambil bagian. Kata kerjanya communicare, artinya berdialog,
berunding atau bermusyawarah (Onong Uchjana Effendy, 1994:9 dan Anwar Arifin,
1992:19-20). Jadi, secara konseptual arti komunikasi itu sendiri sudah
mengandung pengertian memberitahukan (dan menyebarkan) berita, pengetahuan,
pikiran-pikiran, nilai-nilai dengan maksud untuk menggugah partisipasi agar
hal-hal yang diberitahukan itu menjadi milik bersama.
Ditinjau
dari efek yang diharapkan, tujuan komunikasi bersifat umum. Dalam hal inilah maka dalam proses komunikasi
melahirkan istilah-istilah seperti penerangan, propaganda, indoktrinasi,
pendidikan dan lain-lain. Inti dari itu
semua adalah untuk mencapai persetujuan mengenai sesuatu pokok ataupun masalah
yang merupakan kepentingan bersama.
Dengan
demikian, pendidikan adalah bagian khususnya komunikasi, karena ia memiliki
tujuan yang bersifat khusus. Memang
dalam berbagai komunikasi yang sekedarnya mungkin tidak direncana, karenanya
tidak dikatakan sebagai komunkasi pendidikan (educative communication), sementara komunikasi dalam proses
pendidikan terjadi karena ada rencana dan ada tujuan yang diinginkan.
Pendidikan
itu sendiri dpat dirumuskan dari sudut normatif, karena pendidikan menurut
hakikatnya memang sebagai suatu peristiwa yang memiliki norma. Artinya, bahwa dalam peristiwa pendidikan,
pendidik dan anak didik berpegang pada ukuran, norma hidup, pandangan terhadap
individu dan masyarakat, nilai-nilai moral, kesusilaan yang semuanya merupakan
sumber norma di dalam pendidikan. Aspek
itu sangat dominan dalam merumuskan tujuan secara umum. Oleh karena itu, persoalan ini akan
merupakan bidang pembahasan teori dan filsafat ilmu pendidikan. Tetapi disamping perumusan secara normatif
pendidikan dapat pula dirumuskan dari sudut secara teknis, yakni terutama
dilihat dari segi peritiwanya. Peristiwa
dalam hal ini merupakan suatu kegiatan prkatis yang berlangsung dalam satu masa
dan terikat dalam satu situasi serta terarah pada satu tujuan. Pertistiwa tersebut adalah satu rangkaian
kegiatan komunikasi antar manusia, yaitu rangkaian kegiatan yang saling
mempengaruhi. Satu rangkaian proses
perubahan dan penumbuhan-kembangan fungsi jasmaniah, penumbuh-kembangan watak,
intelek dan sosial. Semua ini tercakup
dalam peristiwa pendidikan. Degan
demikian, pendidikan itu merupakan himpunan kultural yang sangat kompleks yang
dapat digunakan sebagai perencanaan kehidupan manusia. Sedangkan peristiwa atau proses interaksi
pendidikannya adalah suatu proses teknis.
Di dalam
proses teknis inilah secara spesifik disebut proses pembelajaran. Kata pembelajaran sengaja dipakai sebagai
padanan kata dari kata instruction (bahasa Inggris). Kata instruction mempunyai pengertian yang
lebih luas daripada pengajaran. Jika
kata pengajaran ada dalam konteks guru-siswa di kelas (ruang) formal,
pembelajaran mencakup pula kegiatan belajar mengajar yang tidak dihadiri guru
secara fisik. Oleh karena itu, dalam
pembelajaran yang ditekankan adalah proses belajar, maka usaha-usaha yang
terencana dalam memenipulasi sumber-sumber belajar agar terjadi proses belajar
dalam diri siswa kita sebut pembelajaran.
Masalah
pembelajaran itu sendiri merupakan masalah yang cukup kompleks dan banyak
faktor yang mempengaruhinya. Dari sekian
banyak denfinisi pembelajaran, di sini dikutip dua definisi yang dianut A. Cheadar Alwasilah (dalam pengantarnya untuk
versi terjemahan buku Elaine B. Johnson, Contextual
Teaching and Learning) sebagai berikut:
(1) “A relatively permanent change in
response potentiality which occurs as a result of reinforced practice” dan (2)
“a change in human disposition or capability which can be retained, and which
is not simply ascribable to the process of growth.”
(1)”Pilihan potensinya relative tetap yang
sama sebagai hasil dari kekuatan yang praktis.
Dan (2) perubahan dalam diri manusia atau kemampuan pada mulanya dapat
ditahan dan berasal dari proses perubahan yang tidak sederhana”.
Dari dua
definisi ini ada tiga prinsip yang layak diperhatikan. Pertama, proses pembelajaran menghasilkan
perubahan perilaku anak didik yang relatif
permanen. Tentunya, dlam proses
ini terdapat peran penggiat pembelajaran, yakni guru atau dosen sebagai pelaku
perubahan (agent of change).
Anak didik
memiliki potensi, gandrung, dan kemampuan yang merupakan benih kodrati untuk
ditumbuhkembangkan tanpa henti. Oleh
karena itu, proses pembelajaran seyoginya menyirami benih kodrati ini hingga
tumbuh subur dan berbuah. Proses belajar
mengajar, dengan demikian, adalah optimalisasi potensi diri sehingga dicapailah
kualitas yang ideal.
Ketiga,
perubahan atau pencapaian kualitas ideal itu tidak tumbuh linear sejalan proses
kehidupan. Artinya, proses belajar mengajar
memang merupakan bagian dari kehidupan itu sendiri, tetapi ia didesain secara
khusus, dan diniati demi tercapainya kondisi atau kualitas ideal seperti di
atas. Ketiga hal ini menegaskasn
definisi pembelajaran.
Dari ketiga
hal tersebut diatas, tampak bahwa guru berposisi sebagai peran pengingat dalam
proses optimalisasi diri siswa untuk menghasilkan perubahan perilaku yang
relatif permanent (kualitas ideal). Guru
disebut sebagai peran pengingat, karena dengan pertimbangan bahwa siswa adalah
orang yang memiliki benih kodrati yang tidak terpisahkan dari lingkungan
khidupannya, maka dalam melaksanakan tugasnya sebagai peran pengingat, guru
hendaknya memiliki kemampuan dalam merencanakan dan menciptakan lingkungan
belajar secara kondusif bagi siswa-siswinya.
Berdasarkan
pemahaman tersebut, guru tidaklah dipahami sebagai satu-satunya sumber belajar,
tetapi dengan posisinya sebagai peran pengingat tadi-ia pun harus mampu
merencanakan dan mencipatakan sumber-sumber belajar lainnya sehingga tercipta
lingkungan belajar yang kondusif.
Sumber-sumber belajar selain guru inilah yang disebut sebagai penyalur
atau penghubung pesan ajar yang diadakan dan/atau diciptakan secara terencana
oleh para guru atau pedidik, biasanya dikenal sebagai “media pembelajaran”. Dengan
demikian, komponen-komponen komunikasi pembelajaran menjadi komunikator,
komunikan, pesan dan media.
Kata media
sebenarnya bukanlah kata asing bagi kita, tetapi pemahaman banyak orang
terhadap kata tersebut berbeda-beda.
Saat mengajar, saya sering bertanya kepada mahasiswa tentang “apa arti
media”, jawaban meraeka vriatif, ada yang mengartikan sebagai alat informasi
dan komukasi, sarana prasarana, fasilitas, penunjang, penghubung, penyalur dan
lain-lain. Dalam kehidupan sehari-hari, kata itu sendiri sering digunakan orang
untuk beberapa hal yang berbeda-beda pula, misalnya sebagai ukuran (size)
pakaian dan tanda pengaturan mesin pendingin (air conditioner) yang biasa
disingkat menjadi “M” sebagai kepanjangan dan “medium”, ada juga yang
memakainya dalam menjelaskan kata “pertengahan” seperti dlam kalimat”medio abad
19” (atau pertengahan abad 19); ada yang memakai kata media dalam istilah “mediasi”, yakni sebagai kata yang biasa
dipakai dalam proses perdamaian dua belah pihak yang sedang bertikai dan lain-lain.
Sumber
pembelajaran adalah media yang dijadikan rujukkan dalam menopang kemudahan
belajar. Hal ini selaras dengan temuan
Worth (1999), bahwa kemampuan rata-rata manusia dalam mengingat lebih kuat
secara verbal dan visual daripada verbal saja atau visual saja. Untuk lebih jelasnya disajikan di bawah ini.
Tabel 2.4. Kemampuan Rata-rata usia dalam Mengingat
Mengingat
|
Sesudah 3 jam
|
Sesudah 3 hari
|
Verbal
saja
|
70%
|
10%
|
Visual
saja
|
72%
|
20%
|
Verbal dan Visual
|
85%
|
65%
|
Sumber
: The Psychology of Audiences by H.L. Holing Worth
Kemudian dari Dale`s Cone Experience
(1946 : 39) atau kerucut pengalaman Dale memperlihatkan, bahwa pengalaman
belajar seseorang 75% diperoleh melalui indera lihat, 13% melalui indera dengar
dan selebihnya melalui indera lainnya. Semakin menuju ke kerucut, pengalaman
makin bersifat abstrak dan makin menuju ke dasar, pengalaman itu semakin
konkrit.
Selanjutnya, Sheal (dalam Depdiknas,
2002) lewat “kerucut pengalaman belajar”nya juga mengungkapkan bahwa kita belajar
10% dari apa yang kita baca, 20% dari apa yang kita dengar, 30% dari apa yang
kita lihat, 50% dari apa yang kita lihat dan dengar, 70% dari apa yang kita
katakan, dan 90% dari apa yang kita katakan dan lakukan. Secara visual,
dapat digambarkan di bawah ini.
|

|
|


lihat




![]() |
Berdasarkan
kerucut pengalam belajar di atas, jika guru mengajar dengan banyak ceramah,
maka siswa akan mengingat hanya 20% karena siswa Cuma mendengarkan, sebaliknya,
jika guru mengajar siswa untuk melakukan sesuatu dan melaporkannya, maka mereka
akan mengingat sebanyak 90%.
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini
menguraikan mengenai pelaksanaan penelitian dalam rangka penulisan skripsi,
yakni : Pendekatan Penelitian, Prinsip-prinsip PTK, Prosedur PTK, Proses
Pelaksanaan Tindakan, Latar Situasi Sosial, Subjek, dan Data Penilitian, dan
Instrumen Penelitian.
3.1 Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian ini dilakukan
berdasarkan paradigma naturalistik-kualitatif yang mengacu pada kondisi
lingkungan alamiah (natural), sebab mengkaji fenomena yang lebih banyak berasal
dari setting/contexts alamiah yang berpengaruh dalam memberikan
arti/pengertian.
Pendekatan kualitatif berpijak pada
suatu asumsi, bahwa dunia, realitas, situasi, dan peristiwa yang terjadi
sebagai objek suatu studi tentang perilaku manusia dan fenomena sosial
seharusnya dipandang dengan cara yang bermacam-macam dan oleh orang yang
berbeda-beda, serta dipahami melalui pendekatan humanistik (Nasution, 1997);
maka penelitian yang dikategorikan studi kasus kualitatif ini mempunyai
karakteristik, antara lain: (1) latar belakang alamiah atau natural setting; (2) manusia sebagai
alat atau instrumen penelitian dapat lebih adaptabel;(3)
menggunakan metode kualitatif; (4) analisis data secara induktif; (5) teori
dari dasar (grounded theory) melalui
analisis secara induktif; (6) laporannya bersifat deskriptif;
(7) lebih mementingkan proses daripada hasil; (8) adanya
“batas” yang ditentukan oleh fokus penelitian; (9) adanya kriteria khusu untuk
keabsahan data; (1) desain penelitian bersifat sementara; (11) hasil penelitian
dirundingkan dan disepakati bersama antara peneliti dengan responden dan
narasumber.
Dilihat dari aspek metodologis,
penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan (action research), yang pada hakekatnya merupakan sebuah siklus dari
sejak perencanaan (planning),
pelaksanaan tindakan (acting),
pengamatan (observing), dan refleksi,
sebagaimana digagas pertama kali oleh kurt Lewin, seperti dibawah ini;
![]() |
![]() |
|
|
||||||
![]() |
|||||||
Gambar 3.1. Desain Action Reseach Model Kurt Lewin
Pemilihan metode ini dilatarbelakangi
atas dasar analisis masalah dan tujuan penelitian yang memerlukan sejumlah
informasi dan tindak lanjut yang terjadi di lapangan berdasarkan “daur ulang”
yang menuntut kajian dan tindakan secara reflektif, kolaboratif, dan
partisipatif. Oleh karena itu, maka
penelitian ini merupakan penelitian tindakan yang dipusatkan pada situasi
sosial kelas yang membutuhkan sejumlah informasi dan tindak lanjut secara
langsung berdasarkan situasi alamiah yang terjadi dalam pelaksanaan
pembelajaran. Pertimbangan lainnya,
bahwa perumusan rencana tindakan berdasarkan situasi sosial yang ada dan
berkembang dalam pembelajaran di dalam kelas mengingatkan serangkaian tindak
lanjut dari situasi empirik yang mendukung bagi pelaksanaan program tindakan.
Penelitian tindakan adalah suatu
pendekatan khusus dalam penelitian kelas, sehingga merupakan akumulasi antara
prosedur penelitian dan tindakan substantif.
Sebagai prosedur penelitian, penelitian tindakan ditandi oleh adanya
suatu kajian reflektif-diri secara inquiri, partisipasi, dan kolaborasi
terhadap latar alamiah dan atau implikasi dari suatu tindakan. Sedangkan sebagai tindakan substantif,
penelitian tindakan ditandai oleh adanya intervensi skala kecil berupa
pengembangan program pembelajaran dengan memfungsikan latar kealamiahannya
sebagai upaya melakukan reformasi diri atau peningkatan kualitas pembelajaran
IPS, melalui pemanfaatan media sebagai sumber pembelajaran, sehingga menjadikan
pembelajaran IPS menjadi lebih bermakna.
Penelitian terhadap pembelajaran yang terjadi di kelas,
pada dasarnya dimaksudkan untuk mengkaji dan memberikan solusi terhadap berbgai
permasalahan yang terjadi dan dialami oleh guru dalam hubungannya dengan
situasi kelas (Dunkin and Biddle, 1974; Hopkins, 1993), yang dalam
pelaksanaannya bersifat kontekstual dan sangat tergantung pada realitas sosial
kelas. Atas dasar ini, maka penelitian
tindakan kelas ini menempatkan sentralitas dan otonomi profesional guru dalam
proses refleksi terhadap kinerja dan aktivitas mengajarnya.
3.2 Prinsip-prinsip Penelitian Tindakan Kelas
Esensi penelitian tindakan
kelas merupakan kajian terhadap konteks situasi sosial yang dicirikan adanya
unsur tempat, pelaku dan kegiatan dalam waktu tertentu untuk maksud
meningkatkan kualitas tindakan di dalamnya. Dalam memaknai situasi sosial kelas
yang berlangsung di dalam situasi alamiah yang menuntut sejumlah informasi dan
tindak lanjut secara langsung, maka penelitian tindakan kelas merupakan
intervensi dalam skala kecil terhadap situasi sosial kelas, dengan tujuan
meningkatkan mutu pembelajaran (Hopkins dalam Wiriaatmadja, 2005:12).
Penelitian Tindakan Kelas
terutama memanfaatkan data pengamatan dan perilaku empirik. PTK menelaah ada
tidaknya kemajuan, sementara itu kegiatan proses pembelajaran tetap berjalan.
Informasi-informasi dikumpulkan, diolah didiskusikan, dan dinilai. Perubahan
kemajuan dicermati dari waktu ke waktu atau dari peristiwa ke peristiwa.
Tujuannya adalah memberi masukan bagi pengembalian keputusan praktis dalam
situasi kongkrit, dan validasi teori atau hipotesis yang dihasilkan tidak
tergantung hanya pada uji kebenaran ilmiah semata, namun lebih-lebih dari
manfaatnya dalam membantu orang untuk
bertindak lebih terampil dan lebih intelejen dalam menghadapi berbagai
permasalahan dalam penelitian.
Kemmis &
McTaggart (1982) telah mengembangkan model Kurt Lewin menjadi
perangkat-perangkat atau untaian-untaian dengan satu perangkat terdiri dari
empat komponen sama dengan desain Lewin, di mana satu untaian dipandang sebagai
satu siklus, dan siklus pertama dapat disusul dengan siklus berikutnya. Oleh karena itu, pengertian siklus di sini
adalah suatu putaran kegiatan yang terdiri dari perencanaan, tindakan,
observasi, dan refleksi. Gambaran
awalnya seperti tampak berikut ini:

PERMASALAHAN PENELITIAN
![]() |

RENCANA TINDAKAN

|



![]() |
|||
![]() |
|||
Pelaksanaan

|
![]() |






|
![]() |

Pelaksanaan

|
![]() |
|||||
![]() |
|||||
![]() |
|||||


|


![]() |
|||
![]() |
|||
Pelaksanaan
|

|










refleksi


|
|


|


|
Pelaksanaan



![]() |


Refleksi
![]() |
Gambar 3.2. Desain PTK Model Kemmis dan McTaggart
Gambar
tersebut mengilustrasikan, bahwa dalam PTK (Penelitian Tindakan Kelas; Classroom Action Reserc), daur refleksi
merupakan syarat utama yang harus dilakukan oleh peneliti agar mencapai hasil
seusuai dengan apa yang diaharapkan.
Untuk itu, maka prosedur pelaksanaan PTK, terdiri dari : (1)
mengidentifikasi masalah ; (2) merumuskan gagasan pemecahan masalah; (3)
menyusun rencana tindakan dalam mengatasi masalah; (4) melaksanakan tindakan
yang direncanakan; (5) melakukan observasi atas tindakan yang dilakukan; dan
(6) melakukan refleksi atas apa yang telah dilakukan dan dilanjutkan dengan
perumusan rencana tindakan berikutnya hingga tercapai tujuan yang
diharapkan. Langkah-langkah kegiatan
tersebut dilakukan secara terus menerus selama penelitian, sesuai dengan
karakteristik penelitian daur ulang (Elliot, 1991; Kemmis, 1982; Stenhouse,
1984).
3.3 Prosedur Penelitian Tindakan Kelas
Prosedur PTK
berbentuk “daur ulang” atau siklus (cicle)
yang mengacu pada model Kemmis and McTaggart (Hopkins, 1993 : 48). Siklus ini tidak hanya berlangsung satu kali,
melainkan beberapa kali hingga tujuan pembelajaran melalui pemanfataan media
massa sebagai sumber pembelajaran menjadikan pembelajaran IPS lebih bermakna.
Secara
operasional, tahap-tahap kegiatan penelitian dalam setiap siklus, adalah
sebagai berikut :
1. Perencanaan
Perencanaan (planning) yaitu menyusun rencana tindakan dan penelitian (termasuk
revisi dan perubahan rencana) yang akan dilaksanakan di dalam pembelajaran
IPS. Perencanaan ini dibuat sesudah
peneliti menyikapi kondisi siswa, fakta yang terjadi, melalui proses
inkuiri. Hal ini dimaksudkan untuk
menggalai keadaan yang terjadi, sehingga dapat menentukan strategi apa yang
akan diterapkan oleh guru dalam pembelajaran.
Di sini, rencana disusun secara reflektif, partisipatif dan kolaboratif.
3. Tindakan
Pelaksanaan
tindakan (acting) yaitu praktik
pembelajaran nyata berdasarkan rencana yang telah disusun bersama
sebelumnya. Terkadang perubahan harus
dilaksanakan, tatkala kondisi kelas memerlukannya. Tindakan ini diarahkan guna memperbaiki
keadaan, meningkatkan kualitas, atau mencari solusi permasalahan.
3. Observasi
Observasi atau
pengamatan pelaksanaan tindakan di kelas harus dilakukan dengan cermat oleh
peneliti dan mitranya, dengan membuat catatan lapangan. Catatan ini akan sangat berguna pada saat
peneliti mengawali kegiatan analisis terhadap apa yang sedang terjadi di kelas.
4. Refleksi
Pada
tahap refleksi, peneliti dan guru mitra secara kolaboratif merenungkan kembali
tentang rencana dan pelaksanaan tindakan yang telah dilakukan berdasarkan hasil
analisis terhadap data, proses, dan hasil pelaksanaan tindakan yang telah
dikerjakan. Dilihat dari proses dan waktu pelaksanaannya, refleksi dalam
penelitian ini mencakup :
a. Refleksi Awal,
yakni refleksi yang dilakukan pada saat dilakukan masa orientasi terahadap
berbagai permasalahan serta faktor-faktor pendukung dan penghambat rencana
pengembangan model dalam pembelajaran pendidikan IPS. Refleksi di sini, bertujuan untuk merumuskan
proposal awal terhadap situasi social dalam pengembangan model yang akan dilakukan,
selanjutnya dituang kan ke dalam suatu rancangan awal rencana program tindakan
yang akan dilakukan;
b. Refleksi
Proses, yakni refleksi yang dilakukan pada saat pelaksanaan program tidakan
yang bertujuan untuk mengkaji proses, dan implikasi dari program tindakan yang
dilakukan terhadap perolehan hasil belajar siswa, unjuk kerja guru dan siswa
dalam pembelajaran IPS, serta implikasi-implikasi lain dimaksudkan untuk
melakuakn revisi terhadap rencana yang telah disusun, serta sebagai dasar dalam
merancang rencana program tindakan selanjutnya dalam hubungannya dengan
pengembangan model pemanfaatan media massa sebagai sumber pembelajaran IPS
dalam meningkatan hasil belajar siswa.
c. Refleksi Hasil,
yakni refleksi yang dilakukan pada akhir pelaksanaan program sesuai dengan
rancangan program tindakan yang telah ditetapkan dan focus permasalahan serta
tujuan pelaksanaan program tindakan.
Artinya, program pelaksanaan telah dipandang berhasil dan mendukung
ketercapaian tujuan dari program tindakan, yaitu setelah terjadinya peningkatan
perolehan hasil belajar siswa, baik dilihat dair pengusaan materi, sikap, serta
keterampilan-keterampilan social, unjuk kerja guru, dan proses belajar mengajar
dalam pembelajaran IPS. Refleksi disini,
pada dasarnya dimaksudkan untuk melakukan rekonstruksi dan revisi terhadap
model pemanfaatan media sebagai sumber pembelajaran IPS dalam meningkatkan
hasil belajar siswa, yang dikembangkan dalam program tindakan ini sesuai dengan
tujuan pokok dari pelaksaan tindakan.
5. Revisi
Pada tahap ini, berdasarkan hasil kajian
dan refleksi terhadap pelaksanaan program tindakan, sesuai dengan rancangan
rencana program tindakan yang telah ditetapkan, peneliti dan guru mitra secara
kolaboratif dan partisipatif melakukan revisi terhadap rencana program tindakan
yang telah disusun dan ditetapkan sebelumnya.
Revisi ini dimaksudkan untuk melihat kekurangan-kekurangan dalam
pembelajaran dan untuk melakukan perbaikan-perbaikan terhadap rencana dan
pelaksanaan program tindakan yang telah dilakukan serta sebagai dasar
penyusunan rancangan rencana program tindakan selanjutnya.
3.4 Proses Pelaksanaan Tindakan
Berdasarkan
temuan dan refleksi awal pada saat orientasi terhadap pelaksanaan pembelajaran
IPS, maka pelaksanaan program tindakan dalam upaya peningkatan Prestasi Belajar
Siswa dengan menggunakan Media Audio Visual pada Pelajaran IPS di Kelas VII-A
SMP Muhammadiyah 2 Kadungora Kabupaten Garut yang dilakukan dalam penelitian
ini, adalah sebagai berikut :
1. Perencanaan Bersama (joint planning)
Perencanaan bersama ini dilakukan antara
peneliti dan guru mitra tentang topic kajian, berdasarkan criteria-kriteria
yang telah sama-sama disepakati, waktu, dan tempat observasi yang akan
dilakukan.
2. Pelaksanaan Program Tindakan (program action)
Mempertimbangakan situasi
social kelas, yakni sesuai dengan karakteristik penelitian tindakan, bahwa
rencana program tindakan berkembang dan berubah sesuai dengan tuntutan situasi
lapangan (McNiff, 1992; Hopskins, 1993).
Untuk itu, rencana yang telah ditetapkan tidak bersifat absolute
melainkan berkembang sejalan dengan perkembangan situasi social di lapangan di
mana program tersebut dilaksanakan (Hopskins, 1993; Suwarsih, 1994). Pelaksanaan
program tindakan dilakukan dengan
3. Observasi Kelas (classroom observation)
Pendekatan
observasi yang dipakai adalah kemitraan (Partnership
observation) atau observasi kolaboratif (collaborative observation) (Hopskins, 1993), yakni peneliti dan
guru mitra mengamati proses pelaksanaan tindakan, pengaruh, kendala, dan atau
permasalahn yang timbul salama pembelajaran IPS berlangsung. Observasi dilaksanakan terhadap fokus-fokus
pengamatan yang telah disepakati bersama oleh peneliti dan dua orang mitra
peneliti.
4. Diskusi Balikan (feedback discution)
Diskusi
balikan atau refleksi kolaboratif antara peneliti dan dua orang mitra terhadap
hasil observasi dilaksanakan berdasarkan hasil pencatatan selama observasi
berlangsung secara cermat dan sistematis di dalam catatan lapangan (field notes) terhadap pelaksanaan
tindakan. Hasilnya, selanjutnya
didiskusikan bersama untuk direfleksi, recheck,
dan atau reinterprestasi. Temuan yang
dperoleh dan disepakati, kemudian dijadikan acuan bagi perumusan rencana
pengembangan pembelajaran (action)
berikutnya.
3.5 Latar Situasi Sosial dan Subyek
Penelitian
1. Latar Situasi Sosial Penelitian
Menurut Nasution (1992), latar situasi social penelitian
merujuk pada lokasi situasi social yang ditandai oleh adanya tiga unsure yaitu
: tempat, pelaku, dan kegiatan. Atas
dasar ini, maka dalam penelitian ini termasuk dalam ketiga unsure tersebut
ialah :
a. Tempat, yaitu
SMP Muhammadiyah 2 Kadungora, Jalan Raya Kadungora nomor 39, Kabupaten Garut :
b. Subyek
penelitian, yaitu siswa di kelas VII-A berjumlah 39 orang yang terlibat dalam
proses pembelajaran IPS, dengan siswa yang terdiri dari beragam karakter, serta
kondisi social ekonomi yang heterogen; dan
c. Pemilihan
kelas VII-A, sebab dalam stuktur kurikulum sekolah mata pelajaran IPS baru
diberikan di kelas tersebut. Adapun
pengambilan kelas VII A sebagai proyek penelitian, oleh karena itu
karakterisktik kelas tersebut sesuai dengan focus kajian penelitian ini yang
dapat memberikan informasi setuntas mungkin (redundant). Hal ini sejalan
dengan prinsip purposive sample (Nasution,
1997; Moleong, 1994).
d. SMP Muhammadiyah 2 Kadungora yang sedang
mengembangkan diri kearah peningkatan kualitas pendidikan dalam berbagai
segi. Hal ini, antara lain, ditandai
dengan penataan sarana dan prasarana pendidikan yang ada di sekolah itu
sehingga dapat menjelma menjadi sebuah sekolah yang ideal (sesuai konsepsi wawasan Wiyata Mandala). Hal ini terbukti, Kepala Sekolah beserta para
guru, dengan didukung oleh tenaga administrative bekerja keras untuk
meningkatan kinerjanya di dalam peningkatan kualitas pendidikan, melalui berbagai
kegiatan intra maupun ekstra kurikuler.
Para siswa pun sangat antusias untuk mengikuti berbagai aktivitas
pendidikan di sekolah ini, sebab mereka dijadikan sentral atau subjek utama di
dalam keselurahan proses pendidikan.
2. Subyek Penelitian
Subyek
dalam kegiatan penelitian ini adalah siswa kelas VII-A sebanyak 39 orang,
terdiri dari putra sebanyak 23 orang dan putri sebanyak 16 orang.
3.6 Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian tindakan kelas adalah peneliti
sendiri, sebagai sole instrument (HopsKins,
1993), sedangkan teknik pengumpulan datanya ialah tes hasil belajar siswa,
khususnya mengenai penguasaan terhadap materi atau pokok bahasan yang
dibelajarkan dengan menggunakan model pemanfaatan media audio visual sebagai
sumber pembelajaran IPS.
Untuk menjaring data lain yang berkembang selama
pelaksanaan tindakan, dan sebagai bahan pertimbangan untuk validasi data,
peneliti juga mempergunakan catatan lapangan ( field note).
3.7 Pengolahan Data
Dalam penelitian
tindakan, pada dasarnya proses analisis data sudah dilakukan sebelum program
tindakan tersebut dilaksanakan, sehingga analisis data berlangsung dari awal
sampai akhir pelaksanaan program tindakan itu (Suwarsih, 1994; McNiff,
1992). Dalam penelitian
ini, data penelitian program tindakan sesuai dengan karakteristik focus
permasalahan dan tujuan penelitian (Hopskins, 1993; Kemmis, 1983). Data penelitian akan dianalisis secara
kualitatif dan kuantitatif. Analisis
kualitatif dipergunakan untuk menganalisis data yang memperlibatkan dinamika
proses, dengan memberikan pemaknaan secara kontekstual dan mendalam sesuai
dengan permasalahan penelitian, yaitu data tentang unjuk kerja guru, aktivitas
belajar siswa, pola pembelajaran, pendapat siswa dan guru tentang upaya
peningkatan prestasi belajar siswa dengan menggunakan Media Audio Visual pada
pelajaran IPS, serta kemungkinan aplikasi model ini bagi pembelajaran materi
atau mata pelajaran lainnya. Adapun
analisis kuantitatif mencakup deskripsi berbagai dinamika kemajuan kualitas
hasil belajar siswa dalam hubungannya dengan penguasaan konsep/materi pokok
bahasan yang diajarkan oleh guru. Untuk
itu dipergunakan analisis statistic deskriptif.
Di bawah ini akan dijelaskan prosedur
dan pengolahan data dalam penelitian ini.
a. Pengumpulan, Kodifikasi, dan Kategorisasi Data
Pada tahap ini,
peneliti mengumpulkan seluruh data yang telah diperoleh berdasarkan instrument
penelitian, kemudian data tersebut diberikan kode-kode tertentu menurut jenis
dan sumbernya. Selanjutnya, peneliti
melakukan interpretasi terhadap keseluruhan data untuk memudahkan penyusunan
kategorisasi data, sehingga dapat memberik penjelasan dan makna terhadap isi
temuan penelitian. Kategorisasi data
didasarkan pada tiga aspek, yakni :
(1) Latar atau Konteks Kelas, yaitu
berupa informasi umum dan khusus tentang latar fisik kelas dan latar para
pelaku (guru dan siswa);
(2) Proses Pembelajaran, yaitu berupa
informasi tentang interaksi social guru dengan siswa, interaksi siswa dengan
kelompoknya, interkasi antar kelompok di dalam kelas, dan suasana kelas selama
pembelajaran IPS berlangsung;
(3) Aktivitas, yaitu berupa informasi
tentang tindakan para pelaku, yaitu tindakan guru dan tindakan siswa.
b. Validasi Data
Hasil
interprestasi dan kategorisasi data, sehubungan dengan hasil pelaksanaan program
tindakan yang telah dirumuskan, divalidasi dengan menggunakan beberapa teknik
validasi data untuk memperoleh data yang benar-benar mendukung serta sesuai
dengan karakterisktik focus permasalahan dan tujuan penelitian (Rochiati, W:
2005). Teknik validasi data yang
dipergunakan dalam penelitian ini ialah sebagai berikut:
(1)Triangulasi Data, yakni untuk
memeriksa kebenaran data dengan menggunakan sumber lain, misalnya membandingkan
kebenaran data dengan data yang diperoleh dari sumber lain (guru, guru lain, siswa),
atau membandingkan data yang dikumpulkan melalui wawancara dengan data yang
diperoleh melalui observasi, dan seterusnya, sehingga diperoleh derajat
kepercayaan yang maksimal. Kegiatan
triangulasi dalam penelitian ini dilaksanakan melalui kegiatan reflektif-kolaboratif
antara guru, siswa, peneliti, dan mitra peneliti. Dari guru, dilakukan pada saat pelaksanaan
diskusi balikan setelah pelaksanaan tindakan dan dengan data yang dijaring
melalui lembar observasi yang dilakukan oleh guru itu sendiri. Sedangkan dari siswa, setelah pelaksanaan
pembelajaran, dilakukan wawancara dengan beberapa orang diantaranya, penyebaran
angket, dan tes formatif. Hasil
triangulasi ini kemudian dijabarkan dalam bentuk catatan lapangan yang diberi
kode.
(2) Member Check, yakni untuk meninjau kembali kebenaran
dan kesasihan data penelitian dengan mengkonfirmasikan kepada sumber data,
yaitu guru dan siswa (Miles & Huberman, 1984; Nasution, 1997). Proses ini dilakukan secara reflektif-reflektif
pada saat akhir pelaksanaan program tindakan dan pada waktu berakhirnya
keseluruhan program tindakan yang direncakan sesuai dengan tujuan penelitian;
(3) Audit Trai, yaitu mengecek keabsahan
temuan penelitian beserta prosedur dan metode pengumpulan datanya, dengan
mengkonfirmasikan bukit-bukti temuan (evidences)
yang telah diperiksa dan di cek kesasihannya kepada sumber data pertama-guru
dan siswa (Nasution, 1996). Selain itu,
peneliti juga mengkonfirmasikan dan mendiskusikan temuan penelitian tersebut
dengan beberapa narasumber seperti guru-guru IPS yang tergabung dalam MGMP,
guru-guru mata pelajaran lain, kepala sekolah, dan rekan-rekan sesame mahasiswa
yang dipandang mempunyai wawasan yang memadai tentang permasalahan dan
pelaksanaan pembelajaran IPS.
(4) Expert Opinion, yaitu dilakukan
dengan cara mngkonsultasikan hasil temuan penelitian kepada para ahli
(Nasution, 1992). Dalam penelitian ini,
peneliti mengkonsultaskannya kepada para pembimbing untuk memperoleh arahan dan
masukan, sehingga validasi temuan penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah/akademis;
(5) Interprestasi, yaitu dilakukan untuk
mentafsirkan terhadap keseluruhan temuan penelitian berdasarkan acuan teoritik
dan norma-norma praktis yang telah disepakati mengenai proses
pembelajaran. Peneliti berupaya memunculkan
makna dari setiap data yang diperoleh disamping menggambarkan perolehan data
secara deskriptif analitik, sehingga akhirnya diperoleh gambaran yang
menyeluruh mengenai permasalahan penelitian.
Dari gambaran tersebut akan dipergunakan untuk melakukan tindakan
selanjutnya, untuk melahirkan peruhana, baik kinerja guru dan siswa, serta
suasana social kelas, maupun sekolah secara keseluruhan.
BAB
4
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
4.1 Deskripsi Awal Penelitian
1.
Deskripsi
Awal Proses Pembelajaran IPS
Untuk mengetahui kondisi awal proses
pembelajaran IPS di kelas VII, maka peneliti melakukan pengamatan ke kelas.
Adapun pengamatan difokuskan pada kegiatan guru dalam membuka pelajaran,
penyampaian materi, metode yang digunakan. media dan sumber belajar, aktivitas
siswa, serta kegiatan menutup pelajaran dan evaluasi.
Observasi pertama dilakukan pada hari Kamis,
tanggal 7 Februari 2011, dengan pokok bahasan ”Perkembangan masyarakat
kebudayaan dan pemerintahan pada masa Islam di Indonesia”, sub pokok bahasan ”masuk
dan berkembangnya agama Islam di Indonesia”.
Pada kegiatan awal pembelajaran, setelah guru
mengabsen siswa langsung menjelaskan bagaimana proses masuknya agama Islam di
Indonesia melalui para pedagang dari Gujarat, dilanjutkan dengan proses perkembangan
agama Islam di Indonesia. Metode pembelajaran yang dipergunakan adalah metode
ceramah, dengan sekali-kali bertanya kepada siswa, dan dijawab oleh siswa
secara serempak. Guru tidak menggunakan media pembelajaran lain selain kapur
dan papan tulis, sedangkan sumber pembelajaran yang dipergunakan guru yaitu
buku IPS terbitan Tiga Serangkai. Aktivitas siswa sangat kurang, mereka hanya
mendengarkan ceramah dari guru dan sekali-kali menjawab pertanyaan guru secara
serempak. Selanjutnya dalam mengakhiri pelajaran guru hanya menyampaikan salam,
tanpa memberikan kesimpulan ataupun penguatan-penguatan.
Observasi kedua dilaksanakan pada tanggal 10 Februari
2011. Dengan pokok bahasan ”Mendeskripsikan perkembangan masyarakat,
kebudayaan, dan pemerintahan pada masa kolonial Eropa”, sub pokok bahasan
”Proses masuknya bangsa-bangsa Eropa ke Indonesia”.
Pada observasi kedua kegiatan pembelajaran
hampir sama dengan kegiatan pertama. Dalam membuka pelajaran setelah
mengucapkan salam guru langsung menanyakan apakah ada siswa yang tidak masuk.
Kemudian guru menjelaskan materi lanjutan minggu sebelumnya. Dimulai dengan
perkembangan agama Islam di Indonesia dilanjutkan dengan proses masuknya bangsa
Eropa ke Indonesia. Metode yang digunakan adalah metode ceramah dengan sekali-kali
bertanya pada siswa secara klasikal. Guru juga tidak memanfaatkan media
pembelajaran. Sumber belajar juga sama yaitu buku IPS terbitan Tiga Serangkai.
Setelah selesai menjelaskan, guru kemudian bertanya kepada siswa apakah ada
yang ditanyakan. Namun tidak mendapat respon dari siswa, karena aktivitas siswa
juga tidak jauh berbeda seperti aktivitas pada pembelajaran sebelumnya. Karena
tidak ada yang bertanya kemudian guru menyuruh siswa mengerjalan soal dalam LKS
dari penerbit. Siswa baru terlihat aktif mengerjakan soal di LKS dari penerbit.
Bagi yang telah selesai mengerjakan soal-soal, kemudian hasil kerjanya
dikumpulkan ke depan, kemudian guru langsung memeriksa dan segera dikembalikan
kepada siswa. Selanjutnya guru mengakhiri kegiatan pembelajaran dengan
mengingatkan supaya belajar dengan baik karena tinggal beberapa hari lagi akan
ujian semester.
Observasi ke tiga dilaksanakan pada tanggal 14
Februari 2011 dengan pokok bahasan ”Mendeskripsikan perkembangan masyarakat,
kebudayaan, dan pemerintahan pada masa kolonial Eropa”, sub pokok bahasan
”Reaksi bangsa Indonesia terhadap bangsa Eropa; Perlawanan terhadap Portugis”.
Pada observasi ke tiga proses pembelajaran
juga masih didominasi oleh guru. Kegiatan pembelajaran diawali dengan mengucap
salam dan dilanjutkan dengan menanyakan siswa yang tidak masuk. Selanjutnya
guru memberi penjelasan tentang topik pada hari itu dan sekali-kali mengajukan
pertanyaan kepada siswa secara klasikal. Selesai memberikan penjelasan guru
kemudian meminta siswa untuk mengerjakan soal latihan yang ada di LKS dari
penerbit. Bagi yang telah selesai kemudian dikumpulkan dan langsung diperiksa
oleh guru. Selesai diperiksa buku LKS dari penerbit kemudian dibagikan kepada
siswa. Kemudian guru mengakhiri dengan mengucap salam tanpa memberikan
penguatan, kesimpulan atau menjelaskan kesalahan yang dibuat siswa dalam
latihan mereka.
2.
Analisis,
Refleksi dan Rencana Pembelajaran dengan Menggunakan Media Audio Visual
Berdasarkan hasil temuan awal pada
pembelajaran IPS di kelas, menunjukkan bahwa pembelajaran IPS belum terlaksana
dengan baik. Hal ini nampak dari kegiatan pembelajaran yang masih didominasi
oleh guru. Guru terpaku pada materi yang disajikan yaitu yang ada pada buku
pegangan sementara siswa hanya memiliki LKS dari penerbit sebagai buku
pegangan, tidak ditunjang oleh media pembelajaran, gaya mengajar sangat
monoton, guru menggunakan metode ceramah dan sekali-kali bertanya kepada
seluruh siswa dan siswa menjawab dengan serempak. Di samping itu kondisi siswa
cenderung pasif, bahkan terlihat ada beberapa siswa yang terus menerus menguap
dan menampakkan kejenuhan dalam belajar. Sering pula terlihat siswa yang duduk
di belakang malah asyik mengobrol dengan teman sebangkunya. Secara umum siswa
menunjukkan kurang bergairah dan kurang motivasi belajar.
Kegiatan pembelajaran setiap
pertemuan berlangsung selama 80 menit. Kegiatan inti berlangsung selama kurang
lebih 60 menit, dilanjutkan dengan tes di mana guru mendiktekan soal yang
kemudian dikerjakan oleh para siswa selama kurang lebih 15 menit (untuk
pertemuan ke dua dan ke tiga). Hasil dari evaluasi siswa dikumpulkan kepada
guru. Pada orientasi kedua hasil pekerjaan siswa hanya dikumpulkan sedangkan
pada orientasi ketiga hasil kerja siswa langsung diperiksa dan dibagikan.
Berdasarkan hasil temuan lapangan, maka pada
analisis dan refleksi awal menunjukkan bahwa kondisi yang demikian menuntut
guru agar meningkatkan kinerjanya dan melatih keterampilannya supaya ia mampu
menyampaikan pelajaran IPS dengan baik, mampu membangkitkan semangat dan kegairahan
dalam belajar, serta tertuntut untuk kreatif dan inovatif dalam belajar. Siswa
diharapkan tidak hanya menunggu materi yang disampaikan guru, melainkan pula
aktif dalam membaca dan menemukan materi yang dipelajarinya. Penerapan
pembelajaran dengan menggunakan media audio visual dapat digunakan sebagai
salah satu alternatif perbaikan proses pembelajaran pendidikan IPS. Terlebih
lagi dalam upaya membangkitkan semangat belajar siswa.
Beberapa hal yang dapat memberikan peluang
dan dimungkinkannya untuk pengembangan pembelajaran dengan menerapkan media
audio visual, yaitu : adanya dukungan dari kepala sekolah dari hasil wawancara,
potensi dan keinginan siswa dari hasil wawancara dan pengamatan di kelas, serta
dukungan dari guru IPS yang ingin belajar menerapkan pembelajaran dalam bentuk
permainan.
Untuk itu selanjutnya peneliti melakukan
sosialisasi tentang penerapan pembelajaran dengan menerapkan media audio visual.
3.
Sosialisasi
Pembelajaran dengan Menggunakan Media Audio Visual
Sebelum pelaksanaan tindakan kelas
dimulai terlebih dahulu peneliti memberikan pemahaman yang mendalam kepada guru
tentang pembelajaran dengan menerapkan media audio visual. Adapun materi
yang dibahas, meliputi :
a.
Pengertian media audio visual.
b.
Pembelajaran dengan
menggunakan media audio visual.
c.
Keunggulan pembelajaran
dengan menggunakan media audio visual.
d.
Langkah-langkan
penerapan pembelajaran dengan menggunakan media audio visual dalam
pembelajaran IPS, yang meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
Setelah dilakukan sosialisasi
tentang pembelajaran dengan menggunakan media audio visual, tiga
pertanyaan diajukan oleh guru :
a.
Apakah penerapan model pembelajaran ini nantinya
tidak mengganggu proses pembelajaran ?
b.
Apakah nantinya target materi IPS bisa tercapai
sesuai dengan waktu yang ada ?
c.
Apakah dalam merancang maupun dalam menerapkan
model ini guru akan bekerja bersama-sama dengan peneliti?
Setelah dilakukan analisis dan refleksi
terhadap gambaran awal pembelajaran IPS di kelas, serta hasil diskusi dengan
guru, maka diperoleh suatu kesepakatan sebagai berikut:
a. Pelaksanaan tindakan mengikuti jadwal pelajaran IPS.
b. Pelaksanaan tindakan adalah upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran
IPS, melalui pembelajaran dengan menggunakan media audio visual.
c. Pelaksanaan tindakan akan dilakukan beberapa kali sampai tujuan yang
diharapkan tercapai.
d. Adanya kerjasama antara peneliti dan guru yang berperan sebagai mitra di dalam penelitian
tindakan kelas dalam membuat rancangan pembelajaran serta untuk mencapai keberhasilan pelaksanaan tindakan.
e. Guru juga tidak keberatan bahwa peneliti menggunakan alat bantu yang berupa
media audio visual maupun kamera foto.
f. Peneliti bersama guru membuat perencanaan pembelajaran. Untuk kegiatan pelaksanaan pembelajaran tindakan pertama akan dilaksanakan
pada tanggal 21 Februari 2011. Materi yang disampaikan pada pelaksanaan
tindakan adalah standar kompetensi ’Memahami kegiatan ekonomi masyarakat’.
g. Proses pembelajaran difokuskan kepada pemberdayaan siswa agar tercipta
suasana kelas yang aktif dan kreatif.
4.2 Pelaksanaan Penelitian
1.
Siklus 1
a.
Tahap
Perencanaan
Pembelajaran pertama direncanakan menyampaikan
standar kompetensi “Memahami kegiatan ekonomi masyarakat” dan yang menjadi
materi pokoknya adalah ‘pengertian konsumsi dan jenis-jenis barang yang
dikonsumsi siswa serta keluarganya’ dan skala prioritas dalam memenuhi
kebutuhan sebagai siswa’. Pembelajaran ini akan dilaksanakan dengan menggunakan
media audio visual. Penyampaian pelajaran tersebut direncanakan diawali
dengan mengingatkan siswa terhadap berbagai hal yang terkait dengan berbagai
kegiatan ekonomi yang biasa dialami oleh siswa.
Upaya untuk lebih fokus dalam mengamati setiap
aktivitas siswa, pembelajaran akan dilaksanakan dalam bentuk kelompok-kelompok
kecil yang akan diamati oleh beberapa orang observer. Satu orang observer hanya
mengamati secara seksama dua atai tiga kelompok. Sementara itu media audio visual yang akan digunakan telah
disiapkan oleh guru yang dibuat dalam bentuk tayangan power point.
Proses pembelajaran di rencanakan untuk kurang lebih
20 menit siswa menyimak materi yang ditayangkan melalui tayangan power point.
Selanjutnya siswa berdiskusi mengenai materi yang dipelajarinya dan selanjutnya
akan dikomunikasikan dan ditarik kesimpulan dari materi yang telah
dipelajarinya.
b. Tahap Pelaksanaan
Proses pembelajaran pada siklus pertama, dilakukan
pada hari Senin tanggal 21 Februari 2011. Guru memulai pembelajaran dengan
mengucapkan salam, dilanjutkan dengan mengabsen siswa. Kemudian memberitahukan
siswa bahwa kegiatan pembelajaran IPS pada hari ini akan membahas standar
kompetensi “Memahami kegiatan ekonomi masyarakat” dan yang menjadi materi
pokoknya adalah ‘pengertian konsumsi dan jenis-jenis barang yang dikonsumsi
siswa serta keluarganya’ dan skala prioritas dalam memenuhi kebutuhan sebagai
siswa’. Di samping itu guru menginformasikan pula bahwa materi tersebut akan
disampaikan dengan menggunakan media audio visual.
Kemudian guru melakukan apersepsi yang berkaitan
dengan arti dan makna ’konsumsi’ dengan melontarkan beberapa pertanyaan:
Guru
|
:
|
Anak-anak pada acara perpisahan, semua siswa
menyantap makanan kecil atau snack, kalian tahu nggak apa istilahnya kegiatan
siswa tersebut
|
Siswa 1
|
:
|
Makan, bu . . .!
|
Guru
|
:
|
Iya bisa, .... tapi istilahnya apa itu . . .
|
Siswa 2
|
:
|
Mengonsumsi, bu . . . salah seorang menjawab
|
Guru
|
:
|
Iya betul . . , Tapi yang lebih tepat adalah
konsumsi.
|
Siswa 3
|
:
|
Bu, bukankah yang dimaksud konsumsi itu adalah
kuenya? (Salah seorang siswa bertanya)
|
Guru
|
:
|
Bagus pertanyaanmu Hana, selama ini kita
menganggap bahwa konsumsi itu kuenya, tapi maksud yang sebenarnya dari
konsumsi itu adalah kegiatannya, bukan barangnya.
Jadi ketika kalian makan nasi berarti kalian
mengkonsumsi nasi.
|
Anak-anak, kalian pernah dengar tidak pernyataan
presiden yang mengatakan bahwa ”konsumsi BBM di negara kita cukup tinggi”,
nah kata ’konsumsi’ dalam pernyataan tersebut menurut kalian berarti apa ?
|
||
Siswa 4
|
:
|
Menggunakan bu,
|
Guru
|
:
|
Bisa, apa lagi
|
Siswa 5
|
:
|
Memakai, bu
|
Guru
|
:
|
Itu juga bisa, yang lain coba . . . yang lebih
tepatnya apa ?
|
Siswa 6
|
:
|
Menghabiskan, bu
|
Guru
|
:
|
Benar sekali, . . . jadi yang dimaksud konsumsi
itu adalah kegiatan memakai atau menghabiskan barang atau jasa.
|
Kegiatan selanjutnya guru menginstruksikan siswa
untuk berkelompok. Sementara itu jumlah dan nama-nama angggota kelompok sudah
ditentukan, dengan tujuan agar setiap kelompok seimbang. siswa berkelompok
dengan cara membalikkan meja berhadap-hadapan. Dalam proses pembentukan
kelompok ini masih ada siswa yang kurang mengikuti atau tidak sesegera mungkin
bergabung dengan kelompoknya. Akibatnya proses penyusunan kelompok memerlukan
waktu yang cukup lama.
Selanjutnya, guru
menginstruksikan siswa untuk menyimak tayangan power point yang telah
dipersiapkan. Guru menginstruksikan pula pada siswa untuk menyediakan alat
tulis agar siswa mampu menuliskan berbagai informasi yang disimaknya. Setelah
seluruh peralatan siap, guru memulai menayangkan power point sementara siswa
mulai melakukan kegiatan menyimak informasi yang disampaikan. Siswa nampak
menyimak isi atau pesan yang disampaikan dari slide-slide power point yang
disampaikan. Setelah selesai siswa menyimak, langkah selanjutnya guru
menginstruksikan siswa untuk mengingat-ingat kembali seluruh materi yang
ditayangkan dalam power point.
Setelah selesai proses
menyimak, selanjutnya guru mempersilakan siswa untuk berdiskusi sebentar
terkait dengan penyampaian materi melalui tayangan slide-slide power point.
Selanjutnya guru memberikan aeberapa pertanyaan yang berhubungan dengan materi
yang disampaikan melalu penayangan power point tadi.
Sebelum pembelajaran
berakhir, guru memberikan tes untuk diisi oleh siswa. Setelah diisi, guru
menginstruksikan siswa untuk mengumpulkan kembali tes tersebut. Tes ini berisi
beberapa pertanyaan tentang materi yang telah disampaikan. Hal ini dimaksudkan
untuk mngukur sampai seberapa besar kemampuan siswa menangkap materi yang
dipelajari melalui tayangan power point.
c.
Hasil
Pembelajaran
Setelah semua hasil jawaban
siswa dianalisis dengan merujuk pada kriteria penilaian yang telah ditetapkan,
dapat disimpulkan bahwa rata-rata siswa telah dapat menuliskan hal-hal esensial
dari materi yang disimaknya. Hasil penilaian terhadap kemampuan siswa dalam memahami
materi setelah tayangan media power point pada siklus I ini dapat deskripsikan
pada tabulasi berikut ini.
Hasil kemampuan penguasaan
materi siswa yang ditunjukkan dengan kemampuan menjawab pertanyaan yang
berhubungan dengan materi yang telah diinformasikan seperti pada tabulasi di
atas, tampak bahwa secara umum kemampuan siswa dalam penguasaan materi baru
berada pada kondisi yang cukup baik dengan pencapaian rata-rata 59,23. Nilai
tertinggi yang dicapai siswa pada siklus I ini adalah 75 dan nilai terendah
yang diperoleh siswa hanya 40. Sementara itu diamati dari ketuntasan belajar
siswa pada siklus I ini baru mencapai ketuntasan belajar sebesar 61,54%.
Ketuntasan tersebut menunjukkan pembelajaran belum tuntas.
d. Hasil Observasi Siswa
Berdasarkan data observasi,
guru telah menyampaikan penjelasan materi dengan jelas dan relevan dengan fokus
pembelajaran siklus I. Guru juga sudah berhasil mengarahkan dan membimbing
siswa untuk menuangkan hal-hal penting yang terdapat dalam materi yang
disimaknya.
Berdasarkan data observasi
terhadap aktivitas siswa dalam pembelajaran diperoleh persentase aktivitas
siswa, seperti tampak pada tabel berikut ini.
TABEL 4.2
PERSENTASE AKTIVITAS SISWA PADA
PEMBELAJARAN SIKLUS I
Aktivitas Siswa
|
Persentase Rata-rata (%)
|
1. Menjawab pertanyaan guru
|
4 orang (10,26)
|
2. Mengajukan pendapat atau bertanya
|
3 orang (7,69)
|
3.
Tampil di depan kelas
|
2 orang (5,13)
|
4.
Serius menyimak
|
31 orang (79,49)
|
5.
Serius mengerjakan tugas
|
30 orang (76,92)
|
6. Perilaku yang
tidak sesuai dengan KBM
|
8 orang (20,51)
|
Berdasarkan tabel di atas, proses
pembelajaran pada siklus I umumnya cukup baik, pada umumnya siswa memperhatikan
isi materi dan serius dalam mengerjakan tugas, serta sebagian kecil siswa yang
melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan KBM, seperti mengobrol, tidak
memperhatikan atau main-main dalam belajar. Segi keaktifan yang diharapkan dari
siswa belum dapat terealisasi dengan baik. Dapat dilihatnya dari hanya dua
orang siswa yang mau tampil di depan kelas, bertanya ataupun mengemukakan
pendapat Hal itu, disebabkan pertemuan ini adalah pertemuan pertama yang
menyebabkan siswa terlihat malu dan ragu untuk aktif di kelas.
Hasil catatan lapangan pembelajaran
tindakan pertama dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
TABEL 4.3
CATATAN LAPANGAN PEMBELAJARAN SIKLUS I
Catatan
Lapangan Pembelajaran Siklus I
|
1) Siswa masih
merasa malu untuk menjawab atau memberikan pertanyaan.
1) Masih
sedikitnya siswa yang mau tampil di depan kelas untuk membacakan hasil
pekerjaannya.
2) Suasana
hening saat menyimak materi yang dilakukan oleh temannya sebagai stimulus
motivasi keaktifan siswa.
3) Siswa
terlihat antusias saat guru menginstruksikan untuk belajar dengan menggunakan
media audio visual power point.
4) Siswa dengan
saksama memperhatikan segala sesuatu yang dikemukakan dalam power point.
5) Pujian yang
diberikan guru dapat memotivasi siswa untuk lebih baik dalam belajar.
6) Guru sudah
berhasil dalam mengarahkan dan membimbing siswa ketika menyimak.
7) Beberapa
siswa ada yang mengobrol ketika mengerjakan
tugasnya saat
menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang telah disimaknya.
8) Guru belum
dapat mengelola waktu dengan baik.
|
Data observasi lainnya
menyimpulkan bahwa penggunaan media audio
visual dalam bentuk power point dalam pembelajaran IPS pada siklus I
sudah berhasil menciptakan suasana dan situasi pembelajaran menjadi lebih
menarik sehingga siswa merasa nyaman dan termotivasi dalam menyimak materi yang
disampaikan guru melalui media audio
visual.
Pembelajaran IPS
dengan menggunakan media audio visual dalam bentuk power point
ini merupakan pengalaman pertama bagi siswa. Oleh karena itu, siswa merasa
antusias dan termotivasi dalam mengikuti pembelajaran tersebut Siswa mengakui
media audio viisual dalam bentuk power
point sangat membantu mereka untuk mendapatkan inspirasi dalam menyimak
materi pembelajaran.
e.
Refleksi
Siklus I
Setelah pelaksanaan siklus I
selesai, peneliti bersama observer melakukan refleksi terhadap pembelajaran
siklus I. Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil observasi, catatan
lapangan, jurnal siswa, dan hasil tes kemampuan penguasaan materi siswa selama
tindakan pembelajaran siklus I, peneliti bersama observer mengadakan diskusi
untuk mengetahui hal-hal yang harus dipertahankan, ditingkatkan, atau
ditinggalkan. Kegiatan refleksi ini sebagai bahan perbaikan pada tindakan
pembelajaran selanjutnya.
Dari identifikasi masalah
tersebut dapat disimpulkan bahwa proses tindakan siklus I masih harus ditingkatkan
dalam hal keaktifan siswa di kelas. Terbukti selama pembelajaran siklus I
dihadapkan dengan permasalahan keadaan kelas yang pasif. Belum banyaknya siswa
yang berani untuk menjawab pertanyaan dari guru, mengemukakan pendapat atau
pertanyaan, dan berani tampil di depan kelas untuk membacakan jawaban atas
pertanyaan yang diberikan. Hal tersebut, diasumsikan karena pertemuan ini
adalah pertemuan pertama yang menyebabkan siswa masih terlihat malu dan ragu
untuk aktif di kelas. Dalam hal penugasan yang diberikan oleh guru, masih ada
siswa yang melakukan kegiatan di luar KBM, seperti mengobrol pada saat proses
penyampaian materi dengan menggunakan media audio
visual melalui power point dilaksanakan.
Sementara itu penggunaan power
point yang sederhana serta kurang memiliki variasi dalam hal tampilannya
cenderung menunjukkan kebosanan dari siswa. Dengan demikian tampaknya perlu
dilakukan perubahan dan penggunaan media audio
visual dalam bentuk lain yang lebih menarik bagi siswa.
Adapun hasil pembelajaran siswa
yang ditunjukkan dengan kemampuan menjawab pertanyaan yang berhubngan dengan
materi yang telah disampaikan selama kegiatan pembelajaran dilaksanakan, secara
umum baru mencapai hasil yang cukup baik. Hal ini tampak dari pencapaian
rata-rata 6,84. Meskipun sudah mencapai batas ketuntasan yang telah ditentukan
yaitu 6,5, namun apabila diamati dari ketuntasan klasikal atau ketuntasan
belajar siswa, masih belum tuntas. Ketuntasan belajar siswa baru mencapai
68,4%, hal ini ditunjukkan dari 32 siswa hanya 23 orang siswa yang sudah
mencapai atau melebihi batas ketuntasan yang ditetapkan, sementara 9 orang
siswa masih belum mencapai batas ketuntasan yang diharapkan. Dengan demikian
secara umum pembelajaran belum tuntas.
2.
Siklus 2
a.
Tahap
Perencanaan
Pada tahap kedua, perencanaan dilakukan sebagai
upaya memperbaiki pelaksanaan pembelajaran pada siklus pertama. Ada beberapa
hal yang dilakukan dalam upaya melakukan penyempurnaan pada pembelajaran siklus
pertama. Beberapa hal yang direncanakan pada siklus kedua antara lain:
1)
Mengganti media audio visual yang lebih
menarik, yaitu dengan meggunakan CD interaktif.
2)
Mengatur waktu proses pembelajaran dengan
lebih menekankan pada proses penggunaan CD Interaktif serta proses diskusi
antar siswa.
3)
Memotivasi siswa untuk senantiasa aktif
dalam kegiatan pembelajaran.
b. Tahap Pelaksanaan
Proses pembelajaran pada siklus kedua dilakukan pada
tanggal 7 Maret 2011. Proses pembelajaran diawali dengan mengucapkan salam
serta mengabsen siswa, selanjutnya guru memotivasi siswa untuk aktif dalam
kegiatan pembelajaran. Upaya membangkitkan motivasi belajar siswa, guru
menjanjikan adanya penilaian bagi siswa yang mau menjawab pertanyaan, maupun
yang mengajukan pertanyaan serta menanggapi suatu permasalahan. Kemudian guru
menyampaikan informasi terkait dengan perilaku konsumtif yang biasa dilakukan
siswa dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai tindak lanjut hasil temuan
jurnal harian siswa pada pembelajaran siklus I, bahwa tingkat motivasi siswa
yang masih kurang, guru menggambarkan bahwa belajar IPS tidak hanya bersifat
teoritis saja, namun seringkali dapat diamati dan dipergunakan dalam kehidupan
sehari-hari, di samping itu IPS sangat bermanfaat dalam membantu menyelesaikan
masalah sehari-hari dan IPS berperan penting dalam perkembangan komunikasi sosial
di antara sesama.
Menindaklanjuti hasil tes formatif I, bahwa masih
ada siswa yang salah dalam memberikan pengertian dan pemahamannya terhadap
konsep konsumsi serta bagaimana menentukan skala prioritas, guru mengulang
kembali pengertian dan konsep konsumsi serta bagaimana langkah-langkah dalam
menentukan skala prioritas dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Tujuannya adalah
agar siswa dapat menumbuhkan kembali pengetahuan dan pengalaman tentang konsep
yang telah dipelajari sebelumnya dimana konsep ini diperlukan dalam membahas
materi yang akan dipelajari yaitu ‘dampak positif dan negatif dari perilaku
konsumtif dan faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi seseorang’.
Sebelum melakukan apersepsi untuk materi yang akan
disampaikan, terlebih dahulu guru mengulas kembali bagaimana proses
pembelajaran dengan menggunakan media audio visual. Guru menjelaskan bahwa pembelajaran yang akan dilaksanakan akan
menggunakan media audio visual dalam bentuk CD interaktif.
Apersepsi untuk materi pada tindakan kedua dilakukan
dengan tanya jawab antara guru dan siswa.
Guru
|
:
|
Anak-anak, pernahkah kalian pergi berbelanja
dengan ibumu?
|
Siswa
|
:
|
Beberapa anak menjawab pernah
|
Guru
|
:
|
Apakah kamu melihat ibumu membawa catatan daftar
belanjaan
|
Tedi
|
:
|
Tidak pernah bu, karena belanjanya hanya ke
warung saja (siswa bernama Tedi menjawab)
|
Karina
|
:
|
Saya pernah bu, pada waktu ke toko swalayan
(Karina menjawab)
|
Guru
|
:
|
Bagus, Karina, apakah pada saat itu ibumu
berbelanja sesuai dengan daftar belanjaan tersebut, atau lebih banyak.
|
Karina
|
:
|
Lebih banyak bu, karena saya juga banyak membeli
mainan yang tidak ada di catatan ibu
|
Guru
|
:
|
Nah menurut kalian, bagus atau tidak apa yang
dilakukan ibunya Karina tersebut?
|
Siswa
|
:
|
Bagus . . . (sebagian siswa menjawab)
Tidakkk . . . (sebagian besar)
|
Guru
|
:
|
Itulah yang dimaksud dengan perilaku kosumtif
yang tentu saja ada aspek positif (kebaikan) dan aspek negatif (keburukannya)
|
Agar kalian dapat lebih memahami aspek positif
dan negatif dari perilaku konsumtif, sekarang coba kalian pelajari dan diskusikan
bersama teman-temanmu.
|
Apersepsi tersebut tampaknya cukup berhasil membawa
siswa ke arah kesiapan mengikuti pembelajaran. Di samping itu
pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan guru mampu dijawab siswa, tidak hanya
secara serempak namun secara perorangan juga seperti yang dijawab ’Tedi’ dan ’Karina’.
Kondisi ini merupakan hal positif dalam mewujudkan keberanian siswa dalam
mengemukakan pendapat atau menjawab pertanyaan.
Tahap selanjutnya, guru
menginstruksikan siswa untuk memulai memperhatikan tayangan CD interaktif yang
telah disediakan. Guru mencoba menjadi operator pada setiap langkah CD
Interaktif tersebut. Pada setiap langkah materi, guru mengajukan pertanyaan
kepada siswa apakah materi yang telah ditayangakan dapat siswa pahami atau
belum, jika belum guru mencoba mengulanginya kembali. Langkah selanjutnya guru
mencoba memandu seluruh materi yang telah disiapkan dalam CD Interaktif
tersebut.
Setelah selesai ssiwa
memperhatikan CD Interaktif tersebut, seperti biasanya siswa mendiskusikan
hasil simakan yang selanjutnya akan dijadikan sebagai bahan pemahaman siswa
terhadap materi yang telah disimaknya. Di samping itu, guru menginstruksikan
seluruh siswa untuk menuliskan kembali isi materi yang telah disimaknya.
Sebelum pembelajaran
berakhir, guru memberikan evaluasi dengan memberikan pertanyaan yang
berhubungan dengan materi yang telah disampaikan melalui media CD Interaktif.
Setelah diisi, guru menginstruksikan siswa untuk mengumpulkan kembali hasil
jawaban siswa. Untuk mematangkan pemahaman ssiwa terhadap materi yang telah
disampaikan, guru memberikan pekerjaan rumah kepada siswa untuk dikerjakan di
rumah.
c.
Hasil
Pembelajaran
Setelah semua hasil
pekerjaan siswa dianalisis dengan merujuk pada jawaban yang sebenarnya, dapat
disimpulkan bahwa rata-rata siswa telah memiliki kemampuan menjawab pertanyaan
dengan baik, meskipun dalam soal-soal yang bersifat pemahaman siswa masih
terbatas pada tataran teoretis saja. Hasil penilaian terhadap pekerjaan siswa
pada siklus II ini dapat diamati pada tabel berikut ini.
Tabel 4.1
KETUNTASAN
BELAJAR SISWA PADA SIKLUS 2
No.
|
Nama Siswa
|
Nilai
|
Keterangan
|
1
|
Abdillah
Saputra
|
60
|
Tuntas
|
2
|
Agust
Anas
|
60
|
Tuntas
|
3
|
Ahmad
Apriadi
|
75
|
Tuntas
|
4
|
Ahmad
Shobirin
|
75
|
Tuntas
|
5
|
Aldi
Cristianto
|
50
|
Tdk
Tuntas
|
6
|
Astri
Nadia Sari
|
80
|
Tuntas
|
7
|
Candra
Eka Rahayu
|
90
|
Tuntas
|
No.
|
Nama Siswa
|
Nilai
|
Keterangan
|
8
|
Chania
Dian A.
|
70
|
Tuntas
|
9
|
Danang
Asmara
|
70
|
Tuntas
|
10
|
David
Saputra
|
70
|
Tuntas
|
11
|
Dea
Nabilla
|
80
|
Tuntas
|
12
|
Dealfy
Rangga
|
60
|
Tuntas
|
13
|
Deni
Ramadhani
|
70
|
Tuntas
|
14
|
Desnanda
Prayogi
|
65
|
Tuntas
|
15
|
Dimas
Imam Fauzi
|
65
|
Tuntas
|
16
|
Dina
Inayati
|
60
|
Tuntas
|
17
|
Esti
Madiyaningsih
|
80
|
Tuntas
|
18
|
Gusti
Fauzan
|
60
|
Tuntas
|
19
|
Hartono
Yupi Putra
|
80
|
Tuntas
|
20
|
Hari
Priantoro
|
50
|
Tdk
Tuntas
|
21
|
Ilham
Setiawan
|
65
|
Tuntas
|
22
|
Karina
melati
|
90
|
Tuntas
|
23
|
M.
Fajar
|
65
|
Tuntas
|
24
|
M.
Tedi
|
80
|
Tuntas
|
25
|
M
. Fiki
|
70
|
Tuntas
|
26
|
M.
rizki
|
70
|
Tuntas
|
27
|
Mutiara
Lutfi
|
70
|
Tuntas
|
28
|
Nagoti
Putu
|
75
|
Tuntas
|
29
|
Puri
Tiara
|
65
|
Tuntas
|
30
|
Raihana
riska
|
80
|
Tuntas
|
31
|
Rendi
Wijaya
|
80
|
Tuntas
|
32
|
Rezanof
Azahri
|
40
|
Tdk
Tuntas
|
33
|
Riri
Alfiani
|
70
|
Tuntas
|
34
|
Rizki
Amalia
|
80
|
Tuntas
|
No.
|
Nama Siswa
|
Nilai
|
Keterangan
|
35
|
Sinta
Marliana
|
90
|
Tuntas
|
36
|
Triana
Kusuma
|
60
|
Tuntas
|
37
|
Ulvi
Febriyanti
|
70
|
Tuntas
|
38
|
Vibby
Yuliana
|
75
|
Tuntas
|
39
|
Yuliana
Erna
|
50
|
Tdk
Tuntas
|
Jumlah
|
2715
|
||
Rata-rata
|
69,61
|
||
Nilai Tertinggi
|
90
|
||
Nilai Terendah
|
40
|
||
Siswa Tuntas
|
35
|
||
Siswa Tidak Tuntas
|
4
|
||
% Ketuntasan
|
89,74
|
Hasil kemampuan menyimak
siswa yang ditunjukkan dengan kemampuan menjawab pertanyaan yang berhubungan
dengan materi yang telah diinformasikan yang disimaknya seperti pada tabulasi
di atas, tampak bahwa secara umum kemampuan siswa dalam menyimak berada pada
kondisi yang baik dengan pencapaian rata-rata 69,61. Nilai tertinggi yang
dicapai siswa pada siklus II ini adalah 90 dan nilai terendah yang diperoleh
siswa hanya 40. Sementara itu diamati dari ketuntasan belajar siswa pada siklus
II ini mencapai ketuntasan belajar sebesar 89,74%. Ketuntasan tersebut
menunjukkan bahwa pembelajaran sudah tuntas.
d. Hasil Observasi
Berdasarkan data observasi,
guru telah menyampaikan penjelasan materi dengan jelas dan relevan dengan fokus
pembelajaran siklus II. Guru juga sudah berhasil mengarahkan dan membimbing
siswa untuk menuangkan hal-hal yang berkesan menurut apa yang dipikrkan dan
dirasakan siswa dalam menyimak.
Berdasarkan data observasi
terhadap aktivitas siswa dalam pembelajaran diperoleh persentase aktivitas
siswa, seperti tampak pada tabel di bawah ini.
TABEL 4.5
PERSENTASE AKTIVITAS SISWA PADA
PEMBELAJARAN SIKLUS II
Aktivitas Siswa
|
Persentase Rata-rata (%)
|
1. Menjawab pertanyaan guru
|
10 orang (25,64)
|
2. Mengajukan pendapat atau bertanya
|
9 orang (23,08)
|
3. Tampil di depan kelas
|
5 orang
(12,82)
|
4. Serius menyimak penjelasan guru
|
38 orang (97,44)
|
5. Serius mengerjakan tugas
|
37 orang (94,87)
|
6. Perilaku yang tidak sesuai dengan KBM
|
1 orang (2,56)
|
Berdasarkan tabel di atas, proses
pembelajaran pada siklus II ini terjadi peningkatan yang signifikan dari siklus
sebelumnya. Hampir seluruhnya siswa memperhatikan penjelasan guru dan serius
dalam mengerjakan tugas. Siswa telah aktif dalam pembelajaran. Dapat dilihatnya
dengan banyaknya siswa yang mau tampil di depan kelas, bertanya ataupun
mengemukakan pendapat
Hasil catatan lapangan pembelajaran tindakan kedua dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.
TABEL 4.6
CATATAN LAPANGAN PEMBELAJARAN SIKLUS II
Catatan Lapangan
Pembelajaran Siklus II
|
1)
Siswa antusias
untuk mendiskusikan hasil pekerjaan yang telah dikerjakan dengan
siswa lainnya di tempatnya masing-masing menjadikan suasana gaduh dalam
pembelajaran.
2)
Media Cd Interaktif sebagai
media audio visual pembelajaran IPS menjadikan suasana pembelajaran lebih
menyegarkan dan menyenangkan.
3)
Seluruh siswa serius saat
mengerjakan tugasnya untuk menyimak.
4)
Sebagian siswa telah
berani untuk mengajukan pertanyaan, terutama dalam menanyakan yang berkaitan
dengan materi.
|
Data observasi lainnya
menyimpulkan penggunaan media CD Interaktif dalam pembelajaran IPS sudah
berhasil menciptakan suasana dan situasi pembelajaran menjadi lebih menarik
sehingga siswa merasa rileks dan termotivasi dalam belajar.
e.
Refleksi
Setelah pelaksanaan siklus
II selesai, peneliti bersama observer melakukan refleksi terhadap pembelajaran
siklus II. Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil observasi, catatan
lapangan, dan hasil tes kemampuan pemahaman siswa selama tindakan pembelajaran
siklus II, peneliti bersama observer mengadakan diskusi untuk mengetahui
hal-hal yang harus dipertahankan, ditingkatkan, atau ditinggalkan.
Dari diskusi tersebut dapat
disimpulkan bahwa proses tindakan siklus II mengalami peningkatan yang
signifikan, artinya segi proses tindakan siklus II berhasil. Terbukti bahwa
penggunaan media CD Interaktif sudah mampu memancing motivasi siswa dalam
pembelajaran IPS. Siswa merespon positif untuk menjawab pertanyaan dari guru,
mengemukakan pendapat atau pertanyaan, berani tampil di depan untuk membacakan
hasil jawabannya, dan penugasan dari guru.
Adapun hasil kemampuan hasil
belajar siswa yang ditunjukkan dengan kemampuan menjawab pertanyaan yang
berhubungan dengan materi yang telah disampaikan melalui media CD Interaktif,
secara umum mencapai hasil yang baik. Hal ini tampak dari pencapaian rata-rata 69,61,
yang sudah mencapai batas ketuntasan yang telah ditentukan yaitu 60. Ketuntasan
belajar siswa sudah mencapai 89,74%, hal ini ditunjukkan dari 39 siswa, 35
siswa sudah mencapai atau melebihi batas ketntasan yang ditetapkan. Dengan
demikian secara umum pembelajaran sudah tuntas.
4.3 Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian pada tahap
pelaksanaan tindakan, pada umumnya model pembelajaran yang dikembangkan cukup
efektif, efisien, dan relevan untuk mengembangkan kemampuan menyimak siswa.
Melihat uraian di atas, dapat diketahui bahwa
penelitian yang telah dilakukan cukup efektif, efisien, dan relevan antara
komponen-komponen pembelajaran yang dikembangkan, tujuan yang ingin dicapai,
dan waktu yang telah direncanakan. Diawali dengan identifikasi permasalahan
yang diperoleh dari hasil observasi awal, dilanjutkan dengan implementasinya di
lapangan beserta hasil refleksinya pada setiap siklus sudah dapat meningkatkan
kemampuan siswa dalam pembelajaran IPS.
Perbaikan terhadap model pembelajaran perlu
terus dilakukan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan. Beberapa hal yang
harus segera dibenahi pada saat penelitian, yaitu pemilihan media audio visual yang
lebih menarik sehingga mampu memotivasi siswa dalma belajar.
Agar penggunaan media audio visual sebagai
media dan sumber belajar berhasil baik, hendaknya dipersiapkan secara saksama,
mulai dari alokasi waktu yang digunakan sampai strategi pelaksanaannya.
Persiapan ini bertujuan agar penggunaan media audio visual sebagai media dalam
pembelajaran dapat menjadikan siswa merasa fun, santai, dan jauh dari
kebosanan, yang pada akhirnya menimbulkan motivasi siswa untuk menyimak
sehingga terhindar dari perilaku siswa yang menyimpang dari KBM.
1. Analisis Data Hasil Penelitian
Pada bagian ini peneliti akan menganalisis
seluruh hasil penelitian selama dua siklus. Adapun pembahasannya mengacu pada
data instrumen, meliputi tingkat keberhasilan belajar siswa yang diwujudkan
dengan kemampuan menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang telah
dipelajarinya.
2. Tingkat Keberhasilan Siswa
Menyimak
Pembelajaran IPS dalam penelitian ini
merupakan pengalaman pertama bagi siswa, walaupun demikian pada pertemuan
pertama pada umumnya siswa telah dapat memahami materi dengan cukup baik. Pada
pertemuan-pertemuan berikutnya, siswa mengalami kemajuan yang cukup signifikan
dalam memahami materi yang dipelajarinya.
Untuk mengetahui perkembangan keberhasilan
menyimak siswa, peneliti memberikan penilaian tiap siklusnya dengan berpatokan
pada kriteria penilaian yang telah ditetapkan. Berikut ini merupakan nilai
kemampuan menyimak siswa pada tiap siklusnya.
Berdasarkan tabel di atas, pada umumnya nilai
kemampuan pemahaman siswa dalam setiap pembelajaran mengalami peningkatan,
hanya ada beberapa orang siswa yang kemampuannya tetap namun tidak ada yang
menurun. Peningkatan terjadi karena tumbuhnya motivasi dan ketertarikan siswa
dalam belajar yang berdampak tumbuhnya keseriusan siswa dalam menyimak materi
yang disajikan.
Berdasarkan tabel di atas tampak bahwa
tingkat pemahaman siswa mengalami peningkatan. Diamati dari pencapaian
rata-rata tampak jelas adanya peningkatan dari 59,23 pada siklus I menjadi 69,61
pada siklus kedua. Sementara itu dari pencapaian ketuntasan belajar siswa
tampak juga terjadi peningkatan dari 61,54% pada siklus pertama dan menunjukkan
pembelajaran belum tuntas menjadi 89,74% siswa telah tuntas pada siklus kedua
dan menunjukkan pembelajaran telah tuntas.
Terjadinya
peningkatan hasil pembelajaran pada pelaksanaan penelitian ini salah staunya
disebabkan penggunaan media pembelajaran. Pola pemanfaatan media di luar kelas
menurut Arief S. Sadiman (1990:190-197) dapat dibedakan dalam tiga kelompok,
yakni kelompok yang terkontrol, tidak terkontrol (bebas), dan jumlah
sasarannya.
Pertama, pemanfaatan media secara terkontrol, yakni media itu digunakan dalam suatu
rangkaian kegiatan yang diatur secara sistematik untuk mencapai tujuan
tertentu, seperti pemanfaatannya di dalam kelas dan pada program pendidikan
jarak jauh. Hasil belajar melalui
pemanfaatan media secara terkontrol ini biasanya dievaluasi secara teratur
dengan alat evaluasi yang terukur.
Kedua, Pemanfaatan media secara bebas (tidak terkontrol), yakni pemanfaatan tanpa
ada kontrol atau pengawasan, seperti media-media yang dimanfaatkan masyarakat
secara luas dengan cara membeli.
Masyarakat itu sendirilah yang menentukan tujuan pemanfaatannya, yakni
dengan menyesuaikan dengan kebutuhannya masing-masing, seperti pemanfaatan
kaset pelajaran bahasa Inggris, video interaktif tentang Belajar Membaca
Al-Qur’an dan lain-lain.
Ketiga, pemanfaatan media dilihat dari jumlah penggunaannya, yakni secara
perorangan, kelompok, dan massal.
Pemanfaatan media secara perorangan biasanya dilengkapi dengan petunjuk
penggunaannya, sehingga pengguna dapat memanfaatkannya secara mandiri, seperti
modul. Pemanfaatan media secara
kelompok, baik kelompok kecil (2 s.d 8 orang) maupun kelompok besar (9 s.d 40
orang). Media untuk kelompok ini
biasanya dilengkapi buku petunjuk bagi pemimpin kelompoknya. Setelah atau sebelum memanfaatkan media,
kelompok dapat melakukan diskusi.
Terakhir, media yang dimanfaatkan secara masal (mulai puluhan, ratusan,
hingga ribuan orang). Media untuk massal
ini biasanya disalurkan melalui pemancar, seperti radio dan televisi. Sebelum memanfaatkan media ini, peserta
diberi bahan tercetak yang memuat tujuan pembelajaran, garis besar isi,
petunjuk tindak lanjut, dan bahan dari sumber lain untuk pendalaman pemahaman.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah
dipaparkan pada bab sebelumnya berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan
hasil pembelajaran menyimak dengan menggunakan media audio visual,
diambil simpulan sebagai berikut ini.
1. Proses pelaksanaan pembelajaran IPS
dengan menggunakan media audio visual dilakukan dalam dua bentuk media yaitu
pada siklus 1 menggunakan power point dan
pada siklus 2 menggunakan CD interaktif. Penggunaan media audio visual ini telah
memunculkan beberapa perilaku belajar siswa yang lebih baik. Perilaku tersebut
berupa aktivitas siswa yang aktif dalam belajar, seperti siswa yang aktif
bertanya, mengemukakan pendapat, dan berani tampil di depan. Siswa juga merasa
senang dan berkesan positif dengan pembelajaran yang telah dilaksanakan.
Pelaksanaan pembelajaran IPS dengan menggunakan media audio visual sebagai
media pembelajaran dilaksanakan melalui langkah-langkah sebagai berikut.
a)
Guru tyerlebih dahulu menjelaskan mengenai tujuan
pembelajaran dan strategi pembelajaran yang akan dilakukan.
b) Melakukan
apersepsi untuk menghimpun perhatian dan mempersiapkan siswa dalam belajar
c)
Siswa memperhatikan penyampaian materi melalui
tayangan media audio visual baiak dalam bentuk power point, maupun dalam
bentuk CD Interaktif.
d) Siswa mendiskusikan materi yang telah dipelajarinya.
e) Evaluasi
2.
Hasil kemampuan pemahaman siswa dalam belajar IPS yang diukur dengan
hasil jawaban siswa terhadap pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang
telah disampaikan dari setiap siklusnya mengalami peningkatan. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan rata-rata nilai siswa. Pada siklus I rata-rata siswa mencapai 59,23; pada siklus II mencapai 69,61.
Di samping itu dilihat dari ketuntasan belajar siswa juga terjadi peningkatan
dari 61,54% pada siklus 1 meningkat jadi 89,74% pada siklus ke 2 yang sekaligus
menunjukkan bahwa pembelajaran telah tuntas.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti
laksanakan dapat dikemukakan saran yang bermanfaat bagi peneliti, selanjutnya
guru dan sekolah sebagai berikut :
1. Agar
penggunaan media Audio visual baik dalam bentuk power point maupun CD Interaktif sebagai
media dan sumber belajar berhasil baik, hendaknya dipersiapkan secara saksama,
mulai dari mendesain tampilan power point yang selektif, bervariasi, dan
menarik, alokasi waktu yang digunakan, sampai strategi pelaksanaannya.
Persiapan ini bertujuan agar penggunaan power point
sebagai media dalam pembelajaran dapat menjadikan siswa merasa fun, santai,
dan jauh dari kebosanan, yang pada akhirnya menimbulkan motivasi siswa untuk
menyimak sehingga terhindar dari perilaku siswa yang menyimpang dari KBM.
2. Sesuai dengan penelitian ini, peneliti menyarankan kepada para
pengajar pelajaran IPS khususnya untuk memanfaatkan berbagai media, model, dan
teknik pembelajaran. Dalam hal ini menggunakan media audio visual khusunya CD Interaktif untuk
meningkatkan hasil belajar siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Al
Muchtar, S. (1991). Pengembangan
Kemampuan Berpikir dan Nilai dalam Pendidikan IPS. Disertasi. Bandung : PPS
IKIP Bandung.
Al
Muchtar, S. (2002). "Analisis
Pembaharuan Kurikulum Pendidikan IPS". Makalah pada Seminar Nasional
dan Musda I HISPISI Jawa Barat, UPI Bandung, 31 Oktober 2002.
Arsyad, Azhar. (2002). Media
Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Association for Educational
Communication ant Technology (1977) The Definition of Educational Technology. Washington, DC:
AECT.
Awan Mutakin (1998) Model Pembelajaran IPS. Jakarta:
P3MTK-Ditjen Dikti
Dahar, Ratna Wilis (2002) Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Dimyati & Mudjiono. (1994). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Hamalik, O., (1989). Media Pendidikan. Bandung: Alumni.
Nasution (1997). Metode Penelitian Naturalistik0Kualitatif.
Bandung: Tarsito.
Purwadarminta (1984). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Depdikbud.
Rumampuk (1988) Media Instruksional IPS. Jakarta:
P2LPTK-Ditjen Dikti
Sadiman (1984) Media Pendidikan; Pengertian, Pengembangan,
dan Pemanfaatan. Jakarta: Rajawali Pers
Somantri,
(2001), Menggagas Pembaharuan Pendidikan
IPS, Rosda, Bandung.
Suryabrata (1984) Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali
Pers.
Wiriatmadja. (2005). Metode Penelitian Tindakan Kelas untuk Meningkatkan Kinerja Guru dan
Dosen. Bandung: PPS UPI dan Remaja Rosdakarya
0 Response to "SKRIPSI ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) : UPAYA PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO-VISUAL PADA PELAJARAN IPS DI KELAS VII-A SMP MUHAMMADIYAH 2 KADUNGORA KABUTAPEN GARUT."
Post a Comment